Berharap pada DPRD

Tahun 2014 merupakan tahun politik dan bulan Agustus-September 2014 merupakan bulan harapan baru bagi perbaikan nasib rakyat. Karena pada bulan itulah, secara bertahap terjadi proses pergantian wakil rakyat, baik yang duduk di DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, maupun DPR RI dan DPD RI. Bahkan di Jawa Barat, Agustus gemuk dengan pelantikan wakil rakyat yang ditutup dengan berakhirnya masa bhakti DPRD Provinsi Jawa Barat Periode 2009-2014 dan dilantiknya DPRD Periode 2014-2019, pada 1 September mendatang.

Memiliki wakil rakyat baru seharusnya melahirkan sejuta harapan baru bagi perbaikan nasib rakyat ke depan. Terlebih, keberadaan mereka melalui proses yang panjang dan berat. Rakyat tidak hanya dituntut untuk memberikan suara, tetapi juga mengorbankan banyak hal, termasuk anggaran negara yang sejatinya hak rakyat, dialihkan untuk pesta demokrasi. Keberhasilan Pemilu 2014 harus ditebus dengan pengorbanan pikiran, tenaga, harta, bahkan juga jiwa rakyat. Oleh karena itu, sangat ironi jika setelah duduk di kursi wakil rakyat, mereka mengabaikan hak-hak rakyat.

Selain sebagai mekanisme pemilihan penyelenggara negara, Pemilu merupakan mekanisme pendelegasian sebagian kedaulatan rakyat untuk menentukan keputusan politik bagi kesejahteraan rakyat. Pendelegasian bukan penyerahan kedaulatan, sehingga yang diberi delegasi memiliki kewajiban selain bertanggungjawab dan berkonsultasi kepada pemberi delegasi, juga memberikan kontribusi melalui keputusan-keputusan politik yang pro-rakyat. Oleh karena itu, dalam demokrasi perwakilan, Robert A. Dahl (1992) mengibaratkan, rakyat adalah pemilik  saham, sehingga penyelenggara pemerintahan harus memberikan keuntungan. Keputusan-keputusan politik yang diambil wakil rakyat harus berpihak pada perbaikan nasib rakyat.

Oleh karena itu, evaluasi yang dapat dilakukan terhadap kinerja wakil rakyat, termasuk juga harapan-harapan bagi wakil rakyat baru, selain dapat ditakar dengan ketaatan terhadap peraturan perundangan dan tidak berujung pada masalah hukum, juga dapat terpilih kembali karena dapat memuaskan rakyat (Yusuf, 2014). Fakta banyaknya anggota DPR dan DPRD (2009-2014) yang digelandang ke meja hijau serta wacana ketidakpuasan dan ketidakpercayaan yang masif, sehingga melahirkan dominasi wajah baru di kursi legislatif 20014-2019, harus menjadi ”pekerjaan rumah” bagi wakil rakyat baru sekaligus catatan besar bagi sejarah demokrasi perwakilan di Republik ini.

Terlebih bagi wakil rakyat di daerah (DPRD) yang notabene berhadapan langsung dengan rakyat. Sejatinya, mereka dapat menjadi ”penyambung lidah” rakyat; kepercayaan pertama untuk rakyat berkeluh-kesah. Mereka harus lebih dekat dengan rakyat, ketimbang wakil rakyat di DPR RI yang memiliki rentang kendali lebih jauh.

Apalagi sejak era reformasi, dengan lahirnya UU No.22 tahun 1999 yang makin ditegaskan pada UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, DPRD ditempatkan terpisah dari lembaga eksekutif. DPRD adalah lembaga perumus dan pembuat kebijakan daerah, sedangkan pemerintah daerah adalah lembaga yang menjalankannya, sehingga kedudukan DPRD dan Pemerintah Daerah bersifat sejajar dan saling bermitra. DPRD mempunyai hak untuk meminta pertanggungjawaban dari kepala daerah pada akhir tahun anggaran dan akhir masa jabatan, atau bila terjadi kasus-kasus tertentu. Oleh karena itu, Gubernur/Bupati/Walikota wajib membuat Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) kepada DPRD. Satu sisi, dengan mekanisme itu, kinerja pemerintah daerah dapat dinilai secara teratur dan mendapat kontrol publik melalui DPRD, sisi lain DPRD pun memiliki aksebilitas tinggi dalam ikut menentukan arah pembangunan.

Namun, sudahkah semua itu dapat diemban dengan baik oleh DPRD? Sementara itu, wacana publik menggambarkan anggota DPR cenderung lebih populer dan dekat dengan rakyat ketimbang anggota DPRD. DPRD lebih banyak tidak berdaya dalam menghadapi kebutuhan-kebutuhan dasar rakyat. Tidak banyak yang dapat dilakukan DPRD ketika harga BBM dan TDL naik. Fungsi legislasi cenderung terkalahkan oleh dominasi Pemerintah Daerah, sehingga kesan “tukang stempel” masih melekat. Hanya sebagian kecil Perda lahir dari hak inisiatif DPRD. Fungsi penganggaran dibanggakan karena meningkat secara kuantitatif, sembari tidak ditakar berdasarkan azas manfaat pada kehidupan rakyat karena target mereka mendapat opini WTP dari BPK; bukan dari rakyat. Bahkan, fungsi pengawasan tak jarang disalahgunakan sebagian oknum anggota, sekedar untuk mencari pengganti modal meraih suara.

Wacana itu nyaring sekali sepanjang 2009-2014 sembari tidak banyak DPRD yang dapat melakukan pembelaan. Memang tidak semua wacana publik itu benar, tetapi DPRD pun tidak mampu mendiseminasikan kinerja positifnya terhadap publik. Dalam berbagai hal, DPRD kalah populer oleh DPR. DPR-lah yang paling sering diekpose media, sehingga perhatian masyarakat lebih fokus pada DPR, sedangkan DPRD seolah tiada.

Padahal sebagai lembaga Legislatif Daerah yang para anggotanya dipilih melalui Pemilihan Umum, DPRD harus membuka diri selebar-lebarnya terhadap akses rakyat. DPRD harus mempertanggungjawabkan segala kegiatannya kepada seluruh  rakyat daerah, di antaranya dengan memberikan informasi yang jelas atas segala hal yang dilakukannya. Dalam konteks ini, diseminasi informasi kinerja DPRD merupakan bagian yang sangat penting guna membangun komunikasi yang sehat di antara DPRD dengan rakyat yang diwakilinya.

Oleh karena itu, rakyat pun tahu kinerja positif yang dilakukan DPRD, sehingga dapat ikut berpartisipasi dan berkontribusi dalam optimalisasi pemanfaatan keputusan-keputusan politik bagi kesejahteraan bersama. DPRD pun tahu kehendak rakyat dan paham harapan-harapan rakyat. Kebersamaan yang sinergis dan harmonis antara DPRD dan rakyat menunjukkan telah berjalannya visi demokrasi perwakilan partisipatif di daerah yang secara teoretis merupakan konsepsi demokrasi tertinggi. Penguatan visi itulah di antaranya yang harus menjadi “pekerjaan rumah” bagi DPRD Periode 20014-2019.[]
 
Mahi M. Hikmat, Doktor Komunikasi Politik Unpad, Dosen Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, dan Dewan Pakar ICMI Jawa Barat

Sumber, Pikiran Rakyat 1 September 2014

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter