Kesalehan Lingkungan

Musim hujan tiba, banjirpun melanda. Akibatnya, di perjalanan, macet jadi pengalaman keseharian. Korban berjatuhan, merugikan secara materi, ekonomi dan menimbulkan duka nestapa. Sebuah peristiwa tahunan yang selalu terulang. Namun kita seolah tak berdaya, sulit keluar dari rutinitas bencana.

Banjir menaklukan superioritas manusia sebagai makhluk yang paling mulia. Menjadi hukuman atas ketidaksalehan kepada lingkungan. Ibarat keledai, begitu lambatnya kita belajar untuk kemudian mencari solusi dan keluar dari bencana akibat ulah sendiri. Boleh jadi, jalan dan tanggulnya ditinggikan, pun demikian dengan posisi rumah atau jalan. Namun, banjir seolah tak mau berkompromi, datang dan akan kembali lagi.

Dosa Kepada Lingkungan

Banjir adalah peringatan dari alam bahwa telah terjadi kerusakan dan ketidakseimbangan ekologis. Karena itu, manusia harus bertindak adil kepada lingkungan. Jangan rusak dan zalimi ekosistem, karena itu perbuatan dosa.  Namun ironisnya, dosa kepada lingkungan mungkin tak banyak yang mengingatkan atau menyadarinya. Khutbah atau ceramah para mubaligh pun tak banyak yang mengupasnya. Padahal lingkungan ini adalah ayat kauniyah, yang harus diperlakukan dengan ramah, sama halnya dengan sikap memuliakan ayat qauliyah.

Lingkungan adalah tempat manusia dan makhluk ciptaan Tuhan  lainnya hidup. Menjaganya adalah kewajiban, merusaknya adalah kekejian. Alam raya yang sangat luas, khususnya planet bumi ini, tempat manusia belajar tentang fenomena kehidupan dan tanda-tanda kebesaran-Nya. Tempat dimana manusia mengembangkan kebudayaan dan peradaban terbaiknya untuk diwariskan ke generasi selanjutnya.

Sayangnya, kita memperlakukan bumi ini dengan sangat tidak sepantasnya. Akibatnya, sebagaimana digambarkan oleh Thomas L Friedman, dalam bukunya berjudul: “Hot, Flat and Crowded: Why The World Needs A Green Revolution And How We Can Renew Our Global Future,” planet bumi ini telah panas dan mengalami kerusakan yang parah.

Kerusakan bumi terjadi karena perusakan lingkungan dan penggunaan energi yang semakin meningkat. Dampak dari perkembangan teknologi dan jumlah populasi manusia yang semakin padat. Ada permintaan pasokan energi (minyak dan gas) dan sumber daya alam lainnya yang melampaui batas. Hutan digunduli, sungai, danau dan laut dirusak ekosistemnya. Akibatnya terjadi kerusakan yang sangat parah.

Pada kasus yang sangat dekat, lihatlah sungai atau selokan di sekitar rumah. Umumnya kotor, bau dan dipenuhi oleh tumpukan sampah. Tempat dimana nyamuk dan beragam penyakit berkembangbiak. Sadar atau tidak, keseharian kita dikepung  penyakit, sampah dan lingkungan yang kotor. Sebagai contoh, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat menyebutkan bahwa lima sungai besar di Jawa Barat telah dicemari bakteri e-coli.

Dukungan Kebijakan

Masyarakat Sunda dikenal sebagai masyarakat yang relijius. Oleh karena itu, sangatlah mendesak bagi pemerintah Jawa Barat untuk mengembangkan kebijakan kesalehan lingkungan. Dukungan kebijakan akan menjadikan strategi menguatkan kesalahen lingkungan  tidak sekedar bersifat pribadi namun juga formal. Bentuk pendekatan fungsionalisme struktural yang juga harus disertai dengan keterlibatan penuh semua stakeholder terkait.

Praksis kesalehan lingkungan dalam keseharian setidaknya memiliki ciri sebagai berikut: pertama, membuang sampah kepada tempatnya dan memilah sesuai dengan jenisnya. Hal ini perlu edukasi dan pembudayaan yang tidak lama. Apabila melihat cukup banyak daerah yang berhasil, tidak ada kata tidak mungkin. Peran RT-RW dan sekolah sangat strategis untuk mendukung agenda ini.

Kedua, perangkat layanan publik terjaga kebersihannya. Angkutan umum, seperti angkota dan bus kota, jalan raya dan trotoar beserta gorong-gorong harus bersih dari sampah dan aksi vandalisme. Peran pemerintah sangat besar, utamanya keberadaan petugas kebersihan dan itu tetap harus disokong oleh kesadaran bersama masyarakat.

Ketiga, hukuman tegas kepada perusak lingkungan. Pada tingkatan birokrasi, janganlah mengeluarkan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) jika tidak memenuhi standar keseimbangan ekologis atau Rencana Tata Ruang dan Wilayah. Denda di tempat bagi yang membuang sampah sembarangan. Tentu saja, jumlah petugas dan penegakkan aturan harus mendukung upaya ini.

Keempat, ada program pengelolaan sampah, sehingga dapat bernilai guna. Perbanyak tempat sampahnya, dan pastikan tempat pembuangan akhirnya dikelola dengan baik. Di banyak daerah, sampah diolah menjadi produk yang menarik dan bernilai ekonomi.

Kelima, lingkungan bersih juga disertai dengan sikap hidup bersih dari sisi moral dan spiritual. Birokrasinya bersih dalam memberikan pelayanan, pun demikian masyarakatnya yang tertib. Peran elit agama sangat besar, kerjasama dengan pemerintah dan seluruh organisasi sosial keagamaan diperlukan.

Mungkin ada baiknya, atas dosa kepada lingkungan yang dilakukan selama ini, bersama-sama bertaubat yang sesungguhnya (taûbatannasûhâ). Lalu revolusi cinta lingkungan dikembangkan. Pada level individual, itu lah bentuk ibadah yang tidak hanya berdimensi horizontal, tapi juga vertikal.

Dalam Islam, membuang sampah adalah bukti nyata keimanan. Itu lah yang diajarkan oleh Baginda Rasul, Muhammad Saw.  Merusak alam sangat dilarang oleh Allah Swt. Dalam berbagai ayat al-Quran, Allah Swt telah memberikan berbagai peringatan. Misalnya dalam  al-Qur’an surat Ar-Ruum (31): 41 yang menyatakan:  “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Sebagai pencipta, Tuhan Maha Tahu, bahwa tangan manusia kerap merusak alam. Karena itu, peringatan diberikan, agar  tidak lalai dan selalu mencoba untuk melakukan yang terbaik. Tentu saja tidak mudah untuk memulainya, perlu kesadaran mendalam secara kolektif.  Untuk itu lah, kesalehan kepada lingkungan dibutuhkan. Mari memulai dengan sepenuh hati, dari rumah, sekolah dan lingkungan masyarakat sekitar. Dengan begitu, kita telah wariskan kelestarian kepada generasi mendatang.Wallâhu’alam.[]

Dadang Kahmad, Guru Besar Sosiologi Agama dan Direktur Program Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Sumber, Pikiran Rakyat 13 Desember 2013

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter