“Kuliah” jika diartikan sebagai “proses belajar yang berciri akademik” adalah suatu tindakan yang dilakukan secara sadar. Ia merupakan proses yang dilakukan atas dasar rencana dan langkah-langkah terukur untuk menghasilkan keluaran yang memuaskan. Tak hanya keluaran, kuliah juga harus menjadi jalan untuk menuai impact yang kongkrit tidak hanya buat si pelaku tapi juga bagi kehidupan yang lebih luas.
Kuliah itu kerja intelektual. Ia merupakan tindakan afirmasi yang meneguhkan sebuah penegasan bahwa manusia adalah “makhluk berpikir”. Manusia disebut makluk berpikir karena pikiran yang ada padanya adalah entitas yang bisa menjadi motor penggerak seluruh potensi yang dimilikinya.
Dengan itu, pikiran adalah “makhluk” potensial. Seumpama “bahan mentah” yang pada dirinya ada sejumlah potensi. Suatu potensi selalu berada dalam “posisi netral”. Sebuah keadaan yang belum bisa dikenali fungsi dan akibat yang dihasilkan dari tindakan yang dilakukannya.
Sesuatu yang potensial “harusnya” menjalar dan mengarah kepada sesuatu yang aktual. Dengan ini, keadaan aktual adalah semacam afirmasi atau pembuktian bahwa yang potensial berubah menjadi sesuatu yang kongkrit. Berubah menjadi sesuatu yang bisa dikenali benefit dan impact nya. Berubah menjadi sesuatu yang mengubah dan menggerakkan keadaan.
Manusia sebagai makhluk berpikir dengan itu adalah sosok makhluk yang pikirannya senantiasa hidup berdenyut. Tak pernah berhenti memikirkan sesuatu. Tak pernah usai melangkahkan kakinya memberikan jejak dan tanda yang bisa dikenali.
Dalam kerangka manusia sebagai makhkuk berpikir, kuliah dengan itu adalah respon positif yang memahami pikiran, dengan meminjam istilah Muhammad Iqbal, sebagai “prinsip gerak”. Pada dirinya “per se”, kuliah adalah siasat sadar yang dilakukan untuk merengkuh ilmu dan pengetahuan sebanyak mungkin. Pemilikan ilmu dan pengetahuan inilah yang menjadi pembeda antara manusia yang satu dengan manusia lainnya. Inilah barangkali maksud tuturan suci yang menegaskan bahwa “apakah sama orang yang mengetahui dengan yang tidak”?
Kuliah sebagai tindakan sadar merengkuh ilmu pengetahuan selalu berrelasi dengan “kepentingan”. Inilah yang disebut dengan “bipolaritas-kesadaran” kuliah. Disebut bipolaritas, karena kuliah bukan kerja intelektual yang tidak dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dan hasrat intelektual an sich.
Tindakan sadar kuliah adalah mengarah dan memiliki intensi keluar untuk membuktikan asumsi-asumsi dan dalil-dalil keilmuan yang dimilikinya. Inilah gerak “sentrifugal” kuliah. Gerak melenting ke luar yang memperhadapkan sekaligus menguji taji ilmu pengetahuan dengan “realitas” di luar dirinya.
Kuliah Kerja Nyata adalah nomenklatur untuk menyebut kuliah sebagai gerak sentripugal. Gerak mendermakan ilmu pengetahuan untuk berkhidmat memainkan peranannya dalam lingkup kehidupan yang lebih besar dan kongkrit. Kuliah Kerja Nyata dengan ini adalah aspek pilantropis dari kegiatan keilmuan. Ia merupakan tindakan seseorang pencari ilmu yang mencintai sesama manusia serta nilai kemanusiaan, sehingga ia benyumbangkan waktu, tenaga dan ilmu pengetahuannya untuk menolong orang lain.
Kuliah kerja nyata itu mengabdi. Seorang intelektual tak hanya berkurung diri di menara gading, membuat jarak dengan realitas di luar dirinya tapi ia juga terlibat memecah masakah dan menjadi bagian utuh dengan kehidupan yang lebih kongkrit. Kuliah kerja nyata itu memberdayakan dan bersinergi dengan masyarakat luas. Menggali potensi dan menjadi pemantik sumber daya masyarakat menjadi maksimal dan fungsional. Kuliah kerja nyata itu mengembangan dalil dan rumus-rumus keilmuan menjadi sesuatu yang bernilai dan berdampak pada kehidupan orang banyak.
Kuliah kerja nyata itu adalah implementasi kongkrit dari pesan agama yang menyatakan bahwa “sebaik-baik manusia adalah dia yang bermanfaat bagi manusia lainnya”Allahu a’lam[]
Bandung, 5 Desember 2019
Dr. Radea Juli A. Hambali, M.Hum, Wakil Dekan I Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung.