Enam Prodi untuk Jadi Institut

[www.uinsgd.ac.id] Terbitnya Nomenklatur yang dikeluarkan oleh Direktur Jendral Pendidikan Islam melalui  Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 3389 tahun 2013 tentang penamaan Perguruan Tinggi Agama Islam, Fakultas, dan Jurusan pada Perguruan Tinggi Agama Islam merupakan upaya Kementerian Agama untuk memperkuat dan melanggengkan keilmuan Islam di Perguruan Tinggi. Karena beberapa siasat dari perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan agama Islam dengan nama Sekolah Tinggi Agama Islam relatif mengarah pada persaingan yang tidak sehat.

Hampir setiap STAI menyelenggarakan agama Islam, pendidik yang memiliki latar belakang pendidikan ushuluddin atau syariah pun melanjutkan studi S2 ke pendidikan agama Islam, lalu siapa yang akan mengkaji keushuluddinan atau kesyariahan. Di sini menjadi persoalan. Padahal filsafat yang berada di ushuluddin menjadi inti ketika melahirkan ilmu filsafat pendidikan kemudian ditinggalkan.  Lantas siapa yang akan memikirkan Al-Qur’an, Hadits, atau Syariah.

Menurut Anis Masykur, Kepala Seksi Kelembagaan pada Dirjen Pendis menjadi salah satu yang melatarbelakangi kenapa peraturan tersebut lahir. Padahal sebetulnya secara nama, STAI sudah sangat tepat jika Agama Islam sebagai bidang ilmu, tapi kurang tepat argumennya karena agama Islam adalah induk ilmu/ keilmuan.

Jika kita tilik misalnya Sekolah Tinggi Ilmu Teknik, Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan, jenis kelaminnya sudah sangat jelas, tapi Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI)  menjadi tidak jelas. Padahal dulu penamaan Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyyah yang menyelenggarakan ilmu ketarbiyahan atau Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) sudah tepat. Namun kemudian berubah menjadi  STAI.

Para Prakteknya STAI ini hanya menyelenggarakan Ilmu Tarbiyyah saja sehingga muncul kecenderungan persaingan tidak sehat saat STAI yang menyelenggarakan Pendidikan Agama Islam ini membuka cabang atau kelas jauh. Dengan adanya nomenklatur tersebut, penyelenggaraan pendidikan Islam akan lebih tersebar. Penyelenggaraan pendidikan tidak hanya terkonsentrasi pada jurusan PAI tapi juga jurusan lain.

Hal tersebut disampaikan secara panjang lebar oleh Anis Masykur, MA kepada ratusan penyelenggara Perguruan Tinggi Islam di Jawa Barat dan Banten yang berada di bawah koordinasi Kopertasi II Jabar Banten yang diselenggarakan Kopertais Wilayah II di Aula Utama UIN Sunan Gunung Djati, Sabtu (22/02/2014).

Menurut Anis, peraturan tersebut berimbas keharusan STAI merubah namanya. Jika STAI hanya menyelenggarakan satu prodi saja, misalnya tarbiyah maka namanya otomatis menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT), tapi jika STAI menyelenggarakan dua program studi maka harus dipilih salah satu dan ditawarkan kepada mahasiswa untuk memilih jurusan tertentu. Misalnya ada jurusan PAI dan KPI, maka ditawarkan kepada mahasiswa KPI apakah mau pindah ke prodi PAI atau pindah.

Untuk menaikan status lembaga menjadi Institute, minimal harus ada 6 prodi. Bagi yang masih memiliki dua prodi tetapi ingin menaikan status, tidak mempersempitnya, Dirjen Pendis memberikan kesempatan untuk menambah prodi tiap dua tahun sekali, itu pun pengajuannya jika telah memiliki minimal 4 prodi.

Terkait permasalah ini, ia mempersilahkan kepada pengelola dan yayasan untuk berembug, apakah mau mempersempit atau dinaikan statusnya menjadi lembaga.”Perubahan ini akan berdampak secara materil,”ujar Anis.

Bagi Mahasiswa Program Doktor UIN Jakarta ini. Keluarnya nomenklatur ini juga menjadi agenda untuk menyelamatkan ilmu keislaman. Agar sebagian mengkaji Al-Qur’an, ada sebagian yang mengkaji Hadits, ada sebagian yang mengkaji Syariah, ada sebagian yang mengkaji sejarah.

“Kita akan mengizinkan Sekolah Tinggi Baru pada yayasan yang sama yang menyelenggarakan program studi lain jika Sekolah Tinggi lamanya telah memiliki minimal 4 Prodi.”pungkasnya.

Nomenklatur Dirjen Pendis nomor 3389 dapat diakses melalui kopertais2.or.id atau melalui link ini ***[Dudi]

 

 

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter