Isu-Isu Universal dan Global Harus Jadi Perhatian Kemenag

[www.uinsgd.ac.id] Selain Isu isu lokal dan fakultatif yang tersimpul dalam hasil Rapat Kerja Nasional Kementerian Agama Tahun 2014, Kementerian Agama (Kemenag) juga tidak boleh lupa dengan isu – isu universal, isu global. Sebab tema- tema garapan Kemenag tidak hanya di dalam tembok- tembok geografis di lingkup tugas Kemenag, tetapi wilayah substansi sasaran Kemenag lintas batas atau melintasi berbagai batas-batas psikologis. Demikian disampaikan Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar ketika menutup resmi Rakernas Kemenag yang telah berlangsung dari tanggal, 6 s.d. 9 Februari 2012 di Bandung, Minggu (9/2). 

“Agenda-agenda global paling tidak akan menjadi perhatian bersama, siapapun dari kita tidak akan luput dari pemahaman standar seperti masalah-masalah intoleransi,” terang Wamenag.

Nasaruddin Umar menandaskan, masalah intolerasi juga menjadi isu global. Laporan PBB tahun 2013 masih mengungkap bahwa Indonesia masih memiliki catatan-catatan tinggi tentang radikalisme dan  terorisme. Survei beberapa lembaga tidak menunjukkan penurunan bahkan ada kecenderungan peningkatan, lebih khusus lagi radikalisme dan terorisme itu untuk tidak mengatakan dahulu berbasis di fakultas-fakultas umum terutama eksakta, tetapi angka terakhir menunjukan justru di fakultas-fakultas keagamaan mengalami peningkatan kuantitas dan intensitas.

“Ini perlu mendapatkan perhatian para rektor dan pimpinan Perguruan Tinggi Agama,” pinta Wamenag.

Seiring dengan itu – lanjut Wamenag- muncul deradikalisasi, tapi saat bersamaan kita harus berhati-hati berbicara tentang deradikalisasi, sebab itu bisa diartikan orang lain sebagai despiritualisasi (deislamisasi), bagaimana satu sisi kita melakukan deradikalisasi tanpa harus mengesankan despiritualisasi atau deislamisasi.

“Kedua kubu ini ada matanya sangat tajam, tentu di sini Kemenag sangat sensitif untuk disorot,” terang Nasaruddin.

Persoalan ekslusifisme masyarakat terang Wamenag masih juga  terlihat, tapi saat bersamaan juga liberalisme bukan hanya liberalisme ekonomi tapi juga liberalisme pemikiran keagamaan juga berkembang. Tahun-tahun lalu marak isu Islam liberal, lembaganya mungkin tidak, tetapi satu kondisi itu ada, dan masyarakat kita menilai itu harus diwaspadai.

“Semua ini kita harus sensitif dengan hal- hal tersebut,” kata Wamenag.

Fakta-fakta eksternal juga menurutnya tidak boleh luput dari perhatian, misalnya ketidakadilan ekonomi yang dalam skala global di beberapa wilayah dunia menimbulkan ekstrimisme keagamaan. Jadi terorisme lebih merupakan akibat dari suatu sebab. Efek badai gurun (Arab Spring) ternyata juga menular kemana-mana dan ada eskpor terorisme dan seterusnya. Menurut Wamenag terorisme adalah anak kandung globalisasi yang salah manage.

“Untuk isu-isu seperti ini, kita  perlu memiliki mata yang berlapis-lapis,” ujar Wamenag.

Kemudian juga agenda-agenda kerukunan yang sangat spesifik ini juga tidak luput dari perhatian kita, siapapun kita atau jabatan kita karena kita sebagai pejabat atau pegawai Kemenag, agenda kerukunan itu seperti masalah –masalah kontemporer masalah pengertian-pengertian  atau masalah definisi, kita ditantang untuk banyak membaca, mengasah gergaji untuk menebang pohon lebih besar, lebih banyak, lebih produktif. 

Tentang definisi aliran sesat, Wamenag menegaskan jangan sampai mengaliransesatkan yang tidak sesat atau membiarkan aliran sesat tanpa ada reaksi dari kita, jadi harus ada standar pengertian yang ini kadang-kadang harus kita cari sendiri.

“Harus proaktif usaha kita untuk mempelajari kedalaman substansi yang kita hadapi sebagai pejabat, dan bila tidak kita pahami, hal itu menjadi persoalan,” tegas Wamenag.

Nasaruddin Umar juga menyoroti penggunaan simbol-simbol keagamaan dalam berbagai tempat dalam berbagai event. Menurutnya, simbol simbol agama itu sangat sensitif tapi juga sangat penuh tantangan, juga dampak lain kehadiran rumah rumah ibadah baru yang di beberapa wilayah selalu mengundang persoalan.

“ Mari kita mencegah sebelum terjadi persoalan itu terjadi, kita melakukan sisi proteksi masalah ini, belajar dari persoalan masa lampau,” ajak Wamenag. (dm/dm).

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *