Manasik Virtual, Sebuah Alternatif

Dalam kepungan pandemi covid-19 ada perubahan sosial yang begitu cepat. Bermula dari keharusan menjaga jarak fisik dan sosial, dimana pada awalnya telah memantik munculnya kekagetan dan kepanikan sosial, perlahan namun pasti, telah berubah menjadi kepasrahan bahkan kebiasaan sosial. Semua aktivitas sosial yang biasanya dilaksanakan di ruang publik harus pindah pada ruang privat. Al-hasil rumah menjadai pusat segala kegiatan sosial bahkan ritual. Dalam keadaan normal, semua kegiatan sosial dan ritual dilakukan secara meetual (langsung) kini berubah menjadi serba viritual.

Virtual reality atau realitas virtual sebenarnya bukan istilah baru dalam dunia akademik, sudah sejak tahun 1980-an istilah itu dikemukakan oleh Jaron Lanier. Menurut Lanier, Pesatnya perkembangan teknologi komputer dan digital bisa digunakan oleh masyarakat manusia untuk melakukan simulasi semua objek nyata, dimana sang pengguna seolah-olah merasakan terlibat secara fisik. Pada realitas virtual, proses interaksi sosial yang sejatinya membutuhkan ruang, waktu dan jarak tempuh yang relatif mahal, dengan kepemilikan fulsa dan sinyal bisa berubah mejadi sangat cepat, singkat dan murah.

Realitas virtual, diduga akan menjadi opsi tetap masyarakat Indonesia, terutama ketika kenyataan sosial dihadapkan pada kasus seperti pandemi covid-19. Dalam posisi seperti ini, telah dirasakan bersama, masyarakat dihantarakan pada model kehidupan yang serba maya. Dimulai dari belajar, bekerja, belanja, bisnis, sampai kegiatan keagamaan, semuanya dilakukan secara virtual. Karena itu ragam aflikasi seperti video call, zoom meeting, joint meeting, google meeting atau model aflikasi teleconperence lainnya sudah sangat akrab gunakan.

Untuk kegiatan keagamaan, baik yang bersifat muamalah maupun ibadah, virtualisme ini tidak bisa terelakan. Kegiatan-kegiatan keagamaan seperti; pengajian, ragam kegiatan tablig, peringatan hari besar Islam, takbiran, bahkan aspek-aspek yang sejatinya dilakukan meetual seperti zakat, infaq dan shadaqah, kini telah dilakukan dengan virtual. Realitas virtual kini tengah masuk dan menusuk jantung dimensi ibadah umat Islam

Kegiatan ibadah virtual, tentu saja akan memantik lahirnya pro-kontra diintern umat Islam. Sebagaimana fatwa MUI yang mengalihkan segala aktivitas ibadah yang bersifat massif ke rumah masing-masing karena pandemi, telah memancing banjir dalil dan argumen dari kedua kubu yang bertikai.

Terma ibadah virtual dalam tulisan ini berangkat pada ketentuan hukum Islam yang membolehkan adanya perubahan tata cara ibadah karena adanya illat syar’i (alasan syara), baik yang bersifat internal maupun eksternal. Sebab internal seperti sakit, lemah fisik, dsb. Sedangkan sebab eksternal seperti; safar atau wabah. Sehingga ragam ibadah yang semula paten dan permanen (al-‘azimah) bisa berubah dinamis dan diringankan (rukhshah).
Berikutnya, konotasi ibadah virtual adalah maksimalisasi media virtual untuk membangun pemahaman dan pengetahuan umat Islam tentang berbagai tata cara ibadah. Maksimalisasi penggunaan media virtual menjadi sangat penting terutama bagi calon jemaah haji dan umrah yang akan berangkat di waktu dekat. Ketidakpastian pemerintah Arab Saudi dalam memutuskan kapan ibadah umrah atau haji dibuka, begitupun ketidak jelasan kapan covid-19 akan berakhir, sejatinya tidak membuat kegiatan manasik berhenti. Dalam posisi demikian, bisa digunakan oleh semua pihak yang terkait dalam pelaksanaan haji dan umrah untuk melakukan manasik alternatif dengan media virtual.

Telah banyak sesungguhnya travel dan KBIH yang menyelenggarakan manasik virtual, meski baru dalam bentuk manasik daring. Hal ini menjadi sangat penting dilakukan, mengingat penyelenggaran ibadah haji memiliki kompleksitas kerumitan tersendiri bila dibanding ibadah lainnya. Hal yang harus menjadi fokus dari manasik virtual ini adalah lahirnya pemahamana dan pegetahuan calon jemaaah tentang tata cara pelaksanaan ibadah haji dan umrah yang sesuai dengan ketentuan fiqih Islam, regulasi pemerintah arab saudi, dan persolan teknis perjalanan.

Dr. H. Aang Ridwan, M.Ag, Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Pembimbing Haji Plus dan Umroh Khalifah Tour.

Sumber, Pikiran Rakyat 9 Juni 2020

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *