“Human Traficking”, Jembatani Mata Kuliah Retorika

[www.uinsgd.ac.id] – Human Trafficking atau perdagangan manusia bagaikan isu yang mengapung dan terkadang tenggelam dalam kehidupan masyarakat dan dinamika kenegaraan. Padahal, kejadian-kejadian penjualan manusia saat ini boleh dibilang sudah memasuki masa krisis. Apalagi, penyebaran dan perlakuannya sudah semakin berbahaya bahkan karena korban paling potensial adalah wanita muda dan anak-anak. Apa yang bisa dilakukan untuk menghentikannya?.

Pertanyaan tersebut, menjadi stimulus terbuka dalam seminar yang diselenggarakan oleh Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, pada Senin (18/06 2012) yang  bertempat di Aula Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Menghadirkan keynote speaker,   Jujun Junaedi,  seorang dai kondang yang didampingi oleh Aep Kusnawan selaku Ketua Jurusan BPI, Dudi imanuddin Sekjur BPI dan sejumlah dosen serta mahasisiwa dari semua jurusan Fakultas Dakwah dan komunikasi.

Seminar ini merupakan praktik ujian akhir semester  dalam Mata Kuliah Retorika pada jurusan BPI dengan dosen pengampu Drs. Jujun Junaedi. Sementara human trafficking menjadi materi utama dalam ujian tersebut. “Pengaruh retorika pada orang yang pernah mengalami human trafficking yaitu supaya dapat menjaga dan mengelola hubungan dengan sesamanya sehingga dapat berhungan kembali dengan baik.  pelajari Retorika dan amalkan supaya menunjang kehidupan diantara manusia”, Papar Jujun.

“Definisi perdagangan wanita dan anak-anak menurut PBB dan ODCCP (Office for Drug Control and Crime Prevention)  adalah Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi”, lanjutnya.

Jujun mengatakan bahwa di dalam Islam tidak melarang human traficking dalam artian perdagangan jasa dan tenaga dari seseorang kepada orang lain (pebudakan). hanya saja Islam meberikan toleransi dan mengatur hak dan kewajiban dari hal ini, diantaranya adalah hak dalam legalitas dan perlakuan, dimana seorang majikan harus memperlakukan budaknya dengan rasa kemanuasiaan. hak yang kedua adalah hak seksualitas, dalam hal ini seorang budak dipersilahkan untuk memenuhi hasrat biologisnya sesuai dengan syariat dan ajaran dalam Islam (menikah),tentunya juga tidak memaksakan kepada siapa si budak ini harus menikah.

Ia juga mengatakan bahwa pada kenyataannya kebanyakan korban dari human trafficking ini adalah meraka anak-anak jalanan yang tidak memiliki tempat tinggal tetap, orang yang sedang mencari pekerjaan tetapi tidak memiliki informasi yang cukup tentang pekerjaan yang dicarinya, perempuan dan anak-anak yang berada didaerah konflik, perempuan dan anak-anak yang berada di pedesaan yang cenderung merasa antusias jika di iming-imingi dengan materi, perempuan dan anak-anak yang berada di daerah perbatasan suatu negara, dan perempuan dan keluara yang terjerat hutang

Lantas bagaimana kita sebagai mahasiswa BPI menanggapi hal tersebut. Wira, seorang audiens yang hadir berpendapat,”Sebagai citas akademika yang berfungsi sebagai agent of change bentuk kepedulian kita pada kasus ini adalah memberikan pengertian dan informasi sebanyak-banyaknya kepada masyarakat tentang bahaya dan gambaran human trafficking” jelasnya.***[Dudi, Yaya]

 

 

 

 

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *