Setiap kali kaki ini menginjak di bukit shofa, pikiran sering kali dihantarkan untuk bertemu sosok sahabat ke tujuh dalam rangking sabiqunal awwalun, sahabat yang paling awal masuk Islam. Sahabat mulia itu adalah Abu ‘Abdullah Al-Arqam bin Abi Al-Arqam dari suku Makhzum, suku yang terkenal kaya dan terpandang di Kota Mekah. Persis di bukit dimana jemaah haji dan umrah melakukan sa’i, rumah tempat tinggalnya berada.Ia masuk Islam dalam usia yang sangat muda, di tengah umumnya pemuda Mekah dikepung dan larut dalam pandemik kemusyrikan.
Pilihannya untuk mengikuti jejak Nabi bukan tanpa resiko, keluarga besarnya Bani Mahzum adalah komunitas yang begitu benci kepada Rasulllah. Alih-alih takut kepada keluarganya, Al-Arqam malah mewakafkan rumahnya untuk menjadi markas dakwah Nabi. Dalam catatan sejarah, rumah Al-Arqam itu selanjutnya disebut Darul Arqom.
Pada fase awal perkembangan Islam, dimana dakwah masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi, tentu saja baginda Nabi membutuhkan meeting point sebagai tempat berkumpul yang aman dan strategis untuk untuk menjaga keimanan para pengikutnya. Atas hal itu, Darul Arqom adalah jawabannya.
Posisi Darul Arqom tidak terlalu jauh dari Ka’bah. Dengan begitu semakin menguatkan deminsi spiritual dan keimanan para sahabat yang baru masuk Islam. Berikutnya, sang pemilik rumah, Al-Arqam ketika masuk Islam baru berusia 16 tahun ditambah Bani Mahzum nenek moyangnya adalah klan yang sangat konfrontatif terhadap Rasulullah. Atas fakta itu, kaum musyrikin tidak akan mengendus kalau Darul Arqom dijadikan tempat berkumpul Nabi dengan para sahabat. Dalam nalar mereka, sangat tidak mungkin keluarga yang membenci Nabi memberikan tempatnya untuk dijadikan markas dakwah.
Dalam gerakan dakwah sirriyah (sembunyi-sembunyi), Darul Arqom dijadikan Rasululloh sebagai basis dakwah untuk mengajarkan wahyu, mengatur strategi dakwah, kaderisasi, dan tentu sebagai tempat mengislamkan para sahabat. Umar bin Khatab adalah salah seorang sahabat yang di Islamkan Rasulullah di Darul Arqam. Ketika, jumlah pengikut Islam sudah cukup banyak, maka strategi dakwah berikutnya adalah terang-terangan.
Ada pelajaran berharga yang bisa kita petik dari sejarah Darul Arqam bila tarik dalam konteks pandemik covid 19 sekarang. Latar sejarah saat itu, sangat tidak memungkinkan Rasulullah untuk melakukan dakwah terbuka di ruang public. Penyebabnya respon konfrontatif masyarakat Mekah yang sangat mengancam keselamatan jiwa. Maka langkah strategisnya, dakwah dilakukan di Darul Arqom. Hari ini, karena pandemic 19 keselamatan jiwa manuisa terancam manaka aktivitas sosialnya dilakukan di ruang public.
Oleh karena itu, sejatinya rumah kita bisa menjadi Darul Arqom, yakni markas dakwah, minimal dakwah untuk keluarga. Dalam konteks ini, rumah bisa dijadikan tempat untuk melakukan interaksi dengan al-Qur’an, baik pada level qiraah, tilawah, terjemah, tafsir ataupun tahfidz. Selain itu, rumah bisa dijadikan tempat untuk memperbaiki kuantitas dan kualitas ibadah fardu, dzikir, wirid dan munajat serta ibadah mahdhoh yang lainnya.
Berikutnya, rumah bisa dijadikan madrasah, yakni tempat untuk melakukan sharing empat hal; pertama, power sharing, menghimpun kekuatan seluruh anggta keluarga untuk mensolusi problem yang muncul dalam kehidupan keluarga. Kedua, information sharing, yakni berbagi informasi. Seorang ayah bisa berbagi informasi dunia kerja kepada anaknya, anak bisa berbagi informasi pada ibunya dan begitulah seterusnya. Ketiga, knowledge sharing, berbagi pengetahuan. Seluruh anggota keluarga bisa berbagi pengetahuan yang berbasis pada pengalaman yang ditemui pada kehidupannya masing-masing. Keempat, reward sharing, yakni berbagi hadiah. Dalam posisi rumah sebagai madrasah, masing-masing elemen dalam keluarga akan dihantarkan untuk saling mengapresiasi.
Bila rumah dijadikan basis dakwah seperti Darul Arqom, maka buahnya adalah transformasi ilmu. Dengan begitu, proses kaderisasi anggota keluarga yang tangguh, militan dan cinta Islam akan terbangun. Semoga.
Dr. H. Aang Ridwan, M.Ag, Pembimbing Haji Plus dan Umroh Khalifah Tour dan Dosen FDK UIN Bandung.
Sumber, Pikiran Rakyat 21 April 2020