Kesalehan Jangan Sebatas Ramadan

Habis Ramadan, habis pula kesalehan itu. Realitas semacam ini tak harus terjadi, dan segera dicarikan penyebabnya. Jangan biarkan kejadian itu berulang setiap tahun.

(UINSGD.AC.ID)-BULAN suci Ramadan akan segera tuntas. Namun perilaku kesalehan yang kita lakukan pada bulan yang penuh rahmat ini tak harus selesai sebatas bulan sarat ampunan itu. Di luar Ramadan ini, kesalehan itu selain harus tetap terjaga, mestinya juga meningkat sebagai bukti ibadah Ramadan kita benar-benar berdampak positif terhadap pembangunan mentalitas dan perilaku keislaman kita.

Dikatakan begitu, karena Ramadan memang telah terbukti mampu menggenjot perilaku umat ke arah yang lebih baik. Yang sebelumnya jarang shalat berjamaah di masjid pun, tiba-tiba menjadi rajin dan tekun. Yang sebelumnya tidak pernah berinfak, juga tersentuh mengeluarkan hartanya untuk sesama. Walhasil, Ramadan telah berhasil mengubah perilaku umat ke arah yang lebih baik.

Cukup ideal memang, karena Ramadan terbilang berhasil melahirkan sikap keberagamaan umat Islam yang lebih komprehensif: ya saleh ritual, ya saleh sosial. Namun, di balik kebanggaan dan ketakjuban kita atas prestasi umat Islam di bulan Ramadan sesungguhnya tersimpan keprihatinan yang mendalam, yang sebaiknya segera dilakukan evaluasi dan introspeksi diri.

Keprihatinan itu terkait dengan fenomena berulang yang terjadi setiap tahun ketika Ramadan berakhir. Seperti ada rumus yang nyaris dapat dipastikan bahwa tuntas Ramadan, tuntas pulalah kesalehan kita itu. Ramadan tak ubahnya sebuah momentum kesalehan tahunan yang seolah tak harus dilanjutkan di luar Ramadan.

Fenomena itu terlihat nyata dengan perilaku umat yang kembali kepada karakter dan tabiat aslinya sebelum mereka menjalani hari-hari penuh kesalehan di bulan Ramadan. Yang awalnya jarang shalat berjamaah, kembali tak lagi menginjak masjid. Yang awalnya tak peduli pada sesama, kembali pula pada kehidupannya yang memang tak pernah terenyuh untuk membantu kaum dhuafa. Ramadan seperti tak ada dampaknya, bak air di daun talas: hilang lenyap tak ada bekasnya.

Fenomena Tahunan
Ramadan memang bakal usai. Tapi kesalehan yang telah terbentuk selama Ramadhan, mestinya berlanjut hingga di luar bulan yang suci itu. Hanya sayangnya, entah apa yang menjadi penyebabnya, kesinambungan atas kesalehan itu tak banyak berlangsung. Habis Ramadan, habis pula kesalehan itu. Realitas ini harus segera dicarikan penyebabnya, jangan biarkan kejadian itu berulang setiap tahun.

Perilaku ketakwaan sebagai target ibadah puasa pada bulan Ramadan, sesungguhnya juga harus memancar dalam perilaku keseharian umat Islam di luar Ramadan. Untuk mencapai derajat takwa yang sesungguhnya, ia pun harus menggenapkan kesalehan itu pada bulan-bulan di luar Ramadan. Sebuah tanggung-jawab para muttaqin yang memang tidak ringan. Habisnya kesalehan umat di bulan Ramadan sejalan dengan habisnya bulan suci itu harus dijadikan bahan renungan dan kajian semua pihak. Bahkan penelitian yang mendalam atas sebab-musababnya pun selayaknya menjadi fokus bidikan para peneliti muslim, guna mencari solusi yang tepat guna.

Fenomena tahunan yang kasat mata tersebut, hingga detik ini, tampaknya nyaris tak menjadi pernah dipikirkan secara sungguh-sungguh oleh organisasi, lembaga, dan para pemimpin Islam. Kita merasa sudah cukup enjoys melihat perilaku kesalehan umat di bulan Ramadan, tak pernah berpikir bagaimana kesalehan itu bisa berlanjut hingga bulan-bulan lain di luar Ramadan.

Kesalehan yang telah tumbuh bersemi di bulan Ramadan, menggelitik kita untuk mengkaji ulang akar penyebab terhentinya kesalehan itu di luar Ramadan. Kecenderungan sikap yang memi-sahkan kesalehan antara Ramadan dengan di luar Ramadan itu harus segera dikoreksi total. Karena muslim yang baik adalah muslim yang berperilaku islami di mana pun dan kapan pun ia berada. Kesalehan bagaimanapun harus terwujud tanpa harus terikat ruang dan waktu.

Pasalnya, dalam Islam, kesalehan dan ketakwaan seorang muslim merupakan pakaian keseharian yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Bukan hanya di bulan Ramadan, tapi juga di bulan-bulan lain di luar Ramadan. “Berbekallah kalian, sesungguhnya bekal yang paling baik adalah takwa,” demikian firman Allah SWT dalam Al-Baqarah ayat 197.
Berbahagialah para pelaku puasa yang berhasil menggapai ketakwaannya. Berbahagia pulalah mereka yang telah kembali kepada kesucian. Tapi sadar dan ingatlah, ketakwaan itu tak cukup hanya terwujud di bulan Ramadan, tapi juga mesti nampak dalam perilaku kehidupan di bulan-bulan lain di luar Ramadan. Kesucian yang telah diraih, juga harus dipelihara dan dijaga dengan berperilaku saleh kendati Ramadan itu telah berlalu.

Tumbuhnya kesalehan beragama yang tak terbatas ruang dan waktu menjadi tanggung jawab kita bersama untuk menyemai dan menyebarkannya. Di tengah kondisi umat yang cepat berpuas diri hanya dengan kesalehan di bulan Ramadan, harus segera diingatkan dengan pentingnya kesalehan hidup di bulan-bulan lain di luar Ramadan.

Kesalehan Sepanjang Masa
R
amadan yang secara faktual telah behasil membangun kesadaran umat untuk berperilaku saleh, menyimpan tanggung-jawab kita untuk menyuntik kesadaran mereka untuk selalu senantiasa melanggengkan kesalehan itu di bulan-bulan setelah Ramadan. Tanggung-jawab organisasi, lembaga, dan para tokoh Islam yang sungguh tidak ringan. “Allah tidak akan mengubah apa yang ada pada satu kaum, sebelum kaum itu mengubah apa yang ada pada dirinya.” (QS. 13: 11).

Paradigma pemahaman yang keliru tentang kesalehan antara bulan Ramadan dengan kesalehan di luar bulan Ramadan harus segera dihentikan. Menjadi kewajiban kita untuk menyuntik umat dengan kesadaran akan pentingnya kesalehan sepanjang masa, sepanjang hayat di kandung badan. Menjadi kewajiban kita untuk berjihad meluruskan pemahaman keliru yang menghinggapi umat tentang makna kesalehan dan ketakwaan itu sendiri.

Para petinggi Islam dituntut kesadarannya untuk memperbaiki realitas yang tak semestinya terjadi itu. Terhentinya kesalehan umat setelah Ramadan memberikan sinyal nyata tentang adanya “something wrong” tentang pemahaman kesalehan dan ketakwaan yang mereka pahami. Sesuatu yang salah inilah yang harus segera dibenahi dan diperbaiki. Mari kita jadikan tahun ini sebagai tahun perbaikan bagi pemahaman makna dan pentingnya kesalehan dan ketakwaan yang mesti dilakukan sepanjang masa. Tak terbatas bulan Ramadan semata. ***

Dr. Enjang Muhaemin, M.Ag., Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Sumber, Galamedia 28 April 2022

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter