Internasionalisasi UIN Bandung

(UINSGD.AC.ID) — Telah terjadi pergantian pucuk pimpinan di kampus kami, Universitas islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.. Rektor baru. Harapan baru. Semangat baru. Mudah-mudahan menjadi lebih maju. Lebih unggul. Lebih kompetitif. Seperti visi selama ini, menjadi kampus yang unggul dan kompetitif.

Pak Rektor baru beberapa kali menyebut dalam sambutannya. Selama satu bulan pertama menjadi rektor: menuju internasionalisasi kampus. Tekad yang baik. Tekad yang perlu didukung oleh seluruh civitas akademika.

Terminologi internasionalisasi memang cukup kompleks. Fenomena yang multi dimensional. Jika membuka literatur, para peneliti dan akademisi telah mendefiniskan istilah internasionalisasi. Terutama internasionalisasi Pendidikan Tinggi. Dengan berbagai pengertian, ungkapannya berbeda-beda. Penekanannya juga berbeda-beda. Tentang apa yang disebut internasionalisasi kampus.

Dari berbagai definisi yang ada, saya hanya ingin mengutip dua definisi saja. Pertama, dari Paige (1993). Nama lengkapnya R. Michael Paige. Seorang Guru Besar bidang International and Intercultural Education. Lahir di Madison, Wisconsin. Dibesarkan di Los Angeles. Latar belakang pendidikannya zig-zag. Gelar sarjananya dari University of California, Los Angeles, bidang sejarah. Magister pertama juga bidang Sejarah dari universitas yang sama. Mengambil master yang kedua di Stanford University bidang sosiologi. Ph.D-nya di kampus yang sama di bidang pendidikan. Nampaknya bidang inilah yang paling ia seriusi. Tulisan-tulisannya banyak tentang pendidikan. Bergabung menjadi dosen di University of Minnesota sejak tahun 1977 sampai ia meninggal, l 9 November 2019.

Dalam bukunya Education for the Intercultural Experience (1993), Paige menulis. beberapa kriteria internasionalisasi kampus. Internasionalisasi berarti mengintegrasikan mahasiswa internasional. Menghadirkan akademisi internasional ke dalam kehidupan kampus. Kurikulumnya berstandar internasional. Akademisi di kampusnya terlibat aktif dalam aktivitas internasional. Infrastruktur kampusnya mendukung pendidikan berstandard internasional. Kepemimpinan kampusnya mendorong internasionalisasi pendidikan.

Kedua, dari Nilsson (2003). Dalam nada yang hampir sama. Nilsson mendeskripsikan apa yang ia maksud dengan internasionalisasi kampus. Nama lengkapnya Bengt Nilsson. Dari Malmo University Swedia. Dalam artikelnya Internationalization at Home: Theory and Praxis (2003). Nilsson mengajukan beberapa pertanyaan yang didasarkan kepada fakta bahwa setelah sepuluh tahun lebih, program student mobility seperti ERASMUS, mahasiswa di Eropa tidak lebih dari 10% yang pergi untuk kuliah di kampus-kampus di luar negeri.

Pertanyaannya, bagaimana memberikan dimensi internasional bagi mahasiswa-mahasiswa sisanya (90%) yang tidak kuliah di kampus luar negeri? Bagaimana menanamkan pemahaman kepada mahasiswa Eropa tentang orang yang berasal dari berbagai negara? Yang erasal dari berbagai budaya yang berbeda? Untuk menambahkan pengetahuan dan pemahaman mereka, agar mengetahui dan menghormati kehidupan manusia. Memahami masyarakat global dalam konteks multi-kultural. Di mata Nilsson, di sinilah perlunya internasionalisasi kampus.

Internasionalisai bagi Nilsson adalah kurikulum yang berstandar internasional. Dosen, mahasiswa dan tenaga kependidikan yang mobile secara internasional. Akademisi di kampusnya terlibat aktif dalam kegiatan akademik internasional. Mahasiswa, dosen dan staf kependidkannya bisa bahasa internasional.

Jika merujuk kepada dua definisi di atas, program internasionalisasi kampus cukup berat. Cukup menantang. Tapi bukan tidak mungkin dilakukan. Tinggal di breakdown saja dalam empat tahun ke depan. Sisi mana yang akan jadi prioritas dalam internasionalisasi. Apa yang akan dilakukan di tahun pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Apakah di tahun pertama fokus pada rekrutment mahasiswa internasional?

Atau fokus pada dosen, mahasiswa dan staffnya yang mobile secara internasional? Atau mahasiswa dan dosennya terlibat aktif dalam aktivitas dan diskursus akademik internasional? Atau fokus pada publikasi dosen dan mahasiswa pada jurnal-jurnal internasional? Kapan internasionalisasi kurikulum dan akreditasi prodi-prodi secara internasional? Atau menyiapkan dosen, mahasiswa dan staf bisa berbahasa internasional seperti disyaratkan Nilsson?

Kita punya tridharma perguruan tinggi. Bagaimana agar ketiga dharma itu bisa menginternasional? Penelitiannya dilaksanakan dan diakui di dunia internasional. Kurikulum dan proses pembelajarannya berstandard internasional. Pengabdian dosennya juga menginternasional. Ternyata PR-nya banyak. Perlu diurai dan diwujudkan satu persatu.

Prof Ahmad Ali Nurdin, Guru Besar ilmu politik UIN Bandung.

Sumber, NU Jabar Online Selasa, 12 September 2023 | 12:00 WIB

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *