Kepemimpinan Kharismatik Kyai Dalam Konteks Sosiologi Jawa

Salamet: Kepemimpinan Kharismatik Kyai Dalam Konteks Sosiologi Jawa (Studi Kasus Terhadap Kyai Ramdlan Siraj Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam dan Kyai A. Buya Busyro Karim Pengasuh Pondok Pesantren Al-Karimiyah Kabupaten Sumenep Madura)

Keberadaan kyai di tengah masyarakat merupakan sebagai figur tauladan dan sumber inspirasi, khususnya dalam bidang keagamaan. Kepemimpinan kyai dalam konteks sosiologi Jawa berawal dari suatu kharisma, sehingga kyai dipandang sebagai manusia suci (superhuman) yang memiliki hak otoritas dalam menafsirkan agama. Karenanya, fenomena kyai sebagai figur tersebut merupakan suatu diskursus yang sifatnya normatif, bahwa ia tampil sebagai pemimpin keagamaan bagi masyarakatnya dengan bermodalkan kharismatik yang dilegitimasi oleh kultur sosial-budaya Jawa.

Titik sentral penelitian ini difokuskan pada pola kepemimpinan kharismatik kyai Madura terkait dengan sosiologi Jawa, dimana kepemimpinannya dalam tradisi pesantren Madura masih bersifat kultural dan “feodal-kerajaan”. Dalam penelitian ini lebih mengkaji karakteristik, relasi dan legitimasi, dan sikap pengikut terhadap kepemimpinan kharismatik kyai dalam konteks sosiologi Jawa.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik indepth interview (wawancara mendalam). Dalam penelitian kualitatif ini memandang objek secara fenomenalogis, berpikir secara induktif dan deduktif, menjelaskan keseluruhan fenomena, lalu disimpulkan dari umum ke khusus. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan pendekatan studi kasus (case study) dan Life Story (Sejarah Hidup), dengan harapan lebih terfokus pada masalah penelitian. Sedangkan dalam bidang keilmuan, termasuk pendekatan interdisipliner yang meliputi bidang kesejarahan, sosiologi, dan keislaman. Tipologi penelitian ini terdiri field research (penelitian empirik), dan variabel di dalamnya terdiri atas subjek berupa tokoh agama (kyai), santri, dan Masyarakat.

Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori sosiologi khususnya teori Max Weber yang memaparkan tentang kepemimpinan kharismatik. Selain teori Max Weber sebagai Grand Teori, dalam melihat fenomena kepemimpinan kharismatik kyai, penulis juga menggunakan analisis arkeologis dan model geneologi dalam upaya pengumpulan data secara valid.

Walhasil, kepemimpinan kharismatik kyai Madura, seperti kyai Ramdlan dan kyai Busyro, terbangun atas beberapa faktor, di antaranya faktor genetik dan kemampuannya mempertahankan nilai-nilai kearifan moral kultural yang didasarkan pada ideologi ahlussunnah waljama’ah dalam organisatoris ke-NU-an Madura. Sedangkan kultur masyarakat Madura (Sumenep), secara kajian historis, mengalami percampuran budaya (inkulturasi/akulturasi) antara budaya Jawa dan Madura asli. Artinya, kepemimpinan kyai Madura terlihat bersifat feodal-kerajaan, terutama yang tergambar dalam tradisi pesantren-pesantren Madura. Kepribadian dan kemapaman moral kyai serta kemampuan pengetahuan keagamaan dan kemantapan dalam mempertahankan nilai kultural, menyebabkan mereka memiliki kekuatan menyedot massa. Kharismatik yang dimilikinya dilegitimasi dengan kualitas-kualitas pribadi dan kultural yang sudah dipengaruhi oleh kultur-sosial Jawa. Kharismatik yang demikian merupakan sebagai gambaran kualitas adimanusiawi (superhuman) yang memungkinkan mereka dapat memaksakan nilai-nilai risalahnya kepada para pengikutnya (masyarakat), sehingga sikap pengikut hilang kritisismenya dalam kesetiaan dan ketaatannya.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter