(UINSGD.AC.ID)-Pada bulan suci Ramadhan, kerap ditemukan kelompok Muslim berpuasa secara total. Mereka tinggalkan segala aktivitas dan berfokus pada ibadah. Segenap perhatian, tenaga, dan waktunya didedikasikan untuk serbaibadah semata.
Bagi mereka, dalam Ramadhan, tidak ada waktu dan tempat untuk aktivitas lain. Ramadhan adalah bulan ibadah. Pekerjaan, dagang, dan aktivitas lain ditinggalkan demi ibadah mahdhah dalam segala bentuknya. Ini satu tepian ekstrem.
Di tepian ekstrem lain, sekelompok Muslim lain berpuasa juga secara total. Mereka tinggalkan juga segala aktivitas untuk mengamankan puasa mereka. Hanya saja, hari-hari Ramadan itu bukan mereka isi dengan serbaibadah.
Mereka habiskan waktu siang untuk menonton televisi, bermain gim, tidur, jalan-jalan, dan bentuk-bentuk ngabuburit lainnya. Dengan cara itu, berpuasa tidak terasa berat. Waktu berbuka Maghrib tiba tanpa terasa. Waktu siang tanpa terasa cepat berlalu. Mereka tamat berpuasa tanpa terasa berat hingga hari lebaran tiba.
Kedua kelompok Muslim di atas dapat memicu kemunculan kelompok Muslim ketiga terkait puasa. Adalah kelompok Muslim yang tidak berpuasa dengan alasan puasa menurunkan produktivitas.
Mereka ingin tetap aktif, energik, dan produktif bekerja dan berusaha. Mereka tidak mau lemas, malas, dan tiduran seperti teman-temannya yang berpuasa. Mereka duduk tumpang-kaki di kantornya tanpa menghormati Ramadhan minum kopi, merokok, dan makan di waktu siang untuk tetap fit, energik, dan produktif.
Itulah ilustrasi sederhana akibat buruk ekstremitas berpuasa. Kata Imam Nawawi, moderasi itu adalah akurasi dan akurasi itulah kebenaran. “Demikianlah, Kami jadikan kamu sekalian sebagai umat moderat agar kalian menjadi saksi (moderasi Islam) atas masyarakat dan Rasul menjadi saksi atas (moderasi beragama) kamu sekalian (QS al-Baqarah [2]:143).”
Islam yang benar itu Islam moderat. Umat yang Islami itu umat moderat. Puasa hakiki itu puasa moderat. Maka, sesuai dengan wasathiyyatul islam (moderasi Islam), berpuasa itu seharusnya moderat.
Ramadhan seyogianya merupakan bulan yang produktif. Produktivitas Muslim yang berpuasa akan tetap terjaga bila ia berpuasa secara moderat. Ia berpuasa dalam keberimbangan ibadah mahdhah dan ghair mahdhah.
Ia tetap aktif bekerja dan berwirausaha dalam keadaan berpuasa. Inilah sesungguhnya sinergi antara ibadah dan aktivitas lain, perpaduan antara akal dan ruh, kombinasi antara usaha dan doa, serta ketersambungan kontinum antara dunia dan akhirat.
Sepanjang Ramadhan, setiap Muslim berbekal diri secara produktif untuk bobot kebermaknaan sebelas bulan lainnya dalam setahun. Bila sasaran objektif puasa adalah peringkat ketakwaan (QS 2: 183), sesungguhnya bekal kehidupan terbaik itulah takwa (QS 2: 197).
Prof Dindin Solahudin, Guru Besar Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Sumber Republika 7 April 2022