Kuasai Multibahasa, Helmi Tergila-gila Negeri Matahari

[www.uinsgd.ac.id] Kalaulah bertemu, baik di kampus maupun berpapasan di perjalanan, ia akan menyambut dengan ekspresi wajah sumringah. Paras wajahnya khas dan suara tawanya menggelikan. Mengobrol dengannya sangat asyik. Terlebih, bila kita bisa menyempatkan bersantai bersamanya, nyaris dapat dipastikan suasana canda tawa akan terbangun dengan begitu alami. Bukan karena topik obrolannya semata, tapi juga tingkahnya yang juga lucu. Ia, Helmi Rizki Musyaffa, mahasiswa yang menguasai multibahasa dan tergila-gila Negeri Matahari.

Tingkah unik lain di saat ia marah-marah. Bukannya takut, melainkan terpancing untuk tertawa geli.  Misalnya, ketika ia marah pada seseorang, ia akan berujar, “Tembak mati!” dengan intonasi tinggi, dan peragaan yang menggelikan. Terkadang, ia juga akan bilang, “Harakiri saja!” dengan tingkah layaknya seorang yang menusukan pedang pada perut sendiri. Tentunya ini bukan marah yang sebenarnya, melainkan suatu gurauan yang tak tertandingi lucunya.

Helmi Rizki Musyaffa, 21 tahun, adalah mahasiswa tingkat dua jurusan Pendidikan Bahasa Inggris di kampus Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Saat ini, ia juga seorang santri di Pondok Pesantren Universal Al-Islami yang terletak di Jl. Kel. Cipadung No 1 Cibiru Bandung. Ia berasal dari Karawang, Rengasdengklok.

Meskipun mahasiswa yang ingin dipanggil “Prof Helmi” ini berasal dari Karawang yang terkenal berwatak keras, namun pada dasarnya Helmi baik hati dan bisa dijadikan teman terbaik. Karena ia selalu menolong sesamanya. Sehari-hari, pria yang hobi menanam dan beternak ini tidak hanya sibuk kuliah dan mengaji saja, namun juga memiliki semangat berdagang, agar bisa selalu mengisi tabungannya. Meski sibuk, pria pasangan Ahmad Khoerudin dan Neni ini menganggap bisnis sebagai tantangan yang harus selalu dihadapi.

Bila sewaktu-waktu kita bertemu dengannya, wajar bila ia tampak enggan bersalaman. Tapi, dengan sigap, ia akan menundukan badan seolah memberi hormat ala Jepang, sambil mengucapkan, “Hai!” (bahasa Jepang). Dengan wajahnya, yang oriental kita seolah nampak berada di Jepang saja.

Tujuh Bahasa

Semenjak berkenalan dengan Bahasa Jepang saat SMA, Helmi menjadi sangat tergila-gila pada Negeri Matahari ini. Kalaulah di UIN ini ada jurusan Bahasa Jepang, tentunya ia akan sangat antusias untuk memilih jurusan ini. Namun ketiadaannya membuat pria yang rajin tahajud ini harus ikhlas berada di jurusan Pendidikan Bahasa Inggris.

“Saya sangat tertarik pada Jepang. Jepang menurut saya, negara yang sangat-sangat tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, karena jawabannya ada pada lubuk hati yang paling dalam. Saya juga tidak tahu mengapa saya bisa tertarik dengan negara yang pernah menjajah Indonesia, tanah air tercinta ini,” ungkapnya.

Ternyata di jurusan bahasa ini, ia menjadi termotivasi untuk mempersalam bahasa asing lainnya. Hingga saat ini, ia mampu diajak berbicara dalam 7 bahasa: Indonesia, Sunda, Inggris, Arab, Jepang, Turki, dan Thailand. Bahasa Turki mulai ia pelajari sejak Pebruari 2012 lalu, sedangkan bahasa Thailand mulai ia pelajari hanya baru seminggu yang lalu.

Pria kelahiran Karawang 5 Agustus 1991 ini belajar bahasa Turki di pesantrennya. Karena sekarang, di sana tersedia jadwal bahasa Turki setiap malam Minggu ba’da maghrib. Pengajarnya adalah salah satu mahasiswa asal Turkmenistan bernama Suhrab Kadirov yang mahir bahasa Turki. Menurutnya, bahasa Turki sangat menarik dan mudah dipelajari asalkan ada niat juga bersungguh-sungguh.

Meskipun baru mengenal bahasa Thailand seminggu yang lalu, namun ia cukup mahir. Helmi mempelajarinya dari tiga teman asal Thailand yang juga sekaligus santri baru di pesantren yang didirikan seorang dosen bernama Tatang Astarudin. Mereka adalah Abdullah, Sukri dan Ibrahim. “Bahasa Thailand sangat rumit, dengan penulisan hurufnya yang mempunyai 27 huruf vokal dan 44 konsonan. Tetapi Bahasa Thailand, juga mempunyai kelebihan dan daya tarik untuk dipelajari,” jelasnya.

Helmi bercita-cita bisa ke luar negeri, khususnya ke Jepang. Ia berharap bisa bekerja di sana dan tinggal bersama istrinya nanti. Makanya ia banyak-banyak menguasai bahasa, karena baginya dengan bahasa semuanya menjadi mudah. “Dengan bahasa, kita bisa berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain, dan bahkan dengan masyarakat dunia. Karena bahasa adalah suatu alat pengantar untuk berbicara, supaya bisa mendapatkan informasi dan ilmu pengetahuan.”***

Sumber: BandungOkeCom

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *