Apabila kita jeli memperhatikan nama-nama masjid di kompleks-kompleks perumahan, sebagian besar menggunakan kata hijrah, seperti Almuhajirin, Baitul Muhajirin, atau sejenisnya. Warga kompleks perumahan merasa sebagai warga yang hijrah atau pindah dari tempat asalnya ke tempat baru.
Apa sebenarnya makna hijrah? Apakah sebatas hijrah dalam makna fisik? Kata hijrah berasal dari bahasa Arab, yang berarti meninggalkan, menjauhkan diri, dan berpindah tempat.
Dalam konteks sejarah, hijrah yakni perpindahan yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. bersama para sahabat dari Mekah ke Madinah, dengan tujuan mempertahankan dan menegakkan risalah Allah. Perintah untuk berhijrah terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur’an, di antaranya QS. Al-Baqarah: 218,
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berhijrah di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Selain itu, Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia. (QS. Al-An’fal:74)
Secara umum hijrah dibedakan dalam dua macam yakni hijrah makaniyah, yaitu meninggalkan suatu tempat. Beberapa jenis hijrah maanawiyah yang berhubungan dengan hijrah fisik dari satu tempat ke tempat lainnya, seperti hijrah Rasulullah SAW. dari Mekah ke Habasyiyah, dari Mekah ke Madinah, dari negeri yang di dalamnya didominasi oleh hal-hal yang diharamkan dan sejenisnya. Selain itu, hijrah maknawiyah yang terdiri atas empat macam, yaitu:
Pertama, hijrah i’tiqadiyah (keyakinan) karena iman bersifat naik dan turun, sehingga kita harus bisa hijrah dari kegelapan menuju jalan terang agar iman selalu kuat.
Kedua, hijrah fikriyah (pemikiran) sebab seiring perkembangan zaman, kemajuan teknologi, dan derasnya arus informasi, sehingga berbagai informasi dan pemikiran dari berbagai belahan bumi bisa secara langsung kita dapatkan. Tak heran berbagai pemikiran telah tersebar di medan perang tersebut (ghazwul fikri, perang pemikiran). Umat Islam harus berupaya keras agar bisa memberikan warna dalam perang pemikiran, bukan malah menjadi konsumen apalagi bulan-bulanan dalam perang di era teknologi ini.
Ketiga, hijrah syu’uriyyah atau cita rasa, kesenangan, kesukaan, dan lain-lain karena saat ini unsur fun (kesenangan) juga menjadi daya tarik kuat untuk dijual meskipun kadang jauh dari nilai-nilai islami. Bisakah kita hijrah dari mode pakaian yang menonjolkan aurat kepada pakaian yang lebih menutup?
Terakhir, hijrah sulukiyyah yakni hijrah tingkah laku, kepribadian, atau akhlak dari akhlak tercela menuju akhlak terpuji dan terbaik.
Ada beberapa karakter yang tidak disukai atau dibenci Allah yang ironisnya dilakukan oleh sebagian pemimpin politik ataupun pemimpin masyarakat. Karakter buruk yang kerap dilakukan adalah berbuat dzalim yakni tidak menempatkan persoalan pada posisi yang sebenarnya. Perilaku lainnya adalah mudah berbohong seperti saat mempromosikan diri atau golongannya dalam kampanye politik. Begitu mudahnya kita berjanji dan mengumbar tekad yang ternyata tak bisa ditepati ketika mendapatkan jabatan atau kedudukan di pemerintahan ataupun wakil rakyat.
Sifat buruk lainnya adalah berbuat merusak baik merusak alam, hubungan kekeluargaan dan persaudaraan, maupun merusak karakter orang-orang yang dianggap lawan politiknya. Dia ingin memberikan pencitraan yang terbaik dalam dirinya, tetapi dengan cara merendahkan bahkan meniadakan kebaikan pada orang lain. Sikap lain yang harus dikikis menjelang pergantian tahun Hijriah adalah bersikap sombong atau membanggakan diri ataupun membanggakan garis keturunan dan anak-anaknya. Allah telah mengingatkan agar seseorang tidak berjalan di muka bumi dengan menyombongkan diri (walaa tamsyiifil ardhi maraahari).
Ketika di belahan dunia lain kepemimpinan rata-rata diisi kaum muda, di Indonesia juga sudah sepantasnya kepemimpinan nasional dan daerah memberikan kesempatan kepada kaum muda. Jangan sampai menghalangi kemajuan dari kaum muda karena mereka para penerus generasi sebelumnya. Kaum muda secara fisik lebih kuat, lebih bersih dalam latar belakang kehidupannya, ataupun lebih siap secara mental dalam menghadapi berbagai perubahan di era yang cepat berubah ini. Kaum muda juga memiliki idealisme yang tinggi karena tidak digayuti dosa-dosa masa lalu.
Buanglah keinginan serakah untuk memiliki atau menguasai suatu jabatan. Nabi Muhammad SAW. mengajarkan, janganlah memberikan jabatan kepada orang-orang yang menginginkannya. Jabatan adalah amanah yang pertanggungjawabannya amat berat di akhirat kelak. Kita harus hijrah pemikiran yang selama ini menganggap jabatan merupakan kenikmatan dan bisa berbuat apa saja sesuai dengan kewenangan yang dimiliki. Silakan berbuat dan bersikap apa saja, tetapi harus yakin, semua itu akan berakhir dan akhirat pasti menanti.
Lalu, bagaimana kita bisa melakukan hijrah termasuk meninggalkan perilaku politik yang kurang baik? Kuncinya adalah mulai berubah dari diri sendiri dan keluarga agar bisa mewarnai lingkungan sekitar. Hijrah membutuhkan keinginan kuat untuk berubah. Hijrah memang berat karena meninggalkan kebiasaan dan tradisi yang selama ini digeluti dan dipercayai sebagai suatu “pembenaran”.
Kita harus menjadi manusia-manusia yang beruntung dengan menjadikan hari ini lebih baik dari kemarin. Bukan menjadi manusia yang rugi ketika hari ini sama dengan kemarin apalagi menuju manusia celaka ketika hari ini lebih buruk dari kemarin. Kita harus yakin bisa berubah dan mengubah kondisi lingkungan, kondisi politik, ataupun kondisi bangsa secara keseluruhan. Jangan sampai sebelum berbuat sudah pesimistis sehingga akhirnya tak akan berbuat apa pun.
Selamat Tahun Baru 1434 Hijriah. Hijrah menuju kebaikan diri, keluarga, lingkungan, dan bangsa. Selamat berhijrah. Nikmati setiap tantangan, hambatan, ataupun persoalan yang menghadang di tengah jalan. Yakinlah setelah jalan mendaki pasti ada pemandangan indah yang bisa kita nikmati.***
H. PUPUH FATHURRAHMAN, Sekretaris Senat UIN Sunan Gunung Djati dan Ketua Dewan Pembina Pesantren Raudhatus Sibyan Sukabumi.
Sumber, Pikiran Rakyat 8 November 2012/23 Zulhijah 1433 H