(UINSGD.AC.ID) — Saat ini, Indonesia sedang menghadapi ancaman berupa potensi militer, non-militer, dan hybrid (ancaman militer dan non-militer sekaligus). Dalam konteks seperti itu, peran anak muda, khususnya mahasiswa, sangat penting dalam menghadapi berbagai ancaman tersebut.
Demikian disampaikan Analis Kebijakan Ahli Madya Bidang Sosial Budaya Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Kolonel Wahyu Jati Purnawan, dalam Rapat Koordinasi Pergerakan Mahasiswa Moderasi Beragama dan Bela Negara (PMMBN), dalam keterangannya, Selasa (26/12/2023).
Difasilitasi Direktorat Pendidikan Agama Islam, Rapat Koordinasi ini digelar untuk mengevaluasi dua tahun berjalannya lembaga ini.
“Ketiganya membutuhkan respons dan penanganan yang tepat. Masing masing ancaman memiliki tingkat kerumitan tersendiri. Namun demikian, jika melihat kondisi terkini, potensi ancaman non-militer terlihat lebih dominan,” ujarnya.
Dirinya merujuk pada berbagai gejala yang terjadi di masyarakat dewasa ini, misalnya merebaknya politik identitas, membuncahnya infiltrasi budaya asing, dan kesenjangan sosial, budaya, serta ekonomi. Berbagai contoh itu, jika dibiarkan, dapat mengasingkan warga negara dari kecintaan pada bangsa dan negaranya.
“Patut kita waspadai, politik devide et impera, politik pecah belah, masih membayangi kita hingga saat ini. Politik ini terus berkembang dan bermetamorfosa dengan segala bentuknya. Masih ada pihak yang menginginkan kita terus bergulat dengan meminggirkan akal sehat dan nurani, mereka menginginkan bangsa ini pecah. Ini harus direspons dengan tepat,” tegasnya.
Wahyu berharap, PMMBN terus menebar ruang dialog di berbagai kesempatan. “Di tangan kalianlah, Indonesia yang damai ke depannya ini berada. Kesempatan untuk membuka ruang dialog bagi empat nilai moderasi beragama ditambah lima nilai bela negara perlu terus dibuka,” papar pria asal Blitar ini.
Ditemui di tempat yang sama, Ketum PMMBN, Derida Achmad, menjelaskan maksud dan tujuan PMMBN secara umum dan pentingnya Rakor diadakan. “Tidak mudah untuk menyatukan visi dan misi tentang moderasi beragama di kalangan mahasiswa perguruan tinggi umum. Kami adalah insan intelektual yang setiap saat berkutat dengan dunia akademik yang membebaskan pikiran kami,” jelas mantan santri di Jombang yang menjadi mahasiswa UNESA kini.
“Yang dibutuhkan adalah ruang komunikasi,” sambungnya, “ruangan yang mampu mendudukkan kami dalam perbedaan yang ada, menjumpai perbedaan itu, dan kami bisa jelaskan pandangan kami mengenai moderasi beragama dan bela negara.”
Mewakili lembaganya, dirinya berucap terima kasih atas kontribusi dan peran signifikan Kementerian Agama selama ini dalam sosialisasi moderasi beragama dan bela negara. “Moderasi beragama dan bela negara adalah langkah panjang dan membutuhkan perjuangan ekstra. Peran Kementerian Agama sangat kami rasakan dalam sosialisasi keduanya,” tandasnya.