Lindungan Allah pada Hari Kiamat

Peristiwa hari Kiamat digambarkan dalam Alquran surah al-Qiyaamah. “Maka apabila mata terbelalak ketakutan. Dan bulan pun telah hilang cahayanya. Lalu matahari dan bulan dikumpulkan. Pada hari itu, manusia berkata, ‘ke mana tempat berlari’. Tidak. Tidak ada tempat berlindung. Hanya kepada Tuhanmu tempat kembali pada hari itu.” (QS [75]: 7-12).

Ia fokus menyejahterakan rakyatnya, sesuai dengan tugas yang dibebankannya. Pemimpin yang adil cermin ketakwaan kepada Allah SWT. Sabda Rasulallah SAW, kepemimpinan itu amanah dan pada hari Kiyamah menjadi penyesalan dan penghinaan, kecuali orang yang mendapatkan kepemimpinan itu dengan benar dan melaksanakan tugas kepemimpinannya dengan sebaik-baiknya. Imam adil akan mendapatkan lindungan Allah SWT. Sebaliknya, imam yang khianat menjadi penyesalan dan penghinaan pada hari Kiamat.

Kedua, syaabun nasyaa fii íbaadatillah, pemuda pemudi yang tumbuh dan berkembang sibuk dengan ibadah kepada Allah secara ikhlas, tidak riya ingin dilihat dan dipuji orang. Titik tolaknya iman, garis amalnya amal saleh dan tujuannya semata-mata mencari ridha Allah SWT, tidak untuk mencari popularitas dan pencitraan di hadapan manusia.

Ketiga, rojulun qolbuhu muallaqun fil masaajid, seseorang yang menggantungkan hatinya kepada masjid. Ia selalu ingat untuk shalat berjamaah dan memakmurkan masjid yang tujuannya hanya semata-mata mencari ridha Allah. Ia tidak terpukau oleh gemerlapnya kehidupan dunia, jabatan, dan kekuasaan yang berada di sekitarnya, tetapi tetap hatinya istiqamah mencari ridha Allah. Ia merasa gelisah kalau setelah mendengar azan tidak segera pergi ke masjid untuk shalat berjamaah.

Keempat, warajulaani tahabbaa ijtamaáá watafarraqaa fiillaah. Dua orang yang melakukan persahabatan sangat akrab, saling menyayangi dan mencintai karena Allah, begitu juga berkumpul dan berpisah karena mencari ridha Allah. Persahabatan bukan karena ada motif harta, jabatan, atau keturunan, melainkan hanya semata-mata mencari ridha Allah.

Kelima, warajalun dzaathu imraatun innii akhaafullah, seorang laki-laki yang diajak untuk memenuhi keinginan perempuan yang memiliki kekuasaan dan kecantikan, tetapi ia berkata, “Sungguh aku takut kepada Allah”. Keenam, tasaddaqa bisadaqotin fa akhfaahaa, orang yang ber sedekah kemudian menyembunyikan amalnya itu, hingga seolah-olah tangan kirinya, tidak mengetahui apa yang telah diinfakkan oleh tangan kanannya.

Ketujuh, dzakarallahu khaaliyan fafaadhat aenaahu, seseorang yang mengingat Allah dalam kesendirian di keheningan dua pertiga malam, kemudian secara tidak terasa matanya berlinang. Bangun tengah malam melaksanakan shalat Tahajud.

Dia beristighfar kepada Allah, mengakui atas berbagai dosa-dosa yang dilakukannya dan dia sangat takut akan azab Allah pada hari kemudian, ia melakukan tobat dengan sebenarbenarnya, kemudian secara tak terasa mencucurkan air mata karena atas kesadarannya akan dosa-dosanya itu. Dan yakin kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal (QS 87:17). Mudah-mudahan kita semua kaum Muslimin, kelak kemu dian pada yaumul Qiyamah termasuk kelompok tujuh golongan yang akan mendapat lindungan-Nya. Wallahu a’lam.[]

Nanat Fatah Natsir, Ketua Senat dan Guru Besar UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Sumber, Hikmah Republika 8 Agustus 2018 

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *