Budaya Setoran Paragraf

Setoran paragraf telah berlangsung sejak zaman kuno ketika pendidikan tinggi di dunia mula pertama berdiri. Mahasiswa menulis paragraf dan dosen melakukan feedback (umpan balik).

Setoran dan feedback merupakan cara tradisional yang bertahan. Bahkan, dipertahankan. Cara ini diakui efektif dan berperan besar dalam peningkatan kualitas penulisan akademik (academic writing).  
Email menjadi sarana setoran paragraf di era digital. Mahasiswa mengirim email dan dosen melakukan reviu.

Suatu pagi biasa digunakan untuk reviu ditemani secangkir kopi. Memeriksa kata, menyingkap “gerobak” kalimat, dan memahami paragraf.

Kesalahan penulisan kata diperiksa. Menggarisbawahi kalimat ambigu. Memastikan kutipan referensi. Dan memahami “adegan” sebuah paragraf.

Melalui feedback dipastikan kualitas tulisan meningkat sejak setoran awal. Budaya feedback berperan besar dalam memastikan keberhasilan penulisan.

Setoran cukup paragraf demi paragraf. Siapapun tidak mungkin mampu memeriksa “gerobak jerami” setumpuk untuk memilah dengan detail. Artikel ilmiah hanya 16 paragraf cukup dengan setoran bertahap.

Paragraf satu selesai diperiksa. Dosen dan Mahasiswa berdiskusi untuk menentukan paragraf kedua. Templet menjadi satu-satunya acuan bersama.

Kelayakan tulisan “diinterogasi” menurut templet. Setoran paragraf secara bertahap dipastikan memberikan jaminan untuk publikasi artikel di jurnal ilmiah. []


Bandung, 22 Oktober 2020
Wahyudin Darmalaksana, Kelas Menulis UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *