Dari Haji untuk Jihad Santri

(UINSGD.AC.ID) — Dalam sebuah perjalanan mengunjungi situs bersejarah di Madinah pada Musim haji Tahun ini, penulis menyempatkan diri berkunjung ke Medan Badar. Sebuah situs bersejarah yang seringkali membanjiri berbagai inspirasi.

Saat kunjungan itu, teringat sebelum perang Badar, sebagai motivasi bagi para mujahidnya, Baginda Nabi membacakan Qs. Al-Anfal:65; ”Wahai Nabi (Muhammad), kobarkanlah semangat orang-orang mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus (orang musuh); dan jika ada seratus orang (yang sabar) di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan seribu orang kafir karena orang kafir itu kaum yang tidak memahami”.

Dalam spirit ayat ini, Nabi menggelorakan semangat seraya berkata, “Qumu ila jannatin ‘ardzuha as-samawati wa al-ard, Bangkitlah kamu semua maju ke medan perang yang menyediakan surga yang luas, seluas langit dan bumi.”

Menyertai gelora itu, Baginda Nabi mengokohkan kolaborasi para tentaranya agar bersatu dan menyatu dalam tuju. Ibnu Mas’ud berkata; “Kami pada hari Badar, tiap-tiap tiga orang saling bertukar untuk menaiki unta. Baginda Nabi ditemani Ali bin Abi Thalib dan Abu Lubabah.

Ketika tiba giliran Baginda menaiki unta, mereka berkata, ‘Kami akan berjalan di belakangmu’. Lalu Baginda berkata, ‘Kamu berdua tidaklah kuat (dengan membiarkan hanya Nabi yang menaiki unta) dan tidaklah aku juga menginginkan pahala’.

Dari sekelumit peristiwa ini, terkait Hari Santri 22 Oktober 2023. Bila hidup dimetaforkan sebagai sebuah medan peperangan, maka sebagai resolusi jihad santri di era milenial, setidaknya ada dua hal; kesabaran dan kolaborasi.

Sabar dalam menjalankan perintah Allah untuk menuntut ilmu, sabar ketika diuji oleh kenyataan masaqoh di tempat menuntut ilmu, dan sabar untuk tidak berbuat maksiat saat menuntut ilmu. Adalah resolusi utama kaum santri yang akan berbuah lahirnya inner energy untuk bisa beradaptasi sekaligus menaklukan beratnya masa depan.

Menyertai kesabaran, era milenial menghajatkan kolaborasi. Dalam hal ini mari kita gali kearifan dari ilmu nahwu. Dalam ilmu nahwu, ada kalimat yang disebut isim. Ia memiliki lima pilar sebagai resolusi untuk jihad santri milenial, yaitu; jar, tanwin, an-nida, al, dan musnad.

Pertama, “Jar” salah satu tandanya adalah kasrah yang memiliki filosofi tawadhu. Dalam konteks hidup di era milenial, tawadhu merupakan pijakan kearifan sekaligus sikap mental yang harus dimiliki seseorang santri. Bila berdaya tidak jumawa, bila sebaliknya tidak putus asa.

Kedua, “tanwin”, filosofinya adalah sinergi. Di era milnelial tidak ada superman. Siapapun, termasuk santri harus bisa bersinergi dan kolaborasi. Ketiga “an-nida”, adalah respontif. Filosofinya seorang santri harus responsif terhadap berbagai inovasi dan perubahan yang terjadi. Keempat, “al”, yakni makrifat. Filsofinya seorang santri harus bisa mencerahkan lingkungan sekitar baik dengan ilmu, amal maupun finansialnya.

Kelima, “musnad”, filosinya sebagai mudhof ilahi, yakni harus mampu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari lembaga besar. Dalam konteks musnad, seorang santri harus bisa menempatkan diri sebagai fail dhohir yang tugas pokok dan fungsinya jelas. Namun demikian penting juga mempertimbangkan fail mustatir, yaitu aktor invisibel. Substansinya santri harus bisa memberikan kontribusi untuk negeri.

Melalui dua resolusi sebagai oleh-oleh haji, jihad santri untuk negeri insya Allah akan membumi. Semoga.

Aang Ridwan, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Sumber, 24 Oktober 2023.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *