Rahmatan Lil ‘Alamin

Sering dikatakan jika Islam itu Rahmatan lil’alamin. Sebagai rahmatan lil ‘alamin, Islam berkewajiban memberikan ketenangan, kedamian dan kerukunan dalam  segala segi kehidupan. Bukti bahwa Islam sanggup memberikan ketenangan, kedamaian dan kerukunan di antaranya :

Pertama, Umat Islam harus toleran terhadap perbedaaan dan tidak mudah menyalahkan paham dan ajaran orang lain. Sikap yang intoleran serta mudahnya menyalahkan  paham dan ajaran orang lain  akan menjadi pemicu munculnya perselisihan dan permusuhan.

Mudah manyalahkan paham dan ajaran orang lain merupakan sikap bahwa kita seolah yang paling benar. Kalau sudah menganggap diri kita yang paling benar, berarti dalam hati kita sudah ada unsur kesombongan. Sedangkan Allah dan Surga tidak akan menerima orang yang sombong.

Perlu diingat  bahwa kebenaran yang kita miliki adalah hasil dari pada penafsiran dan pemahaman. Penafsiran dan pemahaman yang kita miliki sesungguhnya dibatasi oleh kemampuan ilmu yang kita miliki. Karenanya, kesimpulan dari penafsiran dan pemahaman kita itu bisa benar juga bisa salah, begitu juga dengan penafsiran dan pemahaman orang lain.

Perbedaan adalah kenyataan. Ia merupakan fakta yang tidak bisa dihindari. Sebagai rahmatan lil ‘alamin, Islam sesungguhnya telah memberikan jalan, bahwa perbedaan harus dijadikan sumber kekayaan ilmu, karena orang yang kaya ilmu, akan pandai menghargai dan menghormati paham dan ajaran orang lain.

Kedua, Umat Islam tidak boleh  dengan gampang menuduh kafir dan  musyrik kepada  orang lain atau kepada  agama lain. Tuduhan yang dikemukakan secara serampanagbn akan menjadi peletup permusuhan dan perpecahan. Bukankah sudah jelas, bahwa yang layak dan yang pantas untuk mengatakan atau menghukumi kafir dan musyrik hanyalah Allah sebagaimana tertuang dalam surat An-Najm ayat 32: “jangan merasa diri lebih bersih atau suci dari pada orang lain.”

Perbedaan agama dan keyakinan adalah sunnatullah,  al-Qur’an secara tegas menyatakan sekalipun berbeda agama, Islam dengan agama lain  masih saudara, yaitu saudara dari keturunan Nabi Adam as, sebagaimana tersurat dalam surat Al-Isra ayat 70. Berdasarkan keterangan ayat ini, sesama saudara perlulah saling menghargai, menghormati dan tolong menolong.

Ketiga, umat Islam tidak dibolehkan membalas hinaan dengan hinaan. Alangkah baiknya, jika hinaan yang diterima itu dibalas dengan kasih sayang. Karena itulah, Islam sangat menekankan pengikutnya untuk mengutamakan memelihara dan menjaga ucapan dan perilaku yang  bisa menyentuh dan menghargai orang lain, karena dengan ucapan dan perilaku yang menyentuh akan membuat orang lain mendekat, kalau sudah mendekat akan menjadi perekat,  Perekat menjadi alat penguat ummat.

Contoh betapa hinaan tidak dibalas dengan hinaan adalah apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. Sewaktu Nabi dihina, dizholimi dan dilempari dengan batu, tapi Nabi memaklumi sikap mereka, bahkan Nabi bedo’a untuk orang yang menghina dan menzoliminya itu, “Ya Allah ampuni mereka karena mereka tidak tahu bahwa apa yang saya sampaikan itu adalah ajarannyang benar”.

Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin akan benar-benar menjadi sebuah kenyataan manakala umat Islam memiliki sikap, kesadaran dan pengetahuan yang benar tentang ajaran-ajarannya juga contoh-contoh sebagaimana telah diperlihatkan oleh baginda nabi Muhammad Saw.[Hasan Mud’is, dosen Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung.]

sumber: fu.uinsgd.ac.id

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *