Budaya Membaca Pupuk Minat Menulis & Penghasil Karya

[www.uinsgd.ac.id] “Kenali diri dengan buku-buku yang sedang digemari, langkah itu akan mempermudah penulis pemula untuk membudayakan menulis.” Begitulah sepenggal ucapan salah seorang Novelis Indonesia, Asma Nadia ketika menjadi pembicara dalam seminar yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab di Aula Anwar Musaddad, Kamis (3/5/2018). Dengan mengusung tema “Menumbuhkan Minat Menulis” seminar tersebut tak hanya menghadirkan Asma Nadia, namun juga salah seorang Dosen Fakultas Adab dan Humaniora, Fadlil Yani Ainusyamsi

Penulis novel Assalamualaikum Beijing, Asma Nadia memulai dengan menuturkan kisahnya bagaimana Ia mulai menumbuhkan minat menulisnya. Dari kisahnya Ia mulai dari gemar membaca menjadi modal tumbuhnya rajin menulis, dan menurut Asma Nadia dengan menulis bisa mengubah dunia, selain itu juga mengasah kreativitas dalam menulis dengan memberi ruang untuk hobi dan potensi.

Menjadi predator buku turut melengkapinya. Asma tidak setuju dengan sebutan kutu buku, pasalanya kutu terlalu kecil untuk para pemburu dan pelahap buku. “Perempuan sekarang yang hanya terfokus dengan makanan, lebih mengurusi leher ke bawah daripada leher ke atas yang artinya tidak mempriotitaskan isi kepala,” tegasnya.

“ Kita harus menumbuhkan motivasi sendiri kenapa ingin menulis. Selain itu rajinlah mengirim karya ke berbagai lomba agar bisa memacu terus untuk menulis. Satu lagi tidak jauh dari tindakan dalam menulispun harus memiliki ahlak dalam berkarya juga ikut mengawal adaptasi karya,” tambah Asma Nadia.

Inspirasi Menulis

Asma Nadia mengungkapkan bahwa inspirasi menulis bisa datang darimana saja. Sikap cemburu pun bisa dijadikan buku. “Jomblo harus diselamatkan, dengan buku-buku soal cinta sejati seperti “Assalamualaikum Beijing yang terinspirasi dari curahan hati teman saya yang tidak percaya akan cinta sejati kemudian menjawabnya melalui novel,” ungkap Asma.

Menurutnya, ada perbedaan antara penulis dan rakyat jelata ketika patah hati. Untuk penulis mendadak mencari notes atau buku dan mencurahkanya disana. “Kalau ada yang curhat jangan buat menjauh jadikan inspirasi. Belajar memberi masukan dan sumber inspirasi terbesar adalah manusia di sekitar kita”Ujarnya.

Dia pun menjelaskan beberapa novelnya yang terinspirasi dari kehidupan sehari-hari. Misalnya Buku Catatan Hati Bunda ia terinspirasi dari supir taksi yang anaknya terkena penyakit kanker. Menjadi penulis, tambahnya, harus mampu berempati sehingga dapat merasakan luka mereka. Ide-ide bertebaran di sekitar, buka hati dan buka telinga. Sorang penulis harus bisa mengamati dan observasi, belajar mendeskripsikan dan melatih mendengar dialog-dialog sehari hari.

Asma, dalam karya-karyanya seringkali mengambil dari tema-tema yang sederhana tetapi berkaitan erat dengan banyak orang. Meski samar-samar popular ia tetap menyusupi visinya seperti dalam buku Jangan Jadi Muslimah Nyebelin sebagai bentuk auto kritik muslimah era sekarang.

Menjadi Mahasiswa Yang Luar Biasa Dengan Menulis

“Mahasiswa Bahasa dan sastra Arab (BSA) harus menjadi mahasiswa yang luar biasa bukan mahasiswa biasa. Dan mahasiswa luar biasa harus memiliki karya. Tapi tidak mungkin kita bisa berkarya, tidak mungkin kita berkreasi tanpa memiliki kebiasaan menulis”Ungkap Fadlil Yani Ainusyamsi selaku dosen fakultas Adab dan Humaniora.

Dosen Fakultas Adad dan Humaniora, Fadlil Yani Ainusyamsi menuturkan, mengawali kebiasaan menulis dimulai dengan menulis buku harian. Dari kisahnya, Ia mempunyai seorang mahasiswa yang rajinmenulis diary dan menumpah-ruahkan semua perasaanya dalam tulisan.Hingga dapat menghasilkan satu karya yang ada ditanganya. Di dalam konteks penulisan tiada hari tanpa menulis, harus kreatif dan inovatif dalam menulis. Ia juga menamabahkan semakin banyak membaca semakin memudahkan untuk mengasah skill menulis

Seperti misalnya sifat-sifat yang tidak terungkap dalam kehidupan tetapi terucap dalam catatan, buku yang menginspirasinya. “Ketika mendapatkan kegiatan apapun, catatan harian akan menjadi catatan yang berharga saat kita tidak ada. Pesan saya budaya menulis harus dipelihara dengan baik dan jadikan tiada hari tanpa menulis,” pungkas Fadlil. (Anisa Dewi Anggriaeni, Elsa Yulandri/Suaka)

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *