Tafsir Konstitusi Berdasarkan Prinsip Keadilan

[www.uinsgd.ac.id] Kerjasama Mahkamah Konstitusi (MK) dan Perguruan Tinggi  jadi kebutuhan yang harus dipenuhi karena kehadiran MK tidak terlepas dari peran Perguruan Tinggi (PT). Dari kampus gagasan pembentukan Mahkamah Konstitusi terlahir.

Maksud dari kehadiran MK adalah untuk menjawab tantangan perkembangan konstitusi ke depan. Atas dasar itu MK memiliki komitmen mengembangkan pendidikan hukum. Oleh karena itu MK selalu bekerjasama dengan Perguruan Tinggi.

Hal tersebut disampaikan Dr. Akil Muchtar, SH., MH, Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia saat menjadi Keynote Speech dalam acara Seminar Nasional tentang Hukum yang bertajuk “Konstruksi Tafsir Konstitusi dan Dampaknya terhadap sistem Hukum Nasional” yang diselenggarakan oleh Fakultas Syariah dan Hukum di Aula Rektorat Gedung Aljamiah lantai 2, Rabu (25/09/2013).

“Alhamdulillah MoU dengan UIN berjalan dengan baik,”ucapnya bersyukur sesaat setelah menyaksikan penandatanganan yang dilakukan Rektor UIN Prof. Dr. H. Dedy Ismatullah, SH., M.Hum dengan Sekjen MK RI Janedjri M. Ghaffar.

Konstruksi Tafsir Konstitusi dan dampaknya terhadap sistem hukum nasional seperti yang menjadi tema seminar, bagi Akil mewakili respon masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut baginya keadilan merupakan esensi dalam memutuskan konstitusi yang telah ditafsirkan. Konstruksi tafsir dalam keputusan MK merupakan tafsir yang konstitusional. Karena baginya MK dikonstruksikan sebagai lembaga pengawal UUD 1945. Ia merupakan pengawal tertinggi hukum tertinggi di Indonesia. Pada posisi ini MK menjadi sangat dibutuhkan sehingga diberi ruang untuk menafsir konstitusi.

“Ini timbul dari wewenang menafsir UUD 1945. Alasannya karena MK diberi wewenang untuk mereview. Mengapa perlu ditafsir? Karena tidak ada hukum yang lengkap. Hukum yang tertulis hanyalah gagasan hukum,”ujarnya.

Ia menyampaikan bahwa keputusan konstitusi sangat ambigu oleh karenalah diperlukannya penafsiran. Ia sebagai alat bantu untuk memahami makna teks dalam konstitusi.

Suatu metode penemuan hukum yang sesuai dengan UUD 1945 terjadi dalam politik hukum apakah hanya di MK ? tentu saja yang lain juga boleh menafsir konstitusi. Hanya saja yang diakui negara hanya MK karena MK diberi wewenang dan MK memiliki kemampuan dan keahlian.

Agar memiliki keadilan keputusan MK memiliki kekuatan yang terikat agar mampu menghilangkan perbedaan. MK diberi wewenang dalam menafsir dan hanya terikat pada UUD 1945. Ketentuan tersebut dituangkan dalam UU MK. Hakim Konstitusi hanya terlihat dalam UUD 1945.

Ia menyampaikan bahwa Hakim harus memahami bagaimana pengertian-pengertian konstitusi sehingga dekat dengan aslinya. Oleh karena itu penafsiran konstitusi harus menggunakan metode-metode tertentu. Metode tersebut harus bertolak dari originalisme dan nonoriginalisme. Metode tersebut bagi Akil memiliki peluang yang sama jika digunakan oleh hakim agar dapat memutuskan dengan baik.***[Dudi, Ibn Ghifarie]

 

 

 

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter