(UINSGD.AC.ID) — Hai… salam kenal!
Saya Dian Sa’adillah Maylawati, putri sulung dari Bapak Mursyidi dan Ibu Siah Khosyi’ah yang lahir hampir 35 tahun yang lalu. Panggil saja Dian ya… 😁
Berkarir menjadi Dosen itu salah satu cita-cita yang terpikir sewaktu menempuh bangku kuliah, karena dulu pernah coba-coba jadi asisten lab yang mengajar kelas praktikum, ternyata menarik. Sebelumnya ingin jadi arsitek, coba daftar arsitektur ITB, ternyata tak lulus.. hehehe.
Jenjang Pendidikan
Dian menempuh S1 di Ilmu Komputer Universitas Pendidikan Indonesia tahun 2007-2011, S2 di Informatika Institut Teknologi Bandung tahun 2012-2015, dan S3 di Universiti Teknikal Malaysia Melaka tahun 2018-2022. Perjalanan panjang, tentunya tak lepas dari dukungan dan do’a banyak pihak, khususnya Pak Suami, Gunawan 🥰.
Dian mau cerita kenapa sih bisa aktif jadi peneliti dan jadi pegiat publikasi? Terlepas dari dampaknya hingga mendapatkan berbagai apresiasi, Dian mengerjakan semuanya karena SUKA aja. Ingat diawal meniti karir Februari 2012, setelah melahirkan putri pertama, Dian berkesempatan mengajar di lab jurusan Teknik Informatika, UIN SGD Bandung. Dosen LB yang hanya ngajar pulang ngajar pulang, karena masih punya bayi, melanjutkan studi, dan ngga banyak kenalan juga.
Konferensi Sambil Traveling
Seringkali ikut-ikutan aja terlibat kegiatan-kegiatan jurusan, mengenal lebih dekat, terlibat sebagai editor jurnal jurusan (Jurnal Online Informatika JOIN), dan lainnya. Hingga tahun 2015, Dian mengenal international conference, belum kenal tuh Scopus dan lainnya. Saat itu ada permintaan untuk submit hasil penelitian tesis ke salah satu International Conference daaan ditolak, sedangkan teman-teman kuliah lainnya diterima. Sedih sih… tapi ngga apa coba lagi dan lagi.
Hingga 2016 jurusan Teknik Informatika bekerjasama dengan UIN Jakarta mengadakan international conference CITSM, berkesempatan submit artikel juga di sana, dan wooow.. diterima untuk pertama kalinya. Padahal belum kenal IMRAD dan tips trik menulis tuh 🤭. Senaaang sekali saat itu bisa accepted dan presentasi. Tahun itu mulai tertarik dunia konferensi, tahun 2016 itu pula Dian coba submit kembali artikel hasil penelitian tesis ke sebuah konferensi dan diterimaaa. Alhamdulillah. Pertama kalinya tuh terbang ke Medan, sendirian, konferensinya dibiayai pembimbing pula. Dari sana jadi lebih tertarik, wah seru ya konferensi, bisa publikasi sambil traveling, hehe 😆😁.
Dulu tuh belum tau seberdampak itu indeksasi Scopus. Karena tabungan 3 artikel Scopus hasil conference inilah, lembaga mulai lirik-lirik nih dosen yang punya publikasi terindeks Scopus. Salah satu yang dilirik ya Dian, yang waktu itu masih Dosen LB, dan tiba-tiba diajak Kapuslit (saat itu masih Prof Wahyudin Darmalaksana) dan Prof Muhammad Ali Ramdhani untuk menyusun agenda dan kerjasama mengikuti international conference di tahun 2017.
Sejak saat itu Dian mulai aktif di Puslit UIN Bandung, masyaAllah luar biasa banyak ilmu, banyak pengalaman, dan passion menulis pun semakin terasah dan terarah. Mulai kenal IMRAD, mulai kenal Mendeley, mulai kenal strategi-strategi menulis lainnya. Dari yang mainnya di prosiding mulai mencoba menulis di jurnal, beda ternyata tingkat kesulitannya. Rejected berkali-kali tapi terus mencoba, begitu accepted senangnyaaa. Mungkin feeling accepted setelah sekian kali berusaha itu ya yang membuat semakin semangat publikasi. Alhamdulillah, banyak sekali oleh-oleh yang membentuk Dian seperti sekarang sejak aktif di Puslit.
Kunci Utama Jejak Keabadian
Mau tau kunci utama menulis artikel ilmiah dan publikasi itu apa? Nothing to lose, tanpa beban, mengalir, dan menikmati. Ngga mikir akan dapat uang, ngga mikir poin atau nilai, mengalir aja. Ketika tahu ternyata dampaknya baik sebagai profil seorang akademisi dan terhadap reputasi lembaga, wah makin senang. Mungkin ini salah satu bentuk pengabdian Dian sebagai dosen di dunia akademik dan pengabdian pada lembaga.
Ada quote yang paling Dian suka. “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Kata Pramoedya Ananta Toer.
Dan Dian sudah membuktikannya. Suatu hari Dian naik transportasi online, dikantong kursi depan terselip buku yang familiar buat Dian. Iseng tanya driver-nya “Mahasiswa akuntansi ya Mas?” Sambil mengeluarkan buku dari kantong kursi tersebut. Seraya mas driver menjawab “iya, di kampus x”, Dian takjub dan merinding, buku yang familiar itu adalah buku karya almarhum Bapak. Subhanallah, al-fatihah. Ternyata betul, walaupun kita nanti sudah tiada, tapi ilmu yang kita miliki bisa terus mengalir. Salah satunya melalui tulisan-tulisan kita, sebagai jejak keabadian.
Guru yang Menginspirasi
Pernah juga ada seorang teman yang bertanya dan bilang “Ngapain sih Bu Dian rajin-rajin banget nulis? Kan bukan dosen tetap, tidak akan diakui poinnya.” Langsung down? Ngga juga, menerima bahwa itu faktanya, justru semakin bersemangat. Jawaban Dian saat itu “Yaaa… suka aja”. Inget pesan almarhum Kakek yang disampaikan oleh almarhum Bapak Dian, katanya “Kalau kerja itu yang maksimal, yang ikhlas, rezeki akan mengikuti. Kalau kerja hanya untuk mengejar uang, nanti kamu cape” Bener banget sih… totalitas dalam bekerja bukan semata-mata untuk uang (bukan berarti ngga butuh uang 😃), artinya niatnya diluruskan kembali.
Nampaknya itu yang Dian alami, menulis dan publikasi prosesnya dinikmati, ditekuni, disukai. Kalau buat Dian, menulis itu rasanya seperti terapi dan healing. Menjauhi perasaan insecure dan overthinking, hehe. Tetap belajar dan konsisten, itu yang Dian pelajari dari para guru yang keren, Prof Yudi dan Prof Dhani, yang tidak pernah berhenti belajar dan selalu mengetuktularkan semangat untuk publikasi.
Apalah arti prestasi tanpa terus belajar, hanya bonus yang bisa hilang bila kita berhenti berjuang. Semangat semuanya, semoga sharing pengalamannya bisa menumbuhkan semangat dan menyukai menulis artikel ilmiah tanpa beban. Sampai bertemu lagi di lain kesempatan 🤗
Salam publikasi,
Dian.