Budaya Digital Tantangan Akademisi & Pegiat Kreatif

[www.uinsgd.ac.id] Menjawab tantangan di era digital dalam bidang bahasa, sastra dan kajian keislaman, Jurusan Sastra Inggris (SI) Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) UIN SGS Bandung bekerjasama dengan Fakultas Komunikasi, Sastra, dan Bahasa (FKSB) Universitas Islam 45 (Unisma) Bekasi menggelar Koferensi Internasional II (IC-CALL 2018) di Aula FAH lantai IV, Selasa (06/11).

Konferensi bertajuk “Budaya Digital: Tantangan Akademisi dan Pegiat Kreatif” dengan menghadirkan narasumber: Dr. Ruanni F. Tupas (dosen National Institute of Education Singapura), Dr. Svann Langguth (Kepala divisi sains dan teknologi Kedutaan Jerman), Cecep Hari (penyair Indonesia), dan Prof.Dr. H. Rosihon Anwar (peneliti kajian keislaman, Guru Besar Tafsir Fakultas Ushuluddin)

Dekan FAH, Dr. Setia Gumilar, S.Ag, M.Si, dalam rilis yang diterima GM, Rabu (7/11) menjelaskan “Seminar Internasional Jurusan Sastra Inggris ini merupakan rangkaian dari Pekan Ilmiah III FAH UIN SGD Bandung yang dilaksanakan selama lima hari dari tanggal 05 sampai 09 November 2017 yang dilengkapi dengan Aksi Kreativitas Akademik dan Budaya (AKRAB), menampilkan aneka lomba Akademik dan Olahraga, serta Pentas Seni Mahasiswa,” tegasnya.

Dekan FAH menguraikan tantangan yang dihadapi era digital di kalangan akademisi, pertama, budaya instan. “Budaya ini sudah masuk dunia akademik. Misalnya dosen memberikan tugas kepada mahasiswa. Positifnya dengan mudah kita mencari informasi yang diperlukan dari internet. Akan tetapi negatifnya, terjadi dekadensi moral. Caranya dengan mengcopy paste materi yang dibutuhkan atau mengerjakan semua tugas dari internet,” paparnya.

Kedua, hilangnya budaya literasi.”Kita merasa kehilangan di sudut-sudut kampus, pojok ruangan dosen, mahasiswa sedang asyik membaca, diskusi. Ini menjadi tantangan bagi kalangan akademisi untuk menghadirkan minat baca, tradisi menulis dan publikasi dosen, mahasiswa di era digital,” tegasnya.

Ketiga, lahirnya sastra siber. “Pada awalnya media publikasi karya sastra hanya milik redaktur atau mereka yang mengenal pimpinan media. Sekarang di era sastra siber, mereka yang memiliki blog, web dengan mudah mempublikasikan karyanya. Tentunya, kualitas atau standar sastra bisa dilihat dari karyanya,” keluhnya.

Dekan FAH berharap, “Mudah-mudahan dengan adanya Konferensi Internasional II yang diikuti 62 pemakalah dari berbagai perguruan tinggi ini kita dapat merumuskan kurikulum akademik yang secara metodologi dan subtansi diharapkan dapat mencetak sastra digital, budaya digital,” terangnya.

“Mari kita berkarya secara bersama-sama untuk mewujudkan budaya kampus yang memiliki dosen dan mahasiswanya rajin menulis di bidang bahasa, sastra, budaya di era digital yang semua hasil penelitianya dipublikasikan pada jurnal terakreditasi,” optimisnya.

Ketua Jurusan SI, Lili Awaludin, MA menuturkan tema yang diangkat pada IC-CALL 2018 ini, “Muncul terkait dengan perkembangan bahasa, sastra dan kajian keislaman di era digital ini mengalami perubahan dan pergeseran. Sampai-sampai masuk ke dunia akademik dan pekerja keratif,” tegasnya.

Acara IC-CALL 2018 ini dihadiri, “Para akedemisi, dosen dari Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, Universitas Padjadjaran, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Hasanudin, Universitas Negeri Jakarta, UIN Jakarta, guru dan pencinta bahasa dan sastra yang mempresentasikan makalah hasil penelitiannya di ajang pertemuan ilmiah,” ujarnya.

Panitia menerima 72 abstrak terkait bidang bahasa, sastra dan kajian keislaman di era digital. “Makalah ini dipresentasikan oleh para pemakalah pendamping sebagai ajang berbagi sekaligus sosialisasi hasil penelitian,” pungkasnya. (B.47)

Sumber, Galamedia 8 November 2018.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *