Desain Institusi menjadi Kunci Demokrasi

[www.uinsgd.ac.id] Maslahah ammah atau kepentingan publik selalu menjadi persoalan dalam politik. Seringkali terjadi jurang yang sangat jauh antara  politik dan kepentingan publik. Maslahatul ammah berfikir bagaimana kekuasaan yang berasal dari rakyat harus bermanfaat bagi rakyat. Di dalam kehidupan demokrasi yang berasal dari rakyat, maka perlu desain institusi.

Dalam perpindahan dari kekuasaaan absolut ke kekuasaan rakyat, desain institusi seringkali terlewatkan. Padahal sesungguhnya, perilaku orang dapat dibentuk dari desain institusi. Misalnya, dalam suatu asrama bagaimana agar penghuni atau mahasiswa dapat berinteraksi, maka harus dibuat desain asrama yang tidak ada kamar mandinya di ruangan masing-masing sehingga memaksa mahasiswa untuk menggunakan kamar mandi bareng. Tapi jika ingin agar mahasiswanya tidak berinteraksi maka buatlah kamar mandi masing-masing di setiap asrama. Ini menunjukan betapa desain institusi bisa membentuk perilaku. Hal ini terjadi dalam kehidupan demokrasi.

Hal ini juga dapat kita contohkan dengan anggota DPR, apakah mereka mewakili kita atau tidak, apa ukurannya. Kita tidak mengetahui ukurannya apakah rajin atau tidak, apakah mewakili atau tidak. Semua perilaku anggota DPR tersebut karena pengaruh desain. Jadi kalo anggota DPR malas bukan murni salah anggota DPR, tapi karena desainnya.

Jika kita ingin membuat anggota asrama berinteraksi dengan yang lain, maka jangan buat colokan listrik di kamar, buka colokan listrik di ruang kerja bersama, maka mereka tidak akan bekerja di kamar masing-masing, tetapi akan bekerja di ruang bersama dan terjadilah interaksi.

Anis Baswedan, dalam kesempatan seminar Politik Islam yang digagas oleh DIM Hukum Tata Negara Fakultas Syariah dan Hukum, Senin (24/02/2014) di Aula Utama UIN ini menekankan dengan tegas bahwa Desain institusi merupakan inti dari berjalannya demokrasi. “Keterbukaan Demokrasi intinya adalah desain institusi”.

Rektor Universitas Paramadina ini mengilustrasikan bahwa desain institusi juga yang akan membuka tabir abstrak demokrasi yang selama ini terjadi dalam kancah politik Indonesia. Ia bahkan memberikan pertanyaan retorik, kenapa pemilu dilakukan setiap lima tahun sekali, tahukah kita bagaimana absensi anggota dewan, kita sebagai rakyat tidak mengetahuinya. Bagi Anis, ini merupakan praktik demokrasi yang abstark. Dengan desain institusi akan betul-betul mengubah wajah demokrasi dan mengubah perilaku politik.

Selain menekankan desain istitusi, agar kepentingan publik bisa terpenuhi, penyelenggaraan good governance juga sangat penting. Good governance paling enak dibicarakan tapi rumit dalam pelaksanaan. Di Indonesia, partai-partai yang berbasis Islam belum tentu mencerminkan keislamannya.

Berkaitan dengan itu, ia meminta agar mahasiswa sebagai bahan baku kehidupan demokrasi, agar memulai mengisi kehidupan pemerintahan dengan good governance dari sekarang.

Seminar tersebut merupakan rangkaian acara dalam menyambut Milad Jurusan Hukum Tata Negara dan Politik Islam yang ke dua belas. Dibuka oleh Prof. Dr. Moh Najib, M.Ag, mewakili Rektor UIN Bandung.***[dudi]

 

 

 

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *