Dari Haji untuk Resolusi

Ilustrasi saat menjalankan ibadah haji, umrah (Getty Images/iStockphoto/Aviator70)

UINSGD.AC.ID (Humas) — Diantara esensi ibadah haji disimpulkan para ulama sebagai rihlatul hijrah (perjalan hijrah), yakni perjalan sungguh-sungguh untuk meninggalkan segala apa yang dilarang Allah. Hal ini tercermin dari adanya sejumlah larangan ihram yang harus dijaga dan dipatuhi oleh setiap Jemaah haji. Dalam hal ini, Rasululah saw bersabda, “Orang yang berhijrah itu adalah mereka yang meninggalkan segala apa yang dilarang Allah.” (HR Al Bukhârî).

Perjalan hijrah adalah resolusi kehidupan yang niscaya dilakakuan. Dalam Qs Adz-Dzariyaat: 50, Allah berfirman, “Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya Aku seorang pemberi peringatan yang nyata”. Selain itu, dalam Qs. At-Taubah : 20, Allah berfirman; “Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah. Dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan”.

Dalam spirit ayat ini, bila setiap Jemaah haji dan siapapun mendamba ditinggikan derajat sekaligus menjadi pemenang bukan pecundang, maka ada tiga resolusi. Pertama, iman. Dalam petunjuk Qs. Al-anfal ayat 2-4, indikasi orang beriman itu; ia selalu menghadirkan Allah dalam segenap potensi ruhani dan jasadinya. Sehingga ketika disebut nama Allah, bergetar hatinya. Ia senantiasa berinteraksi sedekat mungkin dengan Al-Qur’an. Sehinga ketika Al-Qur’an dibaca bertambahlah keimanannya.

Berikutnya, orang beriman itu maksimal dalam ikhtiar, bekerja, atau maksimal dalam berkarya. Kemudian untuk hasilnya bertawakal kepada Allah. Iapun senaniasa menjaga dialog imajinernya dan komunikasi transendentalnya dengan Allah, melalui penjagaan kuantitas, kualitas dan kontinuitas sholatnya. Selain itu orang beriman sangat peka dan empati atas derita orang lain hingga ia sisihkan sebagian hartanya untuk berbagi melalui infak.

Resolusi kedua untuk hidup dengan derajat tinggi dan kemenangan nyata adalah hijrah. Dalam konteks kini ada beberapa karakter yang harus diwaspadai. Hal ini sebagaimana tergambar dalam doa yang diajarkan baginda Nabi.

Annas bin Malik berkata bahwa Rasululah Saw berdoa: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ‘ajzi (kelemahan), wal kasali (rasa malas), wal jubni (rasa takut), wal haromi (kejelekan di waktu tua), wal bukhl (dan sifat kikir). Dan aku juga berlindung kepada-Mu dari siksa kubur serta fitnah kehidupan dan kematian.” (HR. Bukhari no. 6367).
Al- ‘ajzi (lemah) dan al- kasali (malas) adalah dua karakter yang tengah menggurita di bangsa ini. Simpulan ini didasarkan atas fakta sosial yang tak terbantahkan. Bahwa Indonesia hari ini tengah menduduki ranking tertinggi pecandu judi online tertinggi di dunia.

Kenyataan ini sangat berbahaya, sebab pecandu judi online di negara kita, bukan hanya mereka yang tuna wisma, tetapi mewabah di kalangan pelajar dan mahasiswa, bahkan sampai ibu rumah tangga. Yang lebih berbahaya, judi online juga menggurita di kalangan mereka yang menduduki jabatan mentereng sebagai wakil rakyat yang terhormat.

Bila tidak segera hijrah, dalam Qs. An-Nisa : 11, Allah mengingatkan, “Siapa saja yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia tengah mengerjakannya kesulitan atau kemudharatan bagi dirinya sendiri”.

Resolusi ketiga, jihad di jalan Allah. Jihad yang harus dilakukan adalah internalisasi spirit mujahid dalam menjaga totalitas iman dan sekuat tenaga melakukan hijrah dalam memerangi kelemahan dan kemalasan. Kita pasti bisa.

Aang Ridwan, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *