[www.uinsgd.ac.id] Rencana Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk melakukan sertifikasi terhadap para ulama, menuai banyak protes dan penolakan di kalangan tokoh Islam.
Kritikan pedaspun deras mengalir, seperti dari, FUUI, imam mesjid besar Istiqlal, petinggi PBNU dan dari tokoh islam lainnya. Mereka menilai rencana BNPT tersebut, sebagai rencana yang ngawur, mengada-ada dan melukai perasaan ulama dan umat. Pasalnya tak ada parameter yang jelas menerbitkan sertifikat bagi ulama tersebut.
Menurut Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SGD Bandung, Prof. Dr. H. Asep Muhyidin, M.Ag rencana BNPT itu bisa dikatakan latah dengan Trend serifikasi yang sering digunakan bagi para guru dan penyuluh di lembaga pendidikan. Padahal, program sertifikasi merupakan program structural dan formal, bukan untuk lembaga non formal.
“Kita jangan latah dengan trend serifikasi, karena program sertifikasi biasanya untuk kalangan formal dan structural, seperti guru dan penyuluh bukan untuk lembaga non formal, seperti ulama, ustadz, kiayi atau dai,“ tegasnya, seperti dimuat ReaksiNasional (12/9).
Oleh kaena itu, kami menolak rencana serifikasi tersebut, sebab sambung Asep, ekses buruknya jelas akan menimbulkan kecemburuan dikalangan para kiayi dan ulama, jika yang satu dapat sertifikasi yang lain tidak.
Bukan hanya itu, kata dia, akan timbul kekacauan di masyarakat jika ulama yang di beri label sertifikasi tadi ilmu dan akhlaqnya bertolak belakang dengan penilaian umat.
“Tolong lah harus di pahami, ulama itu tidak bisa di sertifikasi, karena gelar ulama berasal dari penilaian yang diberikan oleh umat (masyarakat) baik ilmunya maupun akhlaqnya, itupun melalui proses yang panjang,“ ujar Asep.
Jadi tambah Asep, yang terbaik bukan pada disertifikasi ulama, tapi, bagaimana ulama dilibatkan dalam menanggulangi dan mengantisipasi gerakan terorisme, dengan jalan memberikan pembinaan dan pencerahan kepada umat.
Sedangkan Dosen Filsafat sekaligus tokoh pemuda Islam, Muhlas, M.Hum, menilai rencana BNPT itu sebagai langkah berbahaya jika dipaksakan. Sebab akan menimbulkan gejolak baru di tengah masyarakat serta akan menimbulkan ekses empati dari para kiayi dan umat kepada pemerintah.
”Yang namanya kiayi atau ulama itu sangat di hormati dan di taati oleh umat, bukan karena ada serifikasi tapi kerena moralitas dan keluhuran ilmunya,“ katanya (hargib)