Kementerian Agama RI melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam menyerahkan Keputusan Menteri Agama (KMA) tentang Penetapan Guru Besar Rumpun Ilmu Agama. KMA ini diserahkan langsung oleh Direktur Jenderal Pendidikan Agama, Muhammad Ali Ramdhani pada Jum’at (23/06/2023).
Ramdhani mengucapkan selamat kepada para dosen yang berhasil memperoleh gelar akademik tertinggi sebagai profesor. “Penetapan sebagai professor merupakan babak baru dalam perjalanan akademik yang harus diikuti dengan tanggungjawab intelektual dan sosial di masyarakat,” ujarnya.
Ramdhani berpesan seorang professor harus bisa responsif terhadap perubahan. Menurutnya, perolehan gelar guru besar menyadakan untuk menjaga setiap kata-kata yang dilontarkan, karena apapun yang dikatakan adalah ilmu dan yang dilakukan adalah teladan untuk mahasiswa.
“Marilah bersama-sama menjaga marwah dengan menjaga diksi dan pembicaran termasuk perilaku,” ajaknya.
Guru besar UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang akrab disapa Dhani ini juga mengingatkan agar selalu berhati-hati dalam mengungkapkan suatu gagasan dan fakta dalam meningkatkan kapasitas mahasiswa. Filosofi hidup yang dipakai seorang profesor hiduplah seperti filosofi padi, semakin berisi semakin merunduk.
Gelar guru besar, kata Dhani, bukan akhir dari segalanya. SK guru besar adalah sebuah awal dalam memasuki ruang baru sebagai seorang yang akan menjadi rujukan. Kemampuan akademik harus terus dikembangkan dengan daya topang teknologi yang mendorong perkembangan kelimuan.
“Maka hakekat dari guru besar adalah dia yang tak berhenti belajar,” tegasnya.
Jika seorang professor berhenti belajar, lanjutnya, maka itu yang disebut dengan kematian yang hakiki dari seorang guru besar. Karena, orang yang terpelajar hanyalah pemilik masalalu, dan orang yang terus belajar menjadi pemilih masa depan.
Eksistensi dari kehadiran seorang guru besar, sambung Dhani, adalah kemampunan menyerap berbagai hal. Menurut pakar pertahanan Amerika, dunia saat ini disebut sebagai dunia dengan kriteria VUCA. “VUCA ini saya jadikan sebuah akronim, dan guru besar harus memahaminya,” pesannya.
Pertama, V dari kata Volatile. Saat ini, ilmu yang mapanpun akan runtuh dan tidak stabil dengan adanya teori baru. Maka, seorang guru besar perlu untuk terus mengikuti perkembangan zaman.
Kedua, huruf U berarti uncertainty (tidak pasti). Saat ini banyak fakta yang bertolak belakang dari sisi linguistik. Sesuatu yang paling statis adalah dinamika, sesuatu yang tetap adalah perubahan dan sesuatu yang tidak pasti adalah ketidakpastian itu sendiri.
Ketiga, C-nya adalah complexity. Dikatakan seorang ilmuan bahwa tidak cerdas orang yang akan mengukur kemampuan seekor ikan dengan kemampuannya memanjat pohon. Ini mengartikan bahwa ilmu yang kita pegang bukan jadi suatu pegangan untuk menganalisis suatu masalah. Kerjasama dan kolaborasi antar ilmu akan menjadikan suatu disiplin ilmu.
“Setelah menjadi guru besar maka harapannya, dapat memperkokoh pengakuan kita terhadap eksistensi orang lain,” pesannya.
Terakhir, Ambiguity. Bisa dikatan bahwa sesuatu hal yang dikatakan benar pada masalalu bisa jadi salah. “Maka seorang guru besar harus menyampaikan suatu hal selaras dengan dinamika yang ada,” ungkapnya.
Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, Ahmad Zainul Hamdi menyampaikan proses penyerahan KMA Guru Besar ini menjadi sebuah harapan untuk bisa membawa kebaikan minimal pada institusinya masing-masing.
Zainul berharap setiap penambahan guru besar pada masing-masing perguruan tinggi akan dapat menambah harapan akreditasi institusi lebih baik.
“Selamat atas gelar akademik tertingginya, terus berkarya dan terus menambah kebaikan untuk Indonesia,” pungkasnya.
Hadir dalam penyerahan KMA Guru Besar ini, Dirjen Pendidikan Islam, Muhammad Ali Ramdhani, Kepala Biro Kepegawaian, Nuruddin, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Rohmat Mulyana Sapdi, Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, Ahmad Zainul Hamdi dan 86 penerima KMA Guru Besar Ilmu Agama dari 100 Guru Besar.