Kampus Merdeka, Kembalinya Paradigma Tradisional

Gagasan kampus merdeka memengaruhi sistem pendidikan yang sedang dijalankan oleh semua unit penyelenggara pendidikan. Gagasan yang dicetuskan oleh menteri pendidikan dan kebudayaan ini mengundang perhatian banyak orang yang melibatkan semua komponen dalam dunia pendidikan. Sebenarnya apa inti gagasan kampus merdeka ini sehingga mengundang perhatian banyak orang.

Menteri pendidikan dan kebudayaan berencana mengubah paradigma bahkan mindset setiap pelaku dan objek pendidikan. Ia berupaya untuk merubah konsep pendidikan yang diterapkan di peguruan tinggi. Dalam sesi wawancara dengan Dedi Corbuzier, Nadiem Makarim menjelaskan bahwa sistem pendidikan yang diberlakukan sekarang ini, menurutnya masih banyak kekuarangan terutama ketika lulusan perguruan tinggi masuk dalam dunia nyata yang begitu luas dan berbeda dengan ruang kelas yang sangat terbatas.  Beliau berpendapat bahwa kehidupan bagaikan sebuah lautan yang harus diselami oleh setiap manusia termasuk para alumni perguruan tinggi. Butuh banyak gaya agar bisa mangarungi lautan yang begitu luas, ungkapnya.

Apabila setiap lulusan hanya menguasai satu gaya, niscaya tidak bisa menyelami laut yang begitu luas. Yang terjadi dewasa ini setiap lulusan hanya memiliki kemampuan satu gaya saja kalau diibaratkan dengan teori berenang. Itulah yang terjadi dalam dunia pendidikan hari ini. Maka jangan aneh kalau saat ini banyak alumni perguruan tinggi yang tidak siap pakai karena talenta yang dikuasainya hanya satu gaya. Dalam realitas pendidikan sekarang, setiap lulusan sengaja di cetak hanya menguasai satu bidang ilmu. Program studi yang ada saat ini itulah yang dimaksud menteri pendidikan dan kebudayaan bahwa mahasiswa hanya dibentuk dalam satu disipilin ilmu, beliau menganalogikan dengan teori berenang yang hanya dikuasai satu gaya.

Nah, kampus merdeka menjadi paradigma monumental yang digagas oleh Mendikbud. Beliau berupaya menjadikan setiap lulusan perguruan tinggi tidak hanya mampu menguasai satu bidang ilmu saja. Harapannya setiap lulusan harus mampu menguasai berbagai macam disipilin keilmuan. Ilmu yang dipelajari di prodi masing harus mampu mengkolaborasikan dengan disiplin ilmu yang lainnya. Bagaimana caranya? Beliau menghimbau bahwa setiap mahasiswa dalam tiga semester dibebaskan untuk menimba ilmu pengetahuan lainnya di luar ilmu yang menjadi fokus kajiannya. Inilah yang dimaksud dengan kampus merdeka. Sebuah kampus yang memberi keleluasaan kepada setiap mahasiswa untuk menambah kemampuannya dengan mengkaji ilmu lain dengan cara mengkolaborasikan dengan ilmu yang dikajinya di prodi yang menjadi pilihannya. Konsep inilah menurut beliau akan mampu merubah karakter para lulusan perguruan tinggi.

Gagasan iniliah yang saat ini direspon oleh banyak pimpinan kampus. Para rektor berupaya untuk responsif terhadap gagasan kampus merdeka ini. Memang tidak mudah untuk bisa menerapkan gagasan ini. Sistem pendidikan yang berlaku saat ini sudah menjadi format baku yang dijadikan pijakan dalam melakukan pendidikan bagi setiap mahasiswa. Tetapi apa daya, kalau memahami dasar konsep kampus merdeka ini memang sangat fundamental memberikan evaluasi terhadap mekanisme sistem pendidikan yang sekarang diberlakukan. Menyongsong revolusi  industri, sudah selayaknya dan seharusnya kita mampu menjadikan lulusan perguruan tinggi yang siap pakai dan mampu memberikan kontribusi yang besar dalam dunia nyata.

Berbagai konsep harus cepat dirumuskan oleh para pemegang kebijakan di perguruan tinggi. Dari mulai menerjemahkan gagasan kampus merdeka tersebut ke dalam kebijakan hingga secara teknis kepada kurikulum yang saat ini mejadi pijakan dalam melakukan pendiidkan di perguruan tinggi. Mensosilisasikan gagasan kampus merdeka menjadi tahapan awal yang harus dilakukan oleh pimpinan kampus kepada seluruh civitas akademika. Hal ini dilakukan sebagi upaya awal dalam implementasi gagasan kampus merdeka. Sekuat apapun kebijakan yang akan dibuat  tanpa ada dukungan dari seluruh civitas akademika, niscaya akan mendapatkan berbagai kendala. Membutuhkan berbagai kekuatan yang harus dimiliki oleh semua civitas akademika, baik tenaga pikiran bahkan psikologis. Sebuah perubahan akan dilakukan pasti akan memengaruhi berbagai kemungkinan termasuk kesiapan dari berabagi komponen dalam sebuah lembaga pendidikan.

Setelah langkah awal ini dilakukan maka ketika kita akan melakukan perubahan kurikulum tidak akan menghadapi persolan serius dari komponen pendidikan tersebut. Saya memahami bahwa konsep kampus merdeka merupakan evaluasi terhadap paradigma modernitas yang hanya mementingkan spesialisasi dan profesionalitas. Sebagaimana diketahui paradigma modernitas sangat mengedepankan kemampuan yang terspesialisasikan.

Efek dari logika modernitas ini adalah hilangnya keinginan untuk memahami berbagai disiplin ilmu. Sehingga ketika kita dihadapkan dalam berbagai persoalan seperti yang terjadi saat ini, seorang lulusan tidak mampu eksis dalam menghadapi dinamika persaingan dalam dunia kerja yang begitu kompleks. Realitas sekarang membutuhkan multi talenta dalam setiap aspek kehidupan.

Saya teringat pada paradigma tradisional yang pernah terjadi dalam kehidupan ini. Eksistensi keilmuan yang tidak terspesialisasikan pernah terjadi dalam satu episode kehidupan. Kita pernah menyaksikan, satu orang mempunyai talenta keilmuan yang multi talenta. Seorang kyai, tempo dulu, begitu banyak menguasai berbagai disipilin keilmuan. Ia adalah ahli agama yang merupakan kemampuan inti nya. Tetapi ia juga mampu menguasai bidang ilmu lainnya, seperti politik, ekonomi, bahkan ilmu ketabiban pun dikuasainya. Maka dari itu, kyai pada tempo dulu mampu eksis dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan. Kondisi tersebut hanyut seiring dengan munculnya paradigma modernitas.

Kampus merdeka yang digagas oleh menteri pendidikan dan kebudayaan ini, saya pikir berupaya memunculkan kembali kondisi yang pernah terjadi pada tempo dulu, seperti apa yang terjadi dan dimiliki oleh seorang kyai. Mixed Method kalau dalam dunia penelitian menjadi tawaran dalam paradigma kampus merdeka. Mekanisme kolaborasi menjadi pola yang harus terjadi dan ditempuh oleh setiap lulusan perguruan tinggi. Tentunya hal ini membutuhkan sikap yang cerdas dari berbagai kalangan dunia pendidikan untuk merespon gagagsan kampus merdeka. Mendikbud mempunyai mimpi yang sangat besar dalam memajukan kualitas pendiidkan bangsa ini. Eksistensi semua lulusan perguruan tinggi, sangat ditunggu kiprahnya dalam menghadapi berbagai tantangan, terlebih saat ini kita dihadapkan dalam menghadapi era revolusi industri 4.0.

Menurut prof Arif, rektor IPB, masa pandemi covid 19 ini merupakan satu kondisi dimana setiap orang dihadapkan pada proses awal dalam menghadapai revolusi 4.0. penggunaan daring dalam setiap aspek kehidupan sedang di lakukan oleh setiap orang . WFH menjadi pintu awal dalam melaksankan titah dari esenai revolusi industri 4.0 ini. Semoga gagasan kampus merdeka menjadi awal bagi exsistensi bangsa Indonesia terutama dalam menciptakan lulusan perguruan tinggi yang berkarakter dan siap pakai dalam berbagai kondisi. Wallahu’alam.     

Dr. H. Setia Gumilar, M.Si, Dekan Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter