Integrasikan Antara Tasawuf dengan Sains

[www.uinsgd.ac.id] Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung Jurusan Tasawuf Psikoterapi (TP) Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) menggelar Seminar Nasional “Perilaku Sufistik dalam Perspektif Neurosains” dengan menghadirkan nara sumber : Dr. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc, Dr. dr. H. Taufiq Pasiak, dan Dr. H. Nursomad Kamba, MA yang dipandu oleh Dr. Rifki Rosyad, MA dan dibuka oleh Pgs Rektor UIN SGD Bandung, Prof. Dr. H. Muhtar Solihin, M.Ag. di Aula Baru UIN SGD, Rabu (15/4).

Dalam sambutanya Rektor sangat menyambut kegiatan ini sebagai salah satu usaha untuk mengintegrasikan antara tawasuf dengan sains. “Dengan adanya Seminar Nasional Perilaku Sufistik dalam Perspektif Neurosains untuk menjadikan kampus sebagai pengembangan ilmu dan sains di bawah etika spiritual. Jadi saya mendukung dan bangga atas terselenggaranya kegiatan ini, ” jelasnya.

Rektor berharap pada segenap jajaran Jurusan TP. “Kegiatan ini kita jadikan sebagai ajang reuni Kajur TP dari mulai Pa Nursomad, Kajur TP pertama, yang diteruskan oleh Pa Rifki, Kajur TP kedua, yang dilanjutkan oleh saya, Kajur TP ketiga, kemudian ada Pa Yayan, Kajur TP keempat. Mudah-mudahan dengan berkumpulnya para pendiri, Kajur TP dan para ahli di bidang neurosains ini menjadi maskot TP dalam pengembangan keilmuanya dan menjadi khasan dari lulusan TP yang tidak hanya menguasai tasawuf juga ahli dibingan sains,” optimisnya. 

Bagi Dekan, Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag menuturkan pentingnya mengintegrasikan antara kajian sufi dengan sains. “Ini sangat penting untuk mengenalkan dan unjuk gigi Jurusan TP kelas PBSB ke halayak umum. Apalagi yang dibahasnya mengenai usaha menghubungkan kajian sufi dengan sains yang menghadirkan para pakar dibidangnya,” paparnya.

Perlu diketahui kelas PBSB ini merupakan kumpulan santri berprestasi dari berbagai daerah di Nusantara. “Atas segala kepercayaanya Fakultas Ushuluddin bisa mengelola 2 angkatan kelas PBSB yang terdiri dari santri pilihan dari puluhan ribu pendaftar dan berasal dari penjuru Indonesia  ini. Untuk tahun 2015, angkatan 3 program ini telah dibuka. Mudah-mudahan dengan digelarnya acara seminar ini menunjukkan keberadaan Fakultas Ushuluddin,” terangnya.               

Menurut Nursomad, sufisme menjabarkan ajaran transformatif Islam melalui konsep takhalli, tahalli, dan tajalli. Takhalli ialah meninggalkan sifat-sifat tercela yang melekat pada diri seperi iri, dengki, dendam, kikir, dan semacamnya. Ajaran transformatif Islam sebagaimana yang dijabarkan dalam konsep takhalli, tahalli, dan tajalli dikemas para sufi dalam proses tazkiyatunnafs. Ajaran yang paling awal dilakukan oleh Rasulullah saw sebagaimana yang dipahami dari kisah syarhusshadr (operasi belah dada), yang tiada lain tujuannya adalah melepaskan diri dari hasad, dengki, iri dan curang selanjutnya mengisi jiwa dengan sifat-sifat lemah lembut, lapang dada, dan akomodatif.

Tujuan utama pembersihan jiwa dalam kaitan ini adalah agar mampu menerapkan sikap amanah dalam mengembangkan profesi. Intinya, kalau mau membentuk karakter jujur ialah dengan cara membebaskan diri dari hasad, dengki,  iri dan curang; pada saat yang sama memiliki kelapangan dada, lemah lembut, akomodatif, dan respek kepada yang lain.

“Inilah ajaran paling esensial dalam Islam, ajaran transformatif yang dikembangkan sufisme melalui konsep takhalli, tahalli, dan tajalli. Ajaran yang mengefektifkan iman menjadi sistim kehidupan yang dinamis, harmonis dan berkeseimbangan.Iman yang menyentuh hati sebagai akibat ‘tersetrumnya’ hati oleh Allah SWT, yang menjadikan hati mengalami tranformasi intelektual, psikis, dan spiritual,” paparnya.

Mengenai tema seminar perlu dikembangkan di kampus ini.  “Mengingat Dr. Taufiq Pasiak ini ahli dibidangnya karena miliki dan menguasai kajian tasawuf, neurosains dan psikologi. Jika ilmu itu diintegrasikan menjadi syarat yang baik,” ucapnya.

Melelui kegiatan ini diharapkan keberadaan jurusan TP tidak dinggap sebelah mata. “Jurusan kami masih dianggap miring oleh sebagian orang dan kami ingin membuktikannya melalui acara ini dengan menggabungkan antara tasawuf psikoterafi dan neurosains,” tegasnya.

Untuk kajian neurosains, khusunya neurotheology kata Kang Jalal tak bisa dilepaskan dari bapak neurotheology, yaitu Andrew Newberg, seorang neuroscientist yang mempelajari hubungan antara fungsi otak dan berbagai kondisi mental. Pelopor dalam studi neurologis pengalaman religius dan spiritual, bidang yang dikenal sebagai “neurotheology.” Penelitiannya meliputi mengambil scan otak dari orang dalam doa, meditasi, ritual, dan negara-negara trans, dalam upaya untuk lebih memahami sifat praktik-praktik keagamaan dan spiritual dan sikap.

“Merenungkan Allah yang penuh kasih daripada Allah menghukum mengurangi kecemasan dan depresi dan meningkatkan perasaan keamanan, kasih sayang, dan cinta. Untuk Tuhan yang keras, galak secara Fikih yang dengan mudah membererikan cap kafir, sesat terhadap pemehaman dan kelompok yang berbeda ini akan mengalami kerusakan otak yang permenen. Sebaliknya jika kita meratapi Tuhan dengan tidak menggerutu, marah-marah, maka  akan melahirkan sikap yang teduh, damai,” jelasnya.  

Kang Jalal berpesan ihwal maraknya kelompok yang merasa diri paling benar akan merusak otak permenen. “Untuk itu, pilihlah agama yang mengajarkan cinta kasih, damai, penyayang,” pungkasnya. [] 

 

 

 

 

 

 

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter