KOMUNIKASI DENGAN HATI LAPANG

(UINSGD.AC.ID)-Idul fitri menjadi momen yang penting dan begitu istimewa. Selain puncak ibadah setelah 30 hari puasa di bulan Ramadhan, Idul Fitri penanda hari kemenangan dan ada ritual yang begitu berharga, yaitu meminta maaf kepada orang lain sekaligus memaafkan orang.

Suasana haru pun tidak bisa dielakkan lagi di hari Idul Fitri. Tidak sedikit orang menangis sedih, bahagia, dan ada perasaan plong karena sudah meminta maaf dan dimaafkan. Hubungan pun kembali normal, sudah tidak ada lagi beban dan kegelisahan, sehingga tenang menjalani rutinitas seperti biasa.

Islam tidak sembarang memerintahkan umat muslim untuk melakukan kegiatan maaf dan memaafkan. Sangat disayangkan kalau di hari yang spesial tidak dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk meminta maaf dan memaafkan. Jangan sungkan dan malu segeralah untuk meminta maaf, dan jangan berat hati untuk memaafkannya. Namanya juga manusia dalam beraktivitas akan ada perbedaan, perselisihan, dari yang kecil sampai besar.

Maaf yang dalam istilah Arab ditulis al-‘afw. Dalam kamus Al Munawwir artinya penghapusan atau ampunan. Orang yang memberi maaf, berarti orang tersebut dengan tulus mau memaafkan orang lain sampai tidak ada lagi perasaan membenci dan ingin membalasnya. Orang yang telah memaafkan kesalahan orang lain berarti ia benar-benar menghapus dan tidak mengungkit-ungkitnya kembali perasaannya yang pernah terluka.

Selain menuntaskan masalah, memaafkan kesalahan orang lain ini banyak manfaatnya. Memberi maaf dan meminta maaf bisa meningkatkan kualitas hubungan, sehingga bisa lebih produktif lagi untuk hal-hal yang positif. Kalau dalam bahasa komunikasi, adanya hubungan baik berarti akan terjadi komunikasi efektif.

Menurut Everett L. Worthington Jr. (1998), bahwa orang yang mau memaafkan orang lain, bisa memengaruhi kesehatan mental dan fisik, membantu mengelola stres, dan tidak merasa tertekan lagi. Dengan memaafkan orang lain, berarti dia menghapus memori dendamnya,
menghilangkan kebenciannya sehingga hatinya terbebaskan dari berbagai tekanan ingin membalaskan pada orang yang dianggap telah dzalim padanya.

Berbeda dengan orang yang masih punya kenangan akan kesalahan orang kepadanya. Pikirannya akan terus terganggu untuk membalas dan mendoakan hal-hal negatif dari orang tersebut.

Kondisinya akan jauh berbeda dengan orang yang mau memaafkan. Pikiran menjadi tenang, tidak ada beban dan benar-benar terbebas dari perasaan-perasaan negatif yang bisa merusak konsentrasi dalam bekerja dan menjalankan aktivitas. Suhron dan kawan-kawan (2020)
hasil penelitiannya menunjukkan bahwa memaafkan bisa meningkatkan kebahagiaan. Bahagia karena sudah bisa kembali hidup dengan normal seperti biasa, yang pada fase sebelumnya tidak saling menyapa, saling membenci, dan lain sebagainya.

Setelah saling memaafkan di Idul Fitri, awalnya tidak lagi bertegur sapa menjadi akrab lagi. Setelah saling memaafkan orang kembali terbuka untuk berkomunikasi. Tidak ada lagi canggung dan beban yang merusak komunikasi, sampai komunikasi kembali pada jalur yang ideal. Kran komunikasi kembali lagi terbuka, dan pesan-pesan komunikasi deras mengalir ke berbagai komunikan yang sebelumnya mengalami penyumbatan.

Idul Fitri bisa membangun kembali gairah dan sensasi dalam berkomunikasi, dan orang pun bisa kembali merasakan keharmonisan dalam berinteraksi di masyarakat dan keluarga.

Dengan diawali niatan silaturahmi dan meminta maaf, koneksi yang sebelumnya terputus, orang kembali bisa berhubungan dan membuka lembaran komunikasi lagi. Bisa jadi setahun lamanya orang tidak berkomunikasi, karena ada keganjalan di dalam hatinya, namun dengan wasilah IdulFitri setelah saling memaafkan, mereka bisa kembali merajut kasih sayang dan komunikasi yang suci.

Idul Fitri menghilangkan hambatan-hambatan dalam berkomunikasi, yaitu hambatan karena ada perasaan kesal dan penuh dendam, perasaan rasa marah karena kecewa atau pernah disakiti, yang semuanya bisa merusak praktik komunikasi. Ketika ada perasaan dan pikiran negatif, maka komunikasi pun menjadi terganggu, komunikasi tidak terbuka, canggung, dan tidak kooperatif.

Idul Fitri mengajarkan umat manusia ketika berkomunikasi harus memiliki suasana hati bersih dan pikiran yang jernih. Perasaan yang tidak lapang karena ada permasalahan sebelumnya, maka komunikasi pun menjadi tidak lepas dan terbuka. Komunikasi pun seringkali tidak berjalan secara efektif, secara otomatis akan berusaha untuk mengalihkan komunikasi, sampai menghentikan komunikasinya dengan orang yang tidak termaafkan.

Oleh karena itu, hilangkan sifat-sifat negatif yang merupakan penyakit hati sekaligus pengrusak jalinan komunikasi. Kalau komunikasi sudah kembali normal, mari jaga agar komunikasi sejuk dan damai tidak hanya di hari fitri, juga pada hari-hari berikutnya.***

Encep Dulwahab adalah pengajar Komunikasi di Jurusan Ilmu Komunikasi UIN Bandung

Sumber, Ayo Bandung Selasa, 25 April 2023 | 05:48 WIB

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *