[www.uinsgd.ac.id] Dalam rangka Milad XXVII Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan (BEM-J) Sejarah Peradaban Islam (SPI) Fakultas Adab dan Humaniora menggelar Bedah Buku “Fenomenologi Petani: Perlawanan Petani Indramayu pada Masa Jepang” karya Wahyu Iryana, M. Hum yang bertajuk “Rekontruksi Peristiwa Perlawanan Petani Masa Jepang” dengan pembanding Dr. Ajid Thohir, MA (Dosen Fakultas Adab dan Humaniora) dan Tandi Skober (Budayawan Indramayu) di Auditorium Utama UIN SGD Bandung, Senin (25/3)
Menurut Wahyu semula buku ini merupakan Tesis di Pascasarjana UIN SGD Bandung yang dijadikan buku dengan dilatarbelakangi beberapa pertimbangan; Pertama, mengingat belum banyaknya literatur tentang sejarah lokal. Kedua, membantu kelancaran perkuliah dan referensi bagi mahasiswa. Ketiga, semakin luas wawasan mahasiswa dalam memahami sejarah. Keempat, realisasi dalam mencerdaskan bangsa.
Pentingnya buku Perlawanan Petani Indramayu pada Masa Jepang ini, “Untuk memberi warna kurikulum pengajaran sejarah di PT dalam bidang sejarah lokal,” tegasnya.
Kehadiran buku ini sebagai upaya merekam kembali, “Sebagian dari peristiwa perlawanan umat Islam Indonesia dalam mempertahankan setiap jengkal tanah Pertiwi dari rongrongan kepentingan imperialisme. Perlu dipahami bahwa suatu fakta sejarah dalam suatu ilmu sejarah dinilai memiliki muatan tafsir yang satu. Maka, perlu kiranya rekonstruksi sejarah agar kita mampu mengejawantahkan peristiwa sejarah dalam bentuknya yang utuh,” jelasnya.
Senada dengan Wahyu, Ajid menuturkan keberadaan buku ini membawa angin segar dalam dunia sejarah lokal. “Kehadirna buku ini membawa angin segar dan memberikan ruang dalam bidang sejarah. Mengingat sejarah lokal jarang ada yang menungkapnya,” paparnya.
Meskipun ada beberapa ruang yang perlu ditambah dan dilengkapi. “Untuk seting sosial pada waktu itu harus diperhatikan lagi. Sekedar contoh sebuatan Ustadz tentu tidak dikenal pada zaman itu. Kalau Kyai ia. Namun begitu, buku ini menjadi penting karena memuat sejarah berdasarkan kajian Historiografi,” sambungnya.
Bagi Tandi menambahkan “Jika dilengkapi dan fokus pada khazanah Indramayu sungguh akan memperkaya buku perlawanan petani ini,” cetusnya.
“Petani Indramayu aslinya sih ga mau perang, berantem apalagi melawan. Lah, untuk ngadapi tikus saja, petani itu sangat khewanisme. Ia sediakan sedikit lahan. Jelang malam ditaruh makanan, kueh kering, nasi dll (orang nyebutnya sesajen) untuk tikus. Tikuspun ngerti. Ia makan sesajen tapi tidak ia makan padi-padi itu. Justru petani yangg lugu ini dimanfaatkan para pemilik modal atau orang kaya yang biasanya sih juga disebut wak haji. Saya berependapat perlawanan itu adalah perlawanan Kyai atau Ulama dengan memakek kendceraan petani,” pungkasnya.
Acara ini pun dimeriahkan oleh Kreasi Seni Tari BEM-J SPI dan Punklung. [Ibn Ghifarie]