Dunia kini sedang dilanda wabah Corona Virus Disease (Covid-19). Virus mematikan yang pertama kali muncul di Kota Wuhan, Cina, ini telah menyebar ke lebih dari 200 negera di dunia, termasuk Indonesia. Berbagai kebijakan telah diambil oleh para kepala negara untuk memotong mata rantai penyebaran Covid-19 ini.
Mulai dari melakukan isolasi (pemisahan orang sakit yang terinfeksi dengan yang tidak terinfeksi), social distancing atau psyical distancing (pembatasan jarak sosial), karantina wilayah (lockdown) oleh beberapa negara di Dunia. Dan kebijakan pembatasan wilayah berskala besar (PSBB) sebagai kebijakan yang diambil oleh Presiden Joko Widodo.
Apapun kebijakan yang dikeluarkan oleh para kepala negara, semuanya mengatur tentang adanya perintah stay at home (berdiam di rumah) bagi para warganya. Dengan kebijakan tersebut, maka semua masyarakat diwajibkan untuk bekerja dari rumah (work from home/WFH), beribadah di rumah, dan juga belajar di rumah (learning from home/LFH) masing-masing. Sanksi jelas dan tegas diberikan kepada mereka yang masih berkerumun, melakukan aktivitas di luar rumah, kecuali dalam keadaan mendesak. Dan kecuali pula bagi tenaga khusus yang ditugaskan dalam rangka penanggulangan pandemi.
Pendidikan dalam Keluarga
Dalam keadaan apapun pendidikan harus terlaksana dengan baik. Karena pendidikan mencerdaskan dan mendewasakan anak-anak, serta mempersiapkan hidup di masa yang akan datang. Dalam kondisi penyebaran Covid-19 tidak lagi dilakukan di sekolah-sekolah formal sebagaimana biasanya, tetapi juga dilakukan di rumah dalam keluarga.
A Tafsir (2012) menyebutkan, pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan pertama dan utama bagi anak-anaknya. Dikatakan pertama karena memang anak mendapatkan pendidikan pertama kali di lingkungan keluarga, yakni orang tua, ayah dan ibunya. Sementara dikatakan utama karena yang paling utama mendidik anak adalah orang tua.
Bertugas sebagai pendidik dalam keluarga adalah ayah dan ibu. Merekalah yang memiliki tugas dan tanggung jawab pertama dalam mendidik anak-anaknya di rumah. Ayah dan ibu berkewajiban memberikan asuhan, arahan, dan bimbingan kepada anak-anaknya. Orang tua merancang berbagai aturan yang harus dipenuhi oleh anak-anaknya di rumah walaupun tidak tertulis.
Pendidikan yang ditanamkan kepada anak-anak sebagaimana dikatakan oleh Ulwan (1981) adalah pendidikan keimanan, pendidikan akhlak/moral, pendidikan intelektual, pendidikan jasmani, pendidikan sosial dan kepribadian, dan pendidikan seksual. Semua itu merupakan tanggung jawab orang tua sebagai guru bagi anak-anak mereka. Akan tetapi, dari hal itu semua, pendidikan yang paling pertama adalah pendidikan keimanan dan ketakwaan kepada Allah atau pendidikan agama. Karena pendidikan agama berperan besar dalam membentuk pandangan hidup seseorang. Oleh karena itu, pendidikan agama –dalam pandangan Islam — diberikan ketika anak sejak dalam kandungan (pendidikan prenatal).
Anak merupakan amanah yang harus dijaga, dan dipertanggungjawabkan. Jelas tanggung jawab orang tua terhadap anaknya sangatlah besar. Secara umum, tanggung jawab itu terletak dalam penyelenggaraan pendidikan bagi anak dalam keluarga. Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa, memerintahkan agar setiap orang tua menjaga keluarganya dari siksa api nereka. “Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka” (QS 66:6).
Selain itu, pelaksaan pendidikan dalam keluarga karena orang tua berkeinginan anak-anak tumbuh dan berkembang secara maksimal, baik perkembangan jasmani, ruhani. Kelak anak-anak menjadi anak yang sehat, kuat, cerdas, pandai, memiliki keterampilan dan juga yang terpenting adalah memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat. Semua orang tua tentu tidak ingin anak-anaknya tumbuh menjadi anak yang lemah baik fisik maupun mentalnya, lemah pengetahuannya (bodoh), dan juga tidak nakal (tidak melanggar aturan).
Munculnya Lembaga Pendidikan
Karena berbagai keterbatasan, juga kesibukan meraka bekerja di luar rumah, di kantor, di perusahaan, juga diberbagai instansi lainnya. Peran dan tanggung jawab orang tua, dibantu oleh lembaga pendidikan di lauar rumah (seperti sekolah, pondok pesantren, dan lainnya). Maka banyak orang tua yang berduyun-duyun menyekolahkan anak-anaknya ke lemabaga pendidikan. Mereka juga dengan sukarela, senang hati mengantar anak-anaknya setiap pagi hari dan menjemputnya setiap sore hari.
Bukan hanya antar jemput, mereka juga rela membayar para guru yang mengajar anak-anaknya di sekolah. Tidak jarang orang tua yang mengeluarkan biaya tambahan bagi pendidikan anak-anaknya di lembaga pendidikan yang dipilihnya itu. Asal anak-anaknya senang belajar, dan ia juga dapat dengan ‘tenang’ bekerja mencari nafkah bagi keluarganya.
Dengan demikian, maka menjamurlah lembaga-lembaga pendidikan baik yang dikelola oleh pemerintah (negeri), maupun yang dikelola oleh perorangan (swasta) yang berada di bawah naungan yayasan atau oragnisasi kemasyarakatan, bahkan organisasi keagamaan.
Akan tetapi, yang menjadi catatan, walaupun para orang tua menitipkan anak-anaknya ke lembaga pendidikan, tidak lantas kewajiban dan tanggung jawab mereka dalam mendidik anak-anak hilang begitu saja. Apalagi dalam konteks agama Islam, perintah itu telah dititahkan oleh Allah melalui firmannya. “Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka” (QS 66:6). Dengan demikian, jelas bahwa orang tua memiliki tanggung jawab besar dalam pendidikan anak-anaknya.
Mengembalikan Peran dan Tanggung jawab
Adanya kebijakan stay at home dengan melakukan kerja, ibadah, dan belajar di rumah yang diambil oleh pemerintah, dalam rangka memutus mata rantai penularan Covid-19 ini. Dan mengharuskan anak-anak usia sekolah belajar di rumah, disadari atau tidak telah mengembalikan tugas dan tanggung jawab orang tua dalam melakukan pendidikan bagi anak-anaknya.
Orang tua berperan sebagai ayah dan sekaligus pendidik yang mengajari anak-anaknya di rumah. Mereka melakukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pendidikan. Memetakan schedule of time sebagaimana layaknya proses pendidikan dilakukan di lembaga pendidikan pada umumnya.
Akan tetapi, banyak orang tua yang merasa ribet, bahkan stress dalam mendidik anak-anaknya di rumah, terutama dalam kondisi pandemi Covid-19, karena mereka, selain sudah merasa nyaman dengan menitipkan anak-anaknya ke lembaga pendidikan, juga karena terlalu lamanya berdiam diri di rumah (stay at home). Selain itu, tidak banyak orang tua yang mempesiapkan diri mendidik anak-anak, apalagi dengan menggunakan metode atau cara-cara yang tepat, efektif dan efisien.
Islam telah megajarkan berbagai macam cara/metode yang dapat diaplikasikan oleh orang tua dalam melakukan proses pendidikan di rumah. Di antaranya adalah pendidikan dengan kasih sayang, pendidikan dengan keteladanan (uswah/qudwah), pendidikan dengan nasihat (mau’idzah), pendidikan dengan pembiasaan, pendidikan dengan cerita, dan pemberian reward dan funishment (penghargaan dan hukuman).
Selain itu, para orang tua dapat pula memposisikan dirinya sebagai partner bagi anak-anaknya, dengan cara menghargai dan menghormati hasil kerja dan karya mereka, menujukkan perhatian, memberikan rasa aman dan nyaman bila ada di sampinya, meluangkan waktu khusus dengan mereka, menjaga kekompakan, dan lain sebagainya.
Semoga saja di masa pandemic Covid-19 ini (juga seterusnya), kita semua sebagai orang tua dapat melakukan proses pendidikan yang baik bagi anak-anak kita. Agar mereka kelak menjadi pribadi-pribadi yang unggul, pribadi yang kuat, memiliki akhlak karimah dan hidup dalam ridha-Nya. Wallahu’alam.
Heri Gunawan, Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Mahasiswa Program Doktor Pendidikan Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Sumber, Republika 19 April 2020