Kontribusi Pemikiran Yūsuf al-Qaradāwi dalam Pengembangan Hukum Islam

[www.uinsgd.ac.id] Forum Diskusi Malem Reboan (FDMR)  Dosen UIN SGD Bandung menggelar Diskusi rutin mingguan ke-14 dengan menghadirkan pembicara Dr. Badri Khaeruman, M.Ag yang membahas tentang “Kontribusi Pemikiran Yusuf Al-Qaradhawi Bagi Pengembangan Pemikiran Hukum Islam”  di rumah Dr. Adeng Muchtar Ghozali, M. Ag Kompleks Bumi Penyileukan  B-10 No.6 Kelurahan Cipadung Kidul, Kecamatan Panyileukan Kota Bandung, Selasa (16/7)

Dalam diskusi yang dihadiri oleh sekitar 20 orang ini difokuskan pada “Studi atas Fatwa-fatwa Kontemporer yang Berkaitan dengan Tantangan Perubahan Perubahan Sosial.” Menurut dosen Fakultas Ushuluddin ini, Al-Qaradhāwi menempatkan dirinya sebagai kelompok moderat di antara sikap ekstrem dan liar, dengan alasan sebagai sikap yang terbaik dan merupakan jalan tengah antara dua titik antara kelompok pemikiran yang ekstrem yakni antara kelompok tekstualis yang mengabaikan ruh dan asrar SharÄ«’at dan kelompok liberalis yang sebaliknya cenderung mengabaikan nash. “Sikap moderat tersebut merupakan kebenaran yang realistis dan merupakan pijakan pemikiran Ibnu Taymiah yang menyatakan bahwa kebenaran itu pada yang riil bukan dalam angan-angan,” tegasnya.          

Moderasi dan toleransi al-Qaradhāwi tersebut terlihat jelas ketika ia memunculkan istilah baru dalam diskursus ijtihād kontemporer, yakni istilah “Ijtihād Intiqāiy” dan “Ijtihād Inshāiy”.
 
Berkenaan dengan perubahan sosial dan masyarakat selalu menuntut adanya perubahan hukum, sebaliknya perubahan hukum dapat menimbulkan perubahan sosial. Dalam ajaran Islam perubahan hukum selalu inheren di dalamnya.

Ajaran Hukum Islam ada yang bersifat qat’i, yang tidak berubah sepanjang zaman, ada yang bersifat elastis (zanni), dapat berubah sesuai dinamika zaman. Ini sebagaimana diisyaratkan dalam kaidah Taghayur al-fatwa bi taghayur al-azminah wa al-amkinah wa al-akhwāl wa al-‘awāid wa al-niyāt.

Munculnya YÅ«suf al-Qaradhāwi yang dikenal dengan fatwa-fatwanya, “Semuanya itu untuk merespon kebutuhan perubahan pemikiran hukum yang lebih sesuai dengan tuntutan zama,” paparnya

Fatwa-fatwa al-Qaradhāwi itu dapat dilacak melalui buku-buku yang ditulisnya seperti: al-Ijtihād al-Mu’āsir baina al-Ind}ibāt wa al-Infirāt, al-Halāl wa al-Harām fi al-Islām dan Min Hadyi al-Islām Fatāwa Mu’āsirah.  “Ini menunjukkan bahwa tokoh ini memiliki konsep hukum dan kontribusinya bagi pengembangan Hukum Islam dewasa ini,” sambungnya.

Untuk mengungkap permasalahan-permasalahan penelitian ini digunakan metode analisis isi (content analysis) untuk menjelaskan konsep pemikiran Hukum Islam dalam konteks perubahan sosial. Adapun untuk membedah orisinalitas pemikiran al-Qaradāwi digunakan metode perbandingan dengan pemikiran para ulama lainnya.

Dari segi metode, al-Qaradāwi yang memberikan fatwanya menggunakan metode Bayāni, Ta’lÄ«li dan Maqāsid al-SharÄ«’ah. Ta’lÄ«li atau qiyāsi menurut al-Qaradhāwi merupakan perpanjangan makna nas. Dalam memahami maqāsid al-sharÄ«’ah, al-Qaradāwi menggunakan metode Intiqāiy dan Inshāiy. Intiqāiy adalah tarjÄ«h atas fatwa-fatwa yang ada.

Sedang Inshāiy, adalah metode atas persoalan baru yang tidak ada dalam nas secara langsung maupun dalam fatwa-fatwa ulama pada masa lalu. Dari aspek teori, metode Intiqāiy dan Inshāiy mampu menetralisasi perbedaan madzhab di kalangan umat. Karena sebelum mengambil istinbat hukum, terlebih dahulu diharuskan menggali khazanah hukum yang telah ada. Dengan begitu, metode Intiqāiy dan Inshāiy, mampu menggabungkan seluruh prinsip fiqh yang ada dalam khazanah Islam, juga akan memunculkan berbagai kaidah usÅ«l fiqh yang baru, atau menguatkan kembali kaidah yang lama sesuai dengan adanya ‘illat baru atas hukum itu sendiri.

“Nilai-nilai komprehensif yang terkandung dalam kedua metode tersebut, jelas menempatkan perubahan sosial sebagai wujud dari kemajuan teknologi dewasa ini, bukan merupakan ancaman bagi keterasingan hukum Islam di tengah-tengah kehidupan masyarakat, melainkan sebagai anugerah yang harus disyukuri. Karena kemajuan identik dengan kemudahan,” pungkasnya. [Ibn Ghifarie, Adeng Muchtar Ghozali]

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *