Kritisi Media Penyiaran, KAT dan BEM Fidkom Gelar Talkshow

[www.uinsgd.ac.id] Dalam demokrasi, media ditempatkan sebagai pilar sangat penting. Tak heran bilsa media diharapkan mampu menjadi pilar demokratisasi bagi masyarakat, tidak terjebak pada kepentingan bisnis semata.  

Untuk berbagi pemahaman pentingnya budaya literasi media dan mengkritisi lembaga penyiaran yang selama ini cenderung lepas kontrol, Komunitas Anak Tangga dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Bandung akan menggelar talkshow bertajuk “Urgensi Media Penyiaran Menuju Masyarakat Demokratis”.

Talkshow tersebut akan menghadirkan pembicara yang kredibel di bidang regulasi dan etika dalam media penyiaran.  Talkshow ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang pentingnya kesadaran masyarakat untuk bersikap proaktif dan kritis,” kata Ketua Pelaksana Iqbal Tawakal, Minggu (07/04).

Talkshow, jelas Iqbal, akan digelar Senin (08/4/2013), di Lantai 4 Aula Fakultas Dakwah Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Pembicara dalam talkshow tersebut di antaranya Dede Mulkan (Dosen dan Admin Group Cerdas Menonton Televisi),  Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat,  Aliansi Jurnalis Independen Kota Bandung, Jaringan Radio Komunitas Indonesia, dan Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP).

Mengkritisi Penyiaran

Lebih jauh Iqbal mengungkapkan, dalam  Undang-undang No. 32 tahun 2002 dijelaskan bahwa fungsi media penyiaran adalah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial. “Ini sebagaimana termaktub dalam pasal 4 ayat 1. Dalam ayat 2-nya, ditegaskan bahwa dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan,” paparnya.

Diakui Iqbal, di era visualisasi saat ini, media penyiaran bukanlah hal baru. Media menjadi jembatan untuk menghubungkan antara lembaga sebagai komunikator yang menyalurkan berbagai informasi dengan khalayak sebagai komunikan.

“Tak dipungkiri pengaruh media penyiaran semakin hari semakin mengental. Diperparah lagi dengan keadaan masyarakat yang umumnya hanya  menerima tanpa adanya upaya mengkritisi,” tandasnya.

Dalam konteks itulas,  kata Iqbal, peran media penyiaran seharusnya bukan hanya sebagai kontrol sosial atau alat untuk mempengaruhi khalayak semata. Tetapi juga bagaimana membuat khalayak  menjadi cerdas. Tak hanya itu, para pengelola media penyiaran dituntut bersikap bijak tanpa harus terkontaminasi kepentingan pemilik media.***[sumber: bandungoke.com]

 

 

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *