Hapal 30 Juz akan diberangkatkan Haji & 15 Juz Umroh

[www.uinsgd.ac.id] UIN SGD Bandung mengupayakan mencetak lulusannya  memiliki dan menguasai 4 kompetensi dasar, yaitu ; penguasaan bahasa Arab-Inggis, hafal Al-Quran minimal juz 30, bisa membaca kitab kuning dan menguasai komputer, maka Sekretaris Daerah Kota Bandung, Dr.H.Edi Siswadi, M.Si., sangat merespon upaya itu, dengan memberikan stimulus kepada lulusan UIN SGD Bandung yang hapal Al-Qur’an 30 juz akan diberangkatkan haji dan yang hapal 15 juz akan umroh. “Untuk memberikan kompetensi terhadap lulusan UIN SGD Bandung yang tidak hanya memiliki wawasan tentang politik Islam saja, tetapi harus hafal Al-Quran, seperti yang dikemukakan oleh Rektor dalam sambutannya. Apresiasi pribadi saya bagi penghapal Al-Quran 15 juz akan diumrohkan dan yang hapal 30 juz akan dihajikan,” ungkap Dr.H.Edi Siswadi, M.Si., dalam acara Studium Generale Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN SGD Bandung yang bertajuk “Implementasi Pelayanan Perizinan Terpadu dalam Mewujudkan Good Governance di Kota Bandung” dengan nara sumber; Dr. H. Edi Siswadi, M.Si., Sekretaris Daerah Kota Bandung, Dr. Sahya Anggara, Drs., M.Si., Dekan FISIP yang dipandu oleh Dr. H. M. Anton Athoillah, MM dan dibuka secara resmi oleh Rektor, Prof.Dr.H.Deddy Ismatullah, SH., M.Hum., di Auditorium Utama UIN SGD Bandung, Rabu (28/11)

 Edi menguraikan “Untuk memberikan kepuasan dalam pelayanan publik kepada masyarakat,mudah-mudahan dengan adanya lulusan UIN SGD Bandung insya Allah akan memberikan kontribusi yang berarti dengan mengkolaborasikan antara kecerdasan spiritual dengan intelektualitas yang tinggi,” jelasnya.

Diakuinya, tata kelola pemerintah yang dipandnag buruk dalam pemerintahan orde baru dan juga penggantinya yang belum juga membaik, telah membuat Indonesia masuk ke dalam daftar negara yang termasuk kategori “bad governance”. “Problemnya memang pada pelayanan, diantaranya : Pertama, persediaan lebih sedikit dari permintaan. Kedua, adanya senteralisasi pelayanan tanpa membuka peluang desentralisasi. Ketiga, banyaknya ketentuan yang kurang jelas, berbelit-belit dan melelahkan. Keempat, tidak ada petunjuk yang standar. Kelima, membebankan biaya tinggi. Solusinya; pertama, perbaikan sisiten dan posesnya. Kedua, perbaikan standar pelayanan. Ketiga, peningkatan kualitas prilaku. Keempat, evaluasi kepuasan masyarakat,” paparnya

Untuk itu, perbaikan kultur birokrasi melalui restrukturisasi dan regulasi kebijakan sangat diperlukan. “Jika tidak jangan pernah berharap investor akan datang, lapangan kerja tersedia, kemiskinan bisa dikurangi yang ada adalah capital outflow, karena modal tidak memerlukan pasport untuk pergi kemana di suka,” jelasnya.

Usaha menciptakan pelayanan publik terpadu itu, organisasi harus memiliki ciri-ciri; Pertama, memahami hal-hal yang menjadi perhatian pelanggaran. Kedua, menanyakan apa yang dapat dilakukanya untuk membuat pelanggaran. Ketiga, mau mendengarkan apa yang dikatakan pelanggan. Keempat, mampu membuat pelanggan merasa yakin. Kelima, memberikan pelayanan yang cepat, dipercaya sopan dan berpengetahuan.

“Kepuasan pelayanan publik merupakan tujuan dari usaha mewujudkan good governance. Untuk tingkat kepuasan masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik di Kota Bandung dari segi kecepatan kerja, efektivitas kerja, disiplin kerja, kecermatan kerja, keramahan sampai kesigapan dirata-ratakan mencapai 70% puas,” tambahnya.

Lahirnya Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Pemerintahan Kota Bandung dengan BOSS (Bandung One Stop Service) tiada lain sebagai usaha untuk memperbaiki pelayanan publik dan kemudahan akses pelayanan kepada masyarakat. Dengan adanya teknologi informasi ini bisa menjadi; proses pelayanan perizinan dikendalikan oleh sistem aplikasi yang berbasis teknologi informasi; tracking dokumen dapat dilakukan dengan sangat mudah; hak akses setiaap petugas dipisahkan berdasarkan kewenangan, sehingga tidak memungkinkan bypass prosedur; pelayanan perizinan dapat dimonitor secara realtime oleh pemimpin. “Semua transparansi prosedur, persyaratan, waktu dan biaya perizinan dapat diakses melalui website www.boss.or.id atau melalui sms ke 0812-2008-8002 dengan cara cek spasi nomor kirim untuk mengetahui status terakhir proses pelayanan perizinan,” saranya.

Bagi Sahya, fenomena perizinan oleh BPPT Jabar ini; pertama, belum terdapatnya percepatan waktu dalm proses penyelesaian pelayanan perizinan yang ditunjukkan oleh penyerahan perizinan melebihi standar waktu yang telah ditetapkan selama 15 hari kerja. Kedua, ketidak jelasan prosedur pelayanan dengan tidak mudahnya ditelusuri dan diketahui setiap tahapan proses pemberian perizinan dan non perizinan sesuai dengan urutan prosedurnya. Ketiga, adanya duplikasi berkas kelengkapan permohonan perizinan yang sama untuk dua atau lebih permohonan perizinan. Keempat, lambatnya dalam menindaklanjuti pengaduan masyarakat secara tepat, cepat, dan lambatnya memberikan jawabann serta penyelesaiannya kepada pengadu berkaitan dengan permohonan perizinan paling lambat 10 hari kerja. “Ini bisa dilihat dari data penerbiatan surat izin tahun 2011; perizinan yang masuk 25. 170 buah. Diselesaikan sesuai dengan aturan 15. 524 buah. Tidak selesai aturan 9. 646 buah. Rata-rata yang dapat diselesaikan 35. 71%,” tegasnya.

Kehadiran BPPT itu untuk mengintegrasikan seluruh pelayanan administrasi perizinan yang sebelumnya di OPD teknis (Dinas badan) dengan tujuanya mengoptimalkan memberikan pelayanan perizinan guna mewujudkan tatalaksana perizinan yang mudah, transparan, cepat, tepat, pasti, efektif, dan efisien sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintah yang baik. “Solusinya sesuai dengan teori yang digunakan dan dikemukakan oleh Van Mater dan Van Horn (1975:460) terdapat enam unsur yang diperhatikan dalam implementasi kebijakan publik adalah; standar dan tujuan kebijakan, sumber daya kebijakan, aktivitas dan komunikasi antar organisasi, karakteristik dari agen pelaksanan, kondisi lingkungan ekonomi, sosial dan politik, serta kecenderungan sikap pelaksana kebijakan,” jelasnya.

Saran akademiknya, “Perlunya adanya penelitian lebih lanjut terutama untuk melakukan pengujian atas faktor implementasi kebijakan pelayanan terpadu terhadap kinerja pelayanan prima, sehingga akan didapatakn suatu teori yang dapat menjelaskan pengaruh faktor implementasi kebijakan pelayanan terpadu terhadap kinerja pelayanan prima, sebagaimana pelayanan prima yang didikung kesatuan penyelenggaran kebijakn dalam satuan ucapan, niatan dan perbuatan,” paparnya.

Dalam konteks kampus pelayanan akademik sangat dibutuhkan dengan ketentuan cepat, tepat waktu dan selesai. “Saya intruksikan di Fakultas FISIP segala pelayanan terhadap mahasiswa harus cepat dalam waktu 1 jam. Jika di Fakultas lain harus berjam-jam, berhari-hari, maka di FISIP tidak demikian, selama saya ada di Fakultas pasti dipercepat, dipermudah. Ungkapnya. Kalau bisa diperlambat kenapa harus diperpanjang kita buang jauh-jauh sebab bukti dipercepat pelayanan 1 jam ini menjadikan FISIP sebagai pusat pelayanan yang baik di kampus,” harapannya.

Edi mengajak kepada seluruh civitas akademika UIN SGD, khususnya mahasiswa dengan adanya studium general ini “Kita bisa berusaha menciptakan pemerintahan yang good governence menuju God governence yang terlahir dari UIN SGD Bandung, khususnya mahasiswa. Konsepnya harus bisa menumbhkan nilai-nilai keilahian yang berusaha memadukan antara ketiga unsur; birokrasi, masyarakat dan dunia usaha,” pungkasnya. [Ibn Ghifarie]                 
 

        
 

    
 
 

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *