(UINSGD.AC.ID) — Meskipun Indonesia, Malaysia, dan Eropa memiliki sejarah, budaya, dan model ekonomi yang berbeda dan keuinikan tersendiri, namun ketiganya punya benang merah bersama dalam upaya menciptakan sistem ekonomi berkelanjutan, etis, dan sesuai dengan prinsip syariah.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Sunan Gunung Djati Bandung Dr. H. Dudang Gojali, M.Ag –diwakili Wakil Dekan 2 Dr. H. Abdullah Safei, M.Ag—menyatakan hal itu saat membuka seminar internasional “Sharia Economic and Halal Industry” yang digagas Prodi Ekonomi Syariah, Kamis (14/09/2023).
Seminar Internasional merupakan acara puncak dari rangkaian kegiatan 1st InSefia (Innovating of Sharia Economic Festival) 2023, yang sebelumnya sukses menggelar kompetisi Business Plan dan Economic Comedian, dan Pelatihan/Pendampingan 100 pelaku usaha di Kabupaten Bandung, belum lama ini.
Acara yang bertajuk “Interlinking Ekonomi Berbasis Syariah dan Industri Halal di Pasar Global: Menjelajahi Indonesia, Malaysia, dan Eropa” ini, dilelenggarakan secara hybrid dengan keynote speaker: Teten Masduki (Minister of Coorportate and SMEs of The Republic of Indonesia); dihadiri oleh unsur dekanat, para ketua/sekretaris jurusan, para dosen, dan mahasiswa.
Narasumber: Prof. Mehmet Asutay (Director Durham Center for Islamicand Business Faculty, The United Kingdom), Dr Muhammad Hasanuddin (Head Sharia Economic FEB I UIN Bandung), Dr. Mohd. Solahuddin bin Sharuddin (Lecture Uiversity Teknologi MARA, Malaysia), dam Aman Suparman, Ph.D (CEO Soka Cipta Niaga).
Seminar ini, lanjut Dekan, mencerminkan komitmen bersama untuk mengeksplorasi dan memahami dinamika ekonomi berbasis syariah dan industri halal, yang berkembang pesat dan menjadi penting di panggung global. Ini sangat relevan, karena dapat menyatukan kekayaan tradisi dan praktik ekonomi Indonesia, Malaysia, dan Eropa.
“Kita juga akan lebih mendalami prinsip-prinsip Islam yang mendasari keuangan dan ekonomi, termasuk larangan bunga (riba) dan penekanan pada pembagian risiko dan investasi etis. Begitupun industri halal yang luas dan beragam. Tidak hanya soal makanan dan minuman, tetapi juga kosmetik, farmasi, keuangan, dan banyak lagi. Perlu dieksplorasi mengenai pertumbuhan, potensi, dan tantangannya. Apakah sudah selaras dengan syariat Islam?” tanya Dekan.
Ia menjelaskan, Indonesia dan Malaysia dengan populasi muslim yang besar, berada di garis depan dalam melakukan promosi keuangan berbasis syariah dan industri halal. Pengalaman mereka memberikan wawasan berharga tentang bagaimana prinsip-prinsip Islam dapat diintegrasikan ke dalam struktur ekonomi modern dan berkontribusi bagi kemakmuran negara mereka.
Eropa, lanjut Dekan, dengan lanskap yang beragam dan komunitas muslim yang tumbuh, juga semakin merangkul keuangan syariah dan pasar halal sebagai peluang pertumbuhan ekonomi dan inklusi. Mengeksplorasi perspektif Eropa dalam konteks ini memberikan pandangan global yang lebih luas tentang subjek ini.
“Mari kita mulai eksplorasi dan berbagi pengetahuan ini dengan pikiran terbuka dan komitmen untuk memperdalam pemahaman tentang hubungan antara ekonomi berdasarkan prinsip syariah dan industri halal dalam pasar global,” pungkas Dekan. (nanangs)