Corak Pemikiran Teologi K.H. Abdul Halim

Terdapat dua visi dalam memandang K.H. Abdul Halim, seorang tokoh dan pendiri organisasi keagamaan Persyari­katan Ulama. Di satu pihak ia dipandang sebagai seorang tokoh pembaharu Islam di Indonesia yang memiliki hasrat besar dalam mengantarkan bangsanya dari corak kehidupan statis-pasif menjadi bangsa dinamis-revolusioner. Melalui hasrat besarnya itu ia dipandang sebagai seorang modernis­rasional. Sementara di pihak lain, ia diklaim sebagai seo­rang tradsionalis yang oleh sementara pengikutnya disebut-sebut sebagai seorang Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah, pengikut setia teologi Asy’ari.

Tujuan penelitian ini, ingin mengetahui pemikiran kalam yang cukup utuh dari K.H. Abdul Halim, sekaligus me­nentukan kecenderungan coraknya dalam bidang kalam. Pene­litian dilakukan dengan metode komparatif. Data dikumpulkan melalui telaah ke­pustakaan (library research). Untuk selanjutnya dianalisis dan diklasifikasi berdasarkan tema kajian.

Hasil penelitian menunjukkan, dari delapan persoalan kalam yang diteliti, yakni, kekuatan akal, free will dan predestination, konsep iman, kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, keadilan Tuhan, perbuatan-perbuatan Tuhan, dan si­fat-sifat Tuhan, kesamaan pandangan Abdul Halim dengan ke­lompok Maturidiyah Bukhara hanya dalam dua hal, yaitu, da­lam penerimaannya terhadap adanya sifat-sifat Tuhan secara umum dan persoalan baik dan buruk dikaitkannya dengan masyi’ah dan rida Tuhan. Sedangkan kesamaan dengan kelompok Asy’ariyah terdapat dalam persoalan sifat-sifat Tuhan, baik mengenai sifat-sifat Tuhan secara umum, antropomor­fisme, ru’yatullah dan firman (sabda) Tuhan. Sementara, dalam sejumlah persoalan lainnya, Abdul Halim memiliki pandangan yang sama dengan kelompok Mu’tazilah dan Matu­ridiyah Samarkand.

Dari kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh, bahwa corak kalam Abdul Halim dapat dimasukkan ke dalam corak pemikiran kalam rasional dengan ciri-ciri: menempatkan akal pada po­sisi yang tinggi dengan tanpa mengabaikan peranan wahyu, kebebasan manusia dalam melakukan kemauan dan perbuatan, percaya kepada sunnatullah dan kausalitas, dan menempatkan kedinamisan manusia dalam bersikap dan berpikir.

 

 

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *