Hebat, Sejumlah Mahasiswa KKN Nusantara Hasilkan Produk Olahan Kaya Nutrisi dari Daun Kelor di NTT

Beberapa waktu lalu, sejumlah mahasiswa di penjuru Nusantara menggelar program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Nusantara 2020 .

Kuliah Kerja Nyata (KKN) Nusantara 2020 itu tersebar di beberapa daerah di Indonesia, seperti Ambon dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

KKN Nusantara itu diikuti 28 Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) se-Indonesia, terdiri dari 53 peserta dari tanggal 7 Januari-12 Februari 2020 telah selesai dilaksanakan.

Ada yang menarik, di antara sejumlah mahasiswa KKN Nusantara itu ada yang menciptakan kreasi hasil produk olahan kelor. Yaitu mahasiswa peserta KKN Nusantara di Desa Oeteta Kecaatan Sulamu, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Adapun di antara mahasiswa KKN Nusantaran di Desa Oeteta NTT itu terdiri dari Nisa Afifah (UIN Sunan Gunung Djati Bandung), M.Fahrurrozi (UIN Mataram), Nur Kholis (UIN Surabaya), Bambang Irawan (UIN Riau), Yfa Alfiana IAIN Kudus, Wirdayanti (IAIN Palu), Maulidia Safitri (IAIAN Cirebon), dan Bagus Abdurrahim (IAIN Samrinda).

Kedelapan peserta KKN Nusantara bersama masyarakat setempat berhasil menciptakan kreasi produk olahan kelor Loreta Nusantara (Kelor Oetea Nusantara).

Untuk menghasilkan produk olahan kelor itu, tentu saja sebelumnya mereka telah melakukan pelatihan olahan kelor, sosisalisasi dan penanaman kelor bertajuk “Kelor Pemersatu Bangsa”.

Nisa Afifah, Jurusan Hukum Pidana Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN SGD Bandung menuturkan daun kelor dipilih menjadi bahan utama dalam produk olahan itu karena kaya akan nutrisi.

Adapun agar tampilan menarik dan bernilai daya jual, mereka pun menyulap olahan daun kelor itu menjadi Stick Kelor.

“Alhamdulillah KKN Nusantara di Desa Oeteta sudah selesai dan menghasilkan produk Loreta Nusantara. Karena Desa Oeteta kaya akan Kelor. Produk stick kelor yang diberi nama Loreta Nusantara itu singkatan dari Kelor Oetea Nusantara, mengambil Nusantara karena mama-mama membuatnya dengan mahasiswa KKN Nusantara,” tegasnya, Selasa (18/02/2020) melalui pers rilis yang diterima Tribunjabar.id.

Kelor, tanaman yang mudah ditanam masyarakat dan tidak perlu memakai pupuk yang ribet dan tidak boleh memakai pestisida. “Meski masyarakat menganggap kelor sebagai tanaman pengusir setan. Padahal kelor sendiri kaya akan nutrisi,” jelasnya.

Supaya hasil olahan produksi itu tersampaikan, mereka pun sembari berupaya memberikan edukasi tentang tanaman kelor.

Para peserta KKN Nusantara di Desa Oeteta NTT itu melakukan berbagai acara mulai dari pelatihan olahan kelor, sosisalisasi, sampai penanaman kelor bersama.

Lebih dari pada itu, upaya menyelesaikan tugas KKN tanpa mereka sadari mereka pun mendapatkan pengalaman berharga. KKN Nusantara yang terdiri dari berbagai mahasiswa berlatar belakang agama berbeda sekaligus menyentuh moderasi beragama.

“Tanpa melupakan misi utama KKN Nusantara yaitu moderasi beragama. Setiap kegiatan selalu melibatkan dan dihadiri dari berbagai unsur agama mulai dari masyarakat, tokoh agama Islam, Kristen Protestan, dan Katholik, melalui acara ini kelor diharapkan dapat menjadi pemersatu bangsa untuk desa Oeteta,” paparnya.

Untuk Pelatihan Olahan Kelor (Rabu, 05/02/2020) dibuka secara resmi oleh Ketua PKK, Mama Delvy, dihadiri oleh Kepala Desa, Yakob M.Tafae, dengan narasumber Kaka Lufy.

“Saya didapuk teman-teman menjadi pemandu acara pelatihan kelor. Kita ketahuai secara bersama peserta KKN Nusantara membawa misi moderasi beragama. Untuk itu, pesertanya melibatkan mama-mama Islam, Kristen Protestan, Katolik dan siswa-siswi SMA. Alhamdulillah peserta pelatihan olahan kelor sangat antusias dan bersemangat, sehingga menghasilkan stick kelor atau di Oeteta sering disebut kiri-kiri,” ujarnya.

Sedangkan untuk Sosisalisasi dan Penanaman Kelor, Juma’at (07/02/2020) dibuka secara resmi oleh Kepala Desa Oeteta, Yakob M.Tafae dengan narasumber Bapak Yopi, Tokoh Kelor dan Ospello, Pengusaha Kelor.

“Kebetulan saya menjadi moderatornya. Bapak Yopi, menyampaikan sosialisasi kelor agar masyarakat sadar akan pentingnya penanaman kelor untuk meningkatan ekonomi, karena bapak Yopi telah merasakannya sendiri.Juga, telah dirasakan oleh Bapak Ospello sebagai pengusaha kelor yang memiliki tanaman kelor beberapa hektar,” jelasnya.

Peserta sosialisasi dan penanaman kelor terdiri dari pengurus desa, tokoh agama dan siswa SD dan SMA yang beragama Islam, Kristen Protestan, dan Kaholik. “Sosialisasi yang dilaksanakan di Kantor Desa dan Penanaman Kelor dilaksanakan di Balai Dusun Satu,” paparnya.

Menurutnya, dengan adanya rangkaian acara pelatihan olahan kelor, sosialisasi dan penanaman kelor. “Ini bukti bahwa indahnya moderasi beragama di Desa Oeteta, yang sangat menjungjung tinggi toleransi. Tentunya menjadi langkah awal peningkatan ekonomi dengan menciptakan produk Loreta Nusantara,” tegasnya.

Dalam acara penutupan KKN Nusantara, Kepala Desa Yakob M. Tafae menyampaikan dalam program KKN terbukti mampu memberikan pembelajaran bagi mahasiswa secara nyata.

“Saya ucapkan terimakasih kepada kakak-kakak KKN Nusantara yang memberikan pembelajaran dan inspirasi bagi Desa Oeteta. Besar harap, semoga produk berkelanjutan dan kami tetap menjung tinggi toleransi,” pungkasnya.

Kebijakan baru Mendikbud tentang Pembelajaran di Luar Kampus

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim telah memaparkan kebijakan baru di perguruan tinggi.

Salah satunya adalah kebijakan hak mahasiswa belajar 3 SKS di luar prodi. Nadiem Makarim menjelaskan mahasiswa berhak secara sukareka mengambil belajar di luar kampus.

Mahasiswa pun diberikan tenggat waktu selama dua semester untuk melakukan pembelajaran di luar prodi tersebut. Artinya, pembelajaran di luar kampus itu pun setara dengan 40 SKS.

Dikutip dari kompas.com, selain itu dijelaskan Mendikbud itu, bahwa mahasiswa pun berhak mengambil prodi bebeda di perguruan tinggi yang sama dalam satu semester.

Kebijakan lainnya Nadiem Makariem mengatakan kebijakan itu pun ada perubahan terkait SKS menjadi kegiatan bukan jam belajar.

Adapun kegiatan yang dimaksud berupa belajar di kelas, magang, praktik kerja, organisasi, pertukaran pelajar, riset, hingga pengadbdian masyarakat.

Kebijakan itu dilakukan karen Nadiem menilai bobot SKS kegiatan pembelajaran di kecil sangat terbatas. Oleh sebab itu, mahasiswa berhak mendapatkan pembelajara di luar kampus lebih luas guna mencari pengalaman baru dan wawasan. (Hilda Rubiah, Fidya Alifa Puspafirdausi)

Sumber, Tribun Jabar 18 Februari 2020

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *