(UINSGD.AC.ID)-Sebagai perjalanan untuk bertamu dan bertemu dengan Allah, sejatinya ibadah haji bisa membimbing para jemaah untuk berada pada habituasi kebaikan. Melalui habituasi ini, kebaikan akan tumbuh, berkembang, bercabang dan berkesinambungan menyertai irama perjalanan jemaah dalam menapaki tahap demi tahap ritual ibadah haji.
Buah dari habituasi kebaikan yang dipadu-padan dengan hasrat mulia ingin bertemu dengan Allah, akan memantik setiap jemaah untuk berada pada zona kontestasi kebaikan. Pada kutub ini, setiap jemaah menyadari sepenuh hati dan sedalam jiwa, bahwa Allah memerintah setiap hambanya untuk berlomba-lombalah dalam kebaikan (Qs. Al-Baqarah:148)
Spirit melakukan kontestasi kebaikan, setidaknya bisa dipantik oleh enam keyakinan. Pertama, keyakinan mereka merasa diperhatikan Allah. Rasa ini sejatinya hadir, karena dalam surat Al-Baqarah ayat 255 Allah berfirman, “Allah tidak ngantuk dan tidak tidur”. Pada kondisi ini, apapun yang dilakukan oleh jemaah, tidak lepas dari perhatian Allah.
Kedua, merasa disertai Allah. Dalam Surat Al-Hadid ayat 4 Allah berfirman, bahwa Allah menyertai manusia ke manapun dan di manapun. Dalam balutan keyakinan merasa disertai Allah, setiap potensi jasadi dan ruhani jemaah terkondisi untuk fokus berbuat kebaikan. Hingga kebaikan mereka internalisasi atau diinsersi pada potensi kognitif, potensi apektif, dan potensi psikomotorik.
Ketiga, merasa diawasi Allah. Dalam petunjuk Surat Qaaf ayat 18, disebutkan Allah memiliki dua kamera bashoriyah-nya, yakni malaikat Raqib dan Atid. Dua malaikat ini bertugas mencatat dan merekam setiap jejak perilaku yang diperbuat. Dalam balutan kesadaran merasa diawasi oleh Allah dan malaikatnya, setiap jemaah akan terkondisi untuk menjalankan setiap tugas ibadah terutama yang terkait dengan perjalan ibadah haji sebaik mungkin.
Keempat, merasa disaksikan Allah. Dalam surat Yunus ayat 61, Allah menegaskan, bahwa setiap amal apapun yang dilakukan oleh manusia tidak lepas disaksikan oleh Allah. Dalam semua kuantitas dan kualitasnya, sekecil atau sebesar apapun amal yang diperbuat manusia, semuanya selalu disaksikan oleh Allah. Allah Maha Hadir dalam setiap ruang dan waktu.
Kelima, kontestasi kebaikan akan ditampilkan oleh setiap jemaah haji bila hadir keyakinan bahwa apapun yang diperbuat selalu diketahui Allah. Dalam surat Al-Baqarah ayat 216, dijelaskan bahwa Allah Maha mengetahui segala sesuatu sedangkan manusia tidak mengetahuinya. Apapun yang dipraktikan jemaah haji, dari mulai amal baik atau buruk sekalipun, semuanya diketahui Allah.
Keenam, hal yang bisa mengkondisikan jemaah berada pada habituasi kebaikan lalu terpantik untuk melakukan kontestasi kebaikan, adalah keyainan bahwa setiap manusia tidak bisa bersembunyi dari Allah. Karena itu, dimulai dari yang terbersit di dalam hati, sampai segala sesuatu yang dirahasiakan di dalam hati, semuanya diketahui Allah. Dalam Surat Al-Ahzab ayat 51, Allah berfirman, “Allah Mengetahui apun yang ada di dalam hatimu”.
Ketika terbangun enam keyakinan di atas. Perjalan ibadah haji yang ditempuh oleh setiap jemaah, akan menjadi arena untuk menampilkan kebaikan demi kebaikan. Bermula dari menampilkan kebaikan pada potensi ruhani. Kemudian menampilan kebaikan dalam setiap tahapan ibadah haji.
Berikutnya kebaikan menjadi habituasi dalam seluruh kehidupan jemaah haji. Bila sampai pada kutub itu, sepulang melaksanakan ibadah haji, setiap jemaah akan berkembang dalam kebaikan. Sebab esensi hidup manusia adalah berkembang baik bukan sekedar berkembang biak. Semoga.
Aang Ridwan, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Sumber, Pikiran Rakyat 16 Mei 2023