Harapan Kepada Jemaah Haji

Ratusan ruibu jamaah haji Indoensia bahkan jutaan umat Islam dunia telah dan sedang diperjalanan menuju tanah air setelah berjihad di jalan Allah menunaikan ibadah haji. Banyak ragam cerita, pesan dan kesan yang mereka rasakan sekembalinya ke tanah air. Mulai dari ibadah yang begitu padat dengan suhu yang sangat panas, samapi ke masalah akomodasi selama di tanah suci. Pesan dan kesan tersebut menjadi kenagan yang sangat berarti dan dan cerita hidup sepanjang masa. Tidak ada kebahagiaan selain dapat beribadah di rumah-Nya. Itulah sepenggal kesan yang teramat mendalam. Bahkan hal tersebut diwujudkan dalam bentuk doa thowaf wada : ya Allah jangan jadikan ini kunjungan kami terakhir di batullahil harom, kalau ini merupakan kunjunagn terakhir maka gantilah dengan syurga-Mu. Sebuah untaian doa yang mengharapkan kehadirannya kembali di tanah suci.

Momentum ibadah haji yang sangat mengesankan dan menentramkan hati membuat setiap jamaah terus larut dalam kerinduanya untuk dapat kembali beribadah di rumah-Nya. Kendati demikian, keterbatasan waktu, tenaga, bahkan biaya yang mengharuskan semuanya harus berpisah, meskipun hanya untuk sementara waktu.

Terlepas pesan dan kesan tersebut, ada sebuah tuntutan bahkan harapan dari para jamaah haji sepulangnya ke tanah air. Tuntutan dan harapan tersebut mengiringi sambutan kedatangan untuk berkumpul dengan keluarga masing-masing. “Selamat datang para jamaah haji,,,mabruk, mabrur…amin yra”….sambutan tersebut memiliki makna, harapan dan expektasi yang luar biasa.

Haji mabrur dan mabruk bukan slogan semata. Ia membawa keberkahan dan kebaikan serta kemaslahatan bagi diri, keluarga, dan lingkungan sekitarnya. Kesolehannya bukan hanya nampak ketika di tanah suci, tetapi juga membekas dan dapat diamalkan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari di tanah air sendiri. Harapan tersebut paling tidak terwujud dalam hal sebagai berikut :

Pertama, para jamaah diharapkan muncul menjadi ‘agen perubahan’ dalam dinamika kehidupan yang lebih nyata. Perubahan yang lebih baik dalam kontek hablumminallah dan hablumminnnas. Ibadahnya lebih mengesankan pada aspek toleransi yang lebih terbuka. Ibadah yang dilakukan bukan hanya sebatas ritual belaka, tetapi juga memberikan dampak sosial yang signifikan. Tingkat hubungan sosial juga lebih terasa dalam membangun semangat ukhuwah dalam bingkai akhlak karimah. Semangat ‘ihram’ dalam bentuk mampu memilah dan memilih mana yang haram dan halal harus tetap terjaga. Hidupnnya selalu dalam rel kesucian dan ketaatan. Dilarang mengambil barang yang bukan haknya, dan secepatnya memberikan hak orang yang harus ditunaikan. Semangat thawaf senantiasa menjelma dalam bentuk kekokohan tauhid dan aqidah islamiyah. Memakmurkan masjid menjadi hal yang niscaya dalam menjaga rutinitas I’tikaf. Pelajaran Sa’i memotivasi diri untuk tetap ikhtiar maksimal tanpa prustasi.

Kedua, para jamaah haji diharapkan dapat menjadi sosok ‘uswah hasanah’ dalam membangun semangat kehidupan yang lebih baik. Keteladanan menjadi pribadi yang diaharapkan di tengah krisis multi dimensi dalam kehidupan saat ini. Keteladan nabi Ibrahim as dan istrinya siti Hajar serta putranya Ismail as dalam prosesi melontar jumrah Ula, Wustha dam ‘Aqobah mesti melekat dalam mengantisipasi berbagai macam godaan dan ujian syeitan. Berani dan tangguh melawan segala macam bentuk kejahatan dan keburukan baik potensinya ada dalam diri sendiri maupun di luar kemampuan dirinya. Dalam konteks ini, maka Amar ma’ruf nahi munkar mesti riil dilaksanakan di tanah air sendiri. Inilah sosok pribadi yang diharapkan dari para jamaah haji sepulangnya ke tanah air.

Ketiga, para jamaah diharapakan dapat mengambil nilai wukuf dalam bentuk Muhasabah (introspeksi diri) mengingat-ingat dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan dan sesegera mungkin taubat kepada Allah. Muhasabah menjadi penting guna lebih mengenal diri dan menjalin hubungan yang erat dengan sang Kholik. Mengenal kelemahan dan kesalahan diri lebih dini. Mengakui dan toleransi terhadap kelebihan orang lain. Serta ikhlash menerima segala taqdir dari Allah. Kesadaran spiritual tersebut hendaknya terus melekat dan menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari.

Selamat dating para ‘duta’ Allah sebagai bagian dari agen perubahan sosial yang lebih baik. Menjadi sosok uswah hasanah dan tetap istiqomah dalam menjaga dan memelihara nilai-nilai ibadah haji dalam kehidupan sehari-hari. Amin yra. Wallahua’lam bi alshawab.[]

Aden Rosadi, Pembimbing Haji dan Umrah Qiblat Tour dan Dosen FSH UIN SGD Bandung.

Sumber, Pikiran Rakyat 16 Oktober 2018

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *