Dakwah Pencerahan Bangsa

Bangsa  Indonesia hingga kini, hampir tujuhpuluh tahun merdeka,  masih dihadapkan kepada persoalan sosial mendasar yaitu rendahnya tingkat kesejahteraan, pendidikan dan kesehatan. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut Indeks pembangunan Indonesia (IPM) tahun 2012 sebesar 73,29%. Tentu saja karena mayoritas penduduk Indonesia adalah Umat Islam maka yang terkena oleh keadaan tersebut adalah mereka. Akar persoalan yang menjadi penyebab utama semua itu, di samping sebab struktural,  hampir di semua bidang kehidupan berbangsa, umat Islam menjadi objek, termarjinalkan dan hanya menjadi piguran. Kondisi ini diperparah oleh ukhuwah yang relatif rendah di antara kelompok umat. Terlalu banyak variasi  orientasi keberagamaan  yang memiliki syir’ah dan minhaj masing masing.

Situasi inilah yang seharusnya menjadi titik pangkal, kesadaran seluruh elemen umat untuk duduk bersama, bergandengan tangan, menguatkan ukhuwah Islamiyyah dalam agenda kultural-struktural agar umat terbaik yang disebutkan Alquran bukan sekedar sebutan, namun menjadi kenyataan. Karena Allah tak akan mengubah nasib sebuah kaum kecuali mereka mengusahakannya sendiri.

  Sebagai salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah sangat menyadari tugas tersebut. Karena itu, hingga kini, Muhammadiyah tetap istiqomah, berjuang di jalur cultural, membina ummat,  dan tidak masuk ke salah satu kelompok politik menjaga jarak yang sama terhadap mereka termasuk tidak  mendukung salah satu calon Presiden-Wakil Presiden manapun karena semua dianggap sebagai kader terbaik Bangsa. Apabila ada kader yang masuk ke ranah politik, Muhammadiyah memberikan panduan agar gerakan politiknya dibingkai oleh nilai Islam sehingga bermanfaat bagi umat.  

Muhammadiyah melalui amal usahanya lebih fokus kepada program pendidikan, kesehatan dan sosial ekonomi. Sudah ada puluhan ribu amal usaha dengan aset puluhan triliun yang tersebar di seluruh Indonesia. Meski demikian, kontribusi keumatan harus berbanding lurus dengan peran kebangsaan. Karena sedari awal, Muhammadiyah menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah harga mati. Untuk itu lah, tema Tanwir Muhammadiyah di Samarinda, Kalimantan Timur (23-25 Mei 2014) adalah “Dakwah Pencerahan Menuju Indonesia Berkemajuan”.

Dakwah merupakan upaya stratejik dalam upaya memberikan pencerahan dan pemberdayaan kepada masyarakat sehingga mampu mencapai apa yang disebut umat terbaik. Stratejik bermakna jangka panjang, terkelola dengan baik dan memiliki tujuan jelas yaitu menjadi umat terbaik.

Pencerahan dimaksudkan agar pemikiran masyarakat tidak lagi dikungkung oleh mitos dan takhayul yang tidak selaras dengan prinsip kemajuan. Kecintaan kepada ilmu pengetahuan dan teknologi yang dipandu oleh ilmu agama akan melahirkan manusia Indonesia yang tidak hanya berakidah kokoh dan bermoral, namun juga cerdas, sehingga mampu menjadi pemeran utama dalam kemajuan dan perubahan yang kini sedang berlangsung.

Pikiran adalah penentu tindakan. Bilamana pikirannya telah tercerahkan, maka seluruh prilaku manusia akan memberdayakan. Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi yang lainnya. Begitulah Rasulullah Saw memberikan panduan bagaimana menjadi seorang Muslim sejati.

Amal usaha Muhammadiyah adalah praktik kongkrit tentang bagaimana seorang Muslim memberdayakan, bermanfaat bagi yang lainnya. Jauh sebelum Indonesia merdeka, pendiri Muhammadiyah telah mempersiapkan pondasi dasar kebangsaan dengan penguatan dari sisi human capital, melalui sekolah, rumah sakit dan panti asuhan. Sekolah, rumah sakit dan panti asuhan adalah sarana untuk menaikkelaskan warga marjinal  (mustadl’afîn) menjadi berdaya dan mampu memperbaiki tarap hidupnya lebih sejahtera.

Begitulah Muhammadiyah dalam berdakwah, lebih dari sekedar ceramah. Justru melalui tindakan nyata, amal soleh yang terorganisir (amal usaha) yang memiliki jangkauan lebih luas dan melintas batas. Mungkin jika diinventarisir, ada jutaan anak bangsa yang berbeda agama yang tersantuni, menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan Muhammadiyah atau berobat ke rumah sakit milik Muhammadiyah. Ikhtiar  untuk menjadi umat terbaik dan menjadikan Islam rahmat bagi seluruh alam.

Berlomba Dalam Kebaikan

Dakwah pencerahan yang melintas batas merupakan perintah Allah. Prinsip dasarnya adalah perintah untuk berlomba dalam kebaikan (fastabiqulkhoirôt).  Di dalam  Alquran, kata fastabiqulkhoirôt  terdapat pada surat  Al-Baqarah ayat 148 dan Al-Maidah ayat 48. Kedua ayat tersebut  mengandung persamaan dalam menceritakan  kebhinekaan masyarakat sebagai latar belakang dari disebutnya kata tersebut. Menjelaskan bahwa di dunia ini terdapat berbagai macam keagamaan  dan keyakinan  masyarakat sebagai kehendak Allah, dan memberi tuntunan kepada umat Islam untuk  berlomba dalam kebaikan.

Dalam surat Al-Baqarah ayat 148 dinyatakan:  “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (wijhah) sendiri yang ia menghadap kepadanya; maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada, niscaya Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Terminologi wijhat bagi ahli tafsir memiliki banyak pengertian, diantaranya berarti arah atau kiblat, tujuan, pandangan dan orientasi. Artinya bahwa setiap umat atau komunitas agama (ahl al-adyân/al-millat) memiliki arah atau kiblat, tujuan, orientasi dan cara pandang masing-masing yang satu sama lainnya berbeda.

Dalam surat al-Maidah ayat 48 dinyatakan: “Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan (syir’at) dan jalan yang terang (minhâj). Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu ummat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan.”

Kata syir’at dan minhâj yang biasa diterjemahkan sebagai aturan dan jalan yang terang, dapat diartikan juga sebagai praktek keagamaan. Artinya bahwa setiap umat atau komunitas agama (ahl al-adyân/al-millat) memiliki praktek keagamaan masing-masing yang  satu sama lainnya berbeda.

Dengan demikian, berdasarkan penafsiran kedua ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap umat atau komunitas agama (religious community) mempunyai arah atau kiblat, tujuan, orientasi, pandangan serta praktek keagamaan masing-masing, yang berarti menunjukan pembenaran adanya pluralitas agama. Pembenaran terhadap pluralitas agama tersebut semakin bertambah tegas apabila membaca penggalan surat al-Maidah ayat 48 di atas.

Demikianlah, pluralitas umat beragama merupakan tujuan dan kehendak Tuhan, untuk menguji manusia dalam merespon  kebenaran yang telah disampaikan-Nya, agar  manusia berkompetisi dalam melakukan kekaryaan yang terbaik.

Dakwah adalah menebar manfaat kepada umat seagama dan lintas agama. Dalam  konteks kebangsaan, Muhammadiyah ingin berkontribusi nyata dan lebih luas lagi untuk Indonesia berkemajuan yang dicirikan dengan meningkatnya kesejahteraan dan keadilan. Wallâhu’alam.

Dadang Kahmad, Direktur Program Pascasarjana UIN Bandung.

Sumber, Republika 23 Mei 2014

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *