(UINSGD.AC.ID)-BERIKHTIARLAH menjadi lulusan terbaik ramadhan. Apalagi kita ini tidak tahu apakah akan bertemu kembali tahun depan. Hasilnya mari serahkan sepenuhnya pada Tuhan. Saum di bulan ramadhan itu ibadah tipe very important ibadah, alias sangat spesial. Amalnya langsung dengan Allah Yang Maha Rahman.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a: Rasulullah SAW bersabda: “Allah Azza wa Jalla berfirman, semua amal untuk Adam itu untuk dia sendiri, kecuali saum karena saum itu untuk Ku, dan Aku lah yang membalasnya. Saum itu benteng (pelindung dari siksa neraka). Oleh karena itu, apabila kamu sedang saum, jangan bersetubuh dan jangan pula berbuat gaduh. Apabila seseorang memakimu atau mengajak bertengkar dengan kamu, katakanlah, ‘Sesungguhnya aku ini sedang saum.’”
“Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangan (kekuasaan)-Nya, bau mulut seorang yang sedang saum lebih harum di sisi Allah pada hari kiamat nanti daripada harum kasturi. Selain itu, orang yang saum mendapatkan dua kali kegembiraan, yaitu apabila saat berbuka, dia bergembira dengan buka saumnya, dan apabila kelak bertemu Tuhannya, dia bergembira dengan shaumnya,” (HR Muslim).
Dari hadis di atas, disebutkan bahwa saum itu pelindung dari neraka. Wajar saja, selain karena langsung ibadahnya untuk Allah SWT, praktik ibadahnya sangat mengandalkan keikhlasan dan kejujuran. Tidak ada yang tahu, apakah sedang saum atau tidak, selain kita dan Tuhan. Jika kesadaran batiniah ini terbangun, akan lahir manusia-manusia terpercaya. Selalu takut akan Tuhannya, ihsan dalam kesehariannya. Selain itu, terasakan pula haus dan lapar. Menjadikan diri bisa membayangkan pedih perihnya apa yang dialami saudara yang kekurangan. Kepedulian meninggi dan kebersediaan berbagi menghiasi diri.
Dalam hadis di atas, diajarkan kepada kita yang sedang shaum untuk tidak bertengkar dan bersetubuh. Bertengkar itu menebarkan kebencian. Jika antarindividu jelata, hanya di antara mereka dan mungkin saja melibatkan keluarga. Jika terkait tokoh masyarakat, bisa menyebabkan tawuran sekampung dan antardesa. Berbahayanya bila di antara pemimpin negara, bisa menyebabkan perang dunia. Bersetubuh dengan pasangan sah pun bila sedang saum dilarang. Setelah berbuka baru dihalalkan. Maknanya adalah, hendaknya amarah dan syahwat terjaga. Dalam kondisi lapar, memang itu bukan perkara mudah. Apalagi dengan kondisi pandemi seperti saat ini.
Sudah ketiga kalinya Ramadhan dibersamai virus Corona dan semoga tahun depan sudah tidak ada. Meski demikian, tentu saja berbagai situasi dan kondisi harus selalu siap dihadapi. Sebagai bagian dari proses pembelajaran, latihan, dan ujian, shaum merupakan madrasah kehidupan. Lulusan terbaiknya menjadi insan bertakwa. Hanya saja, banyak pula yang tidak lulus, cuma merasakan lapar dan dahaga.
Lima Langkah
Mari menyusun langkah untuk menjadi lulusan terbaik. Predikat takwa sesungguhnya hanya Allah SWT yang tahu. Hanya saja, ciri-ciri ketakwaan dijelaskan dalam Al Quran. Tugas kita tentunya berusaha belajar dan melatih diri agar mencapai kelulusan summa cum laude.
Sejumlah strategi dapat dilakukan. Pertama, meniatkan sepenuh hati menjalankan saaum. Berkumpullah bersama orang-orang saleh agar terjaga kualitas ibadah. Jadikan keluarga sebagai tempat belajar bersama. Ayah dan ibu, bahkan kakek dan nenek menjadi mentor proses belajar. Anak dan cucu bersama-sama saling belajar dalam semangat terbaik. Kedua, terus tambah ilmunya. Majelis ilmu harus menjadi teman keseharian. Kini kan aksesnya mudah, tak harus datang ke majelis taklim fisik, bergabung saja di forum keislaman virtual. Banyak sekali, hanya butuh kesediaan waktu, jaringan internet yang baik dan paket data. Ditambah sikap kritis, agar kita tak terbawa pada pemahaman sesat.
Ketiga, berfokus pada ibadahnya, bukan pada ngabuburit, tunjangan hari raya dan baju lebarannya. Pernak pernik kemeriahan ramadhan jangan sampai mengganggu esensinya. Karena baju lebaran tidak terbeli dan uang THR tidak banyak, marah-marah dan peninglah diri. Tidak usah begitu kekanak-kanakan, saum melatih kita untuk dewasa beribadah. Keempat, evaluasi terus ibadah harian agar kualitas dan kuantitasnya terus ditingkatkan. Meski demikian, bukan berarti kegiatan bekerja dan aktivitas biasa selama bukan bulan ramadhan ditinggalkan karena ingin fokus ibadah. Berdagang, bekerja sebagai pegawai, berbisnis, menjadi sopir, tukang ojek, dan yang lainnya itu juga ibadah. Ibadah itu ada yang bersifat ritual, seperti shalat, zakat, saum dan haji. Ada pula yang bersifat sosial seperti membantu sesama, memberi nafkah kepada keluarga, melayani publik dengan baik bilamana tugas kita sebagai pelayan publik, bekerja dan berbagai jenis kegiatan yang memberikan manfaat kepada sesama dan tidak bertentangan dengan syariat. Jika pun ingin iktikaf, pastikan tidak bolos dari kantor dan kondisi keluarga terpenuhi haknya.
Kelima, komitmen untuk menciptakan suasana ramadhan di sebelas bulan berikutnya. Bila di bulan ini kita penuh dengan semangat menjalankan ibadah, maka hendaknya hingga bertemu ramadhan tahun depan, terjaga lanjutan kegairahan dalam menjalankan perintah Allah Yang Maha Rahman.
Rida Tuhan
Lulusan terbaik ramadhan itu meraih gelar takwa dari Tuhannya. Dalam Al Quran, dijelaskan bahwa untuk bertakwa, tidak cukup hanya dengan beriman kepada Allah SWT, kita juga dituntut untuk berbagi. Memberikan harta yang dicintai kepada kerabat, pemberi terbaik saat sempit dan lapang, menyantuni anak yatim dan orang miskin, membantu musafir, peminta-minta, memerdekakan hamba sahaya, memberikan zakat dan menepati janji. Sikap mental kesehariannya selalu memaafkan. Mampu menahan kebencian dan tetap berbuat baik kepada yang telah zalim kepadanya sekalipun. Manusia bertakwa dicintai Allah SWT, Mendapatkan kebahagiaan abadi, kemenangan dan selalu dilindungi.
Diberikan kelebihan berupa anugerah petunjuk untuk membedakan kesalahan dan kebenaran. Mendapatkan jalan keluar pada setiap kesulitan. Dimudahkan segala urusan, serta dilimpahi berkah dalam kehidupan. Buah ketakwaan adalah kemuliaan. Dari ketakwaan, manusia juga akan memperoleh rida Tuhan. Allah SWT berfirman, “Dan di antara manusia ada yang mengorbankan dirinya untuk meraih keridhaan Allah. Dan Allah Maha Penyantun terhadap hamba-hamba-Nya,” (Al-Baqarah: 207).
Tak ada puncak kenikmatan hidup selain mendapatkan ridha-Nya. Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri ra.: Bahwa Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah berfirman kepada penghuni surga: Hai penghuni surga! Mereka menjawab: Kami penuhi seruan-Mu wahai Tuhan kami, dan segala kebaikan ada di sisi-Mu. Allah melanjutkan: Apakah kalian sudah merasa puas? Mereka menjawab: Kami telah merasa puas wahai Tuhan kami, karena Engkau telah memberikan kami sesuatu yang tidak Engkau berikan kepada seorang pun dari makhluk-Mu. Allah bertanya lagi: Maukah kalian Aku berikan yang lebih baik lagi dari itu? Mereka menjawab: Wahai Tuhan kami, apa yang lebih baik dari itu? Allah menjawab: Akan Aku limpahkan keridaan-Ku atas kalian sehingga setelah itu Aku tidak akan murka kepada kalian untuk selamanya,” (HR. Muslim). Wallaahu’alam.
Iu Rusliana, Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah dan Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Bandung
Sumber, Kompas, 13 April 2022