DIRJEN PENDIS: AGAMA AJARKAN CINTA, BUKAN CERCA

(UINSGD.AC.ID)-Direktur Jenderal Pendidikan Islam Prof Muhammad Ali Ramdhani menjelaskan, terdapat setidaknya tiga proyeksi masa depan Indonesia dari beberapa lembaga yang kredibel. Ketiganya adalah World Bank, firma McKinsey, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 

Menggunakan pendekatan metodologi dan sumber data yang berbeda, ketiganya menyimpulkan hal yang sama, yakni pada tahun 2045, bangsa ini akan menjadi Indonesia emas dan menjadi bagian kekuatan utama ekonomi dunia.

Hanya saja, kondisi tersebut tetap bergantung pada faktor pendukung lain yang memiliki keajegan. Di antara faktor tersebut adalah perdamaian dan kerukunan antarumat beragama. Dalam perspektif lebih luas, Dhani menambahkan, hal demikian dikenal sebagai ceteris paribus.   

Dengan asumsi demikian, Kang Dhani, sapaan akrabnya, mengatakan bahwa para siswa sekolah dan mahasiswa mengemban peran penting dalam memahami dan menjalankan prinsip moderasi beragama   

“Para mahasiswa dan siswa di sekolah memiliki kesempatan dan tanggung jawab yang besar dalam merawat dan mengembangkan moderasi beragama ke depannya,” katanya sewaktu memberi sambutan dan membuka kegiatan Program Penguatan Moderasi Beragama pada Sekolah dan PTU Zona 1 di Surabaya, Senin (6/2/2023). 

Dengan mengutip gagasan Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dirinya menyatakan bahwa terdapat tiga hal dalam diri manusia yang membuat mereka merelakan diri untuk mengorbankan nyawanya, yakni cinta, agama, dan kemerdekaan. 

“Sayangnya, ketiga hal tersebut saat ini perlu diredefinisi karena maknanya sudah banyak dikaburkan dengan kepentingan sesaat. Cinta, agama, dan semangat kemerdekaan harus menjunjung nilai memanusiakan manusia,” terangnya. 

“Dalam kenyataannya, masih kita temui agama malah dibuat menjadi sekat pembeda antarmanusia. Moderasi beragama mengembangkan semangat untuk memperkokoh nilai keagamaan. Jika moderat, dia akan mengajak, bukan mengejek,” tuturnya. 

Dirinya juga menjelaskan makna falsafi keberagamaan yang hakiki. Menurutnya, agama seharusnya mengajarkan wajah orang yang ramah, bukan marah. Agama eloknya mengajak, bukan mengejek. Selain itu, ajaran agama patutnya mampu membina, bukan menghina. “Agama mengajarkan mencinta bukan mencerca,” jelasnya memaparkan makna religiositas. 

Kementerian Agama, salah satunya melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam dengan berbagai program yang dikembangkan, berupaya menghadirkan agama yang ramah, agama yang selalu mengajarkan untuk mencintai sesama manusia. 

“Nilai agama masa depan harus menularkan kebaikan dalam kehidupan. Internalisasi ajaran agama harus sejalan dengan nilai penghargaan terhadap sesama. Kita ingin membangun agama masa depan tanpa mengubah esensi agama pada hari ini dengan moderasi beragama sebagai landasannya,” pungkasnya.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *