(UINSGD.AC.ID) Pengukuran CPL (Capaian Pembelajaran Lulusan)/ ELO (expected learning outcome) ELO/ SO(Student Outcome) digunakan untuk menyesuaikan lulusan dengan dunia kerja (user), mengingat kurikulum yang dikembangkan hari ini berbasis outcomes. Tujuannya, untuk menjawab tantangan pendidikan 4.0 dan peluang-peluang pekerjaan masa depan (unpredictable job opportunity).
FAH terus melakukan inovasi kurikulum yang implementatif, mengikuti sistem manajemen mutu yang dicanangkan UIN SGD Bandung. Hal itu dilakukan, seiring dengan perkembangan zaman serta penyesuaian terhadap kebutuhan dunia kerja.
Hanya, dalam penerapan kurikulum berstandar Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dirasa masih belum sempurna, baik dalam hal struktur kerangka penyusunan dan implementasi kurikulum, maupun evaluasi pelaksanaannya.
Dekan FAH UIN SGD Dr H Setia Gumilar, M.Si menyatakan hal itu, saat membuka workshop Evaluasi Kurikulum Merujuk KKNI, di Puri Khatulistiwa Sumedang, Senin (28/03/2021).
Workshop menghadirkan narasumber Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia Dr Rudi Susilana, M.Si dan Ketua Satuan Penjaminan Mutu Universitas Padjadjaran Dr Hj Rd Funny Mustikasari Elita, M.Si.
Dihadiri unsur Dekanat FAH, para ketua/sekretaris jurusan Bahasa dan Sastra Arab (BSA), Sastra Inggris (SI), Sejarah Peradaban Islam (SPI); para dosen dan tenaga kependidikan.
Diterbitkannya Peraturan Presiden no 8 tahun 2012 tentang KKNI mendorong semua perguruan tinggi untuk menyesuaikan diri dengan ketentuan di dalamnya. KKNI merupakan pernyataan kualitas SDM Indonesia, dimana tolok ukur kualifikasinya ditetapkan berdasarkan capaian pembelajaran (learning outcomes) yang dimilikinya.
“Kurikulum pendidikan tinggi merupakan program untuk menghasilkan kualitas lulusan yang setara dengan kualifikasi yang disepakati dalam KKNI. Nah, melalui workshop kali ini, kita evaluasi, apa saja problem yang dihadapi PAH dalam implementasi kurikulum KKNI? Sejauhmana alumni kita dibutuhkan oleh user?” ujar Dr Setia.
Di akhir sambutannya, Dr Setia menyadari bahwa perubahan kurikulum berbasis KKNI bukan perkara mudah, dibutuhkan pemahaman dan komitmen dosen, didukung ketua jurusan dan dekan. Tidak sebatas perubahan dokumen tertulis, tetapi juga perubahan paradigma dosen, budaya akademik, dan fasilitas kampus yang merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran.[nanang sungkawa]