Berlapang Dada

Dalam perannya sebagai khalifah dan hamba Allah SWT, selain mendapatkan karunia nikmat, manusia dihadapkan pa da tugas dan tanggung jawab yang berbeda-beda. Setiap manusia diwajibkan berikhtiar sesuai ke mampuan, bersyukur atas hasil yang diperoleh bila sesuai dengan keinginannya dan bertawakal bi la hasilnya tidak sesuai dengan yang diharap kan.

Salah satu yang dibutuhkan manusia dalam keadaan apa pun adalah sikap berlapang dada.Berlapang dada merupakan sikap menerima keadaan yang dialami dan hati selalu dipenuhi rasa syukur. Kepada mereka yang pandai bersyukur, Allah SWT akan melipatgandakan kenikmatan yang sudah diberikan-Nya itu.

Rasulullah SAW telah memberi teladan tentang berlapang dada. Dalam perjuangan dakwahnya, berbagai hinaan dan cercaan diterimanya dengan lapang dada. Pernah suatu hari, beliau dilempari sampah. Pulang ke rumah dalam kondisi kotor, penuh debu, dan tanah.

Fatimah, putri bungsunya, dengan bercucuran air mata menghampiri dan membersihkan segala kotoran dari rambut dan kepalanya. Rasulullah SAW berkata, “Putriku sayang, jangan menangis dan khawatir. Ayahmu tidak sendirian, Allahlah penolongku.”

Kemudian, Rasulullah SAW pergi menuju Kota Thaif untuk berdakwah. Namun, setibanya di Thaif, bukan sambutan hangat yang didapat, justru ucapan penghinaan yang diterimanya. Bahkan, masyarakat Thaif mengajak anak-anak untuk menghina dan melemparinya dengan batu. Dengan tubuh terluka, beliau berlindung di suatu kebun di luar Thaif.

Pada saat itu, turunlah Malaikat Jibril yang menawarkan untuk menjungkirbalikkan gunung dan membinasakan penduduk Thaif. Mendengar tawaran Jibril, beliau menjawab, “Janganlah kau lakukan semua itu. Karena, sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak mengerti.”

Meskipun dengan tubuh penuh luka, Ra – sulullah masih mampu memaafkan kezaliman penduduk Thaif. Beliau berlapang dada meski dakwahnya ditolak, bahkan dihina. Akhirnya, pada tahun 10 H, penduduk jazirah Arab, termasuk Thaif, berbondong-bondong memeluk Islam.

Begitulah sikap berlapang dada, memancarkan energi dahsyat yang menembus kesucian hati. Berlapang dada akan membuat seseorang tangguh, ulet, dan sabar menghadapi berbagai cobaan dan rintangan. Ruang maaf kepada mereka yang menzalimi begitu luas tiada batas.

Sering kali dalam kehidupan kita dihadapkan pada persoalan dengan sesama yang membuat terjadi silang sengketa. Itulah dinamika kehidupan yang Allah hadirkan untuk menguji insan yang terbaik. Seperti firman-Nya, “Dialah Allah yang telah menciptakan mati dan hidup sebagai ujian se leksi siapa di antaramu yang paling baik amalnya. Dan, Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.”
(QS al-Mulk [67]: 2).

Kadang kala kita lupa bahwa yang terjadi dalam interaksi sosial dengan sesama harus memelihara nilai etis dalam ber-fastabiqulkhairat untuk meraih posisi sebagai insan dengan amal terbaik (ahsanu `amala).

Meskipun apa yang dilakukan sebagai kebenaran, ketika menyangkut orang lain, kita terikat dengan konsensus sosial dan hukum positif yang berlaku. Sertakan sabar dan ikhlas dengan hasil yang diperoleh.

Lapang dada bukan berarti pasrah sebelum ikhtiar terbaik dan maksimal dilakukan. Mari terus berlomba dalam kebaikan. Tetap lapang dada setelah melakukan upaya semaksimal mungkin sesuai aturan yang ada dan tidak mengabaikan prinsip amar makruf nahi mungkar.
Wallahu’alam.[]

Dadang Kahmad, Direktur Pascasarjana UIN SGD Bandung.

Sumber, Hikmah Republika 4 September 2014

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *