UINSGD.AC.ID (Humas) — Rasulullah SAW adalah cerminan ideal seorang suami dan pemimpin keluarga. Teladan Nabi dalam berumah tangga begitu agung, terutama dalam hal perlakuan terhadap istri. Sepanjang hidupnya, Rasulullah tidak pernah sekalipun mengangkat tangan untuk memukul istri-istrinya.
Hal ini menjadi bukti nyata bahwa Rasulullah SAW sangat menghargai dan mencintai perempuan, serta menjunjung tinggi kehormatan dan hak-hak mereka dalam kehidupan berumah tangga. Pun, keteladanan Rasulullah SAW ini menjadi bukti bahwa cinta, kasih sayang, dan komunikasi yang baik adalah kunci utama dalam membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Lebih dari itu, Rasulullah SAW juga menegaskan dalam hadits-haditsnya tentang pentingnya memperlakukan anggota keluarga dengan baik dan melarang segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Dilansir dari Arina.id Nah berikut tiga hadits larangan KDRT dan cara Nabi membangun rumah tangga yang harmonis.
1. Hadits riwayat Imam Muslim
Hadits ini menjelaskan bahwa Nabi tak pernah melakukan KDRT selama membangun rumah tangga dengan istrinya. Nabi bersabda;
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ مَا ضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا قَطُّ بِيَدِهِ وَلَا امْرَأَةً وَلَا خَادِمًا إِلَّا أَنْ يُجَاهِدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا نِيلَ مِنْهُ شَيْءٌ قَطُّ فَيَنْتَقِمَ مِنْ صَاحِبِهِ إِلَّا أَنْ يُنْتَهَكَ شَيْءٌ مِنْ مَحَارِمِ اللَّهِ فَيَنْتَقِمَ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
Artinya: “Dari Aisyah dia berkata; Rasulullah SAW sama sekali tidak pernah memukul dengan tangannya pelayan beliau atau tidak pada perempuan [istri], kecuali saat berjihad di jalan Allah, beliau tidak pernah membalas suatu kesalahan yang dilakukan orang kecuali bila keharaman-keharaman Allah ‘azza wajalla dilanggar, maka ia akan membalas atas nama Allah SWT.”
Imam Nawawi, dalam kitab Syarah Nawawi ala Muslim, menjelaskan bahwa hadits tersebut menyatakan Nabi tidak pernah memukul siapa pun, termasuk istri, pelayan, atau hewan. Dari hadits ini, kemudian Imam Nawawi menyimpulkan bahwa meskipun Islam membolehkan tindakan mendidik dengan cara memukul dalam kondisi tertentu, namun Rasulullah SAW memilih untuk tidak melakukannya. Hal ini menunjukkan bahwa cara mendidik yang lebih baik adalah dengan menghindari kekerasan.
Lebih lanjut, Imam Nawawi memberikan alasan mengapa tindakan memukul sebaiknya dihindari. Tindakan kekerasan, baik fisik maupun verbal, dapat menimbulkan trauma mendalam pada korban. Trauma ini tidak hanya berdampak pada kondisi fisik, tetapi juga dapat mengganggu kesehatan mental seseorang. Oleh karena itu, sebagai seorang Muslim, kita dianjurkan untuk mencari metode mendidik yang lebih santun dan efektif, tanpa melibatkan kekerasan
قولها : ( ما ضرب رسول الله صلى الله عليه وسلم شيئا قط بيده ، ولا امرأة ، ولا خادما إلا أن يجاهد في سبيل الله ) فيه أن ضرب الزوجة والخادم والدابة وإن كان مباحا للأدب فتركه أفضل
Artinya: “Sabdanya: “(Rasulullah SAW tidak pernah memukul apa pun dengan tangannya, baik wanita, pelayan, atau hewan kecuali dalam jihad di jalan Allah)” menunjukkan bahwa memukul istri, pelayan, atau hewan, meskipun dibolehkan untuk tujuan mendidik, namun lebih baik ditinggalkan (memukul) tersebut. “ [Syarah Nawawi ala Muslim, Jilid 15, halaman 477].
2. Hadits riwayat Abu Daud
Hadits ini dengan tegas Nabi melarang kekerasan dalam rumah tangga, khususnya terhadap istri. Dalam hadits tersebut, Rasulullah SAW menegaskan bahwa suami tidak boleh memukul istri di wajah, tidak boleh menghina atau menjelek-jelekkan istri, serta tidak boleh mendiamkan istri ketika terjadi perselisihan kecuali di dalam rumah. وعن حكيم بن معاوية القشيري عن أبيه قال : قلت : يا رسول الله ما حق زوجة أحدنا عليه ؟ قال : أن تطعمها إذا طعمت وتكسوها إذا اكتسيت ولا تضرب الوجه ولا تقبح ولا تهجر إلا في البيت
Artinya: “Dan dari Hakim bin Muawiyah Al-Qushayri dari ayahnya, ia berkata: Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah hak istri seseorang atas suaminya?” Beliau bersabda, “Hendaklah engkau memberinya makan jika engkau makan, dan memberinya pakaian jika engkau berpakaian. Janganlah kamu memukul wajahnya, janganlah kamu mengucapkan kata-kata yang buruk, dan janganlah kamu mendiamkannya kecuali di dalam rumah.”
Hadits ini mengandung pesan larangan keras terhadap kekerasan dalam rumah tangga, terutama dalam hal memukul wajah. Syaikh Ali bin Sulthan Muhammad Al-Qari, dalam kitab Mirqatul Mafatih menjelaskan bahwa wajah adalah bagian tubuh yang paling mulia dan sensitif, sehingga Nabi Muhammad melarang keras tindakan memukul wajah, baik dalam konteks pembinaan atau hukuman.
Larangan ini menunjukkan bahwa Islam sangat menekankan penghormatan terhadap kehormatan dan martabat seorang, bahkan dalam situasi yang mungkin dianggap sebagai pelanggaran yang serius, seperti meninggalkan sholat atau melakukan perbuatan keji. Dalam pandangan Ali Muhammad Al-Qari, hukuman fisik mungkin dibolehkan dalam keadaan tertentu, tetapi dengan syarat tidak menyentuh wajah.
Selain itu, penjelasan dalam kitab Syarah Sunnah memperkuat larangan ini dengan menekankan bahwa meskipun Al-Qur’an memberikan izin untuk “memukul” dalam situasi tertentu, Nabi secara tegas melarang memukul wajah. Ini menunjukkan adanya batasan yang sangat ketat dalam penerapan hukuman fisik dalam Islam. Hal ini juga menegaskan pentingnya menjaga nilai-nilai kemanusiaan dan etika dalam setiap tindakan, termasuk dalam konteks disiplin rumah tangga.
( ولا تضرب ) : أي : وأن لا تضرب ( الوجه ) : فإنه أعظم الإعضاء وأظهرها ومشتمل على أجزاء شريفة وأعضاء لطيفة ، ويجوز ضرب غير الوجه إذا ظهر منها فاحشة أو تركت فريضة ، في شرح السنة : فيه دلالة على جواز ضرب غير الوجه ، قلت : فكان الحديث مبين لما في القرآن فاضربوهن قال وقد نهى النبي – صلى الله عليه وسلم – عن ضرب الوجه نهيا عاما يعني في حديث آخر أو العموم المستفاد من هذا الحديث حيث قال “ الوجه “ ولم يقل “ وجهها “
Artinya: “(Dan janganlah kamu pukul): Artinya: Dan janganlah kamu pukul (wajah): Karena wajah adalah anggota tubuh yang paling mulia dan paling tampak, dan mengandung bagian-bagian yang mulia dan anggota-anggota yang halus. Dibolehkan untuk memukul selain wajah jika dari mereka tampak perbuatan keji atau meninggalkan kewajiban. Dalam Syarh Sunnah disebutkan: Di dalamnya terdapat petunjuk tentang dibolehkannya memukul selain wajah. Saya katakan: Maka hadits ini menjelaskan apa yang terdapat dalam Al-Qur’an, yaitu ‘Maka pukullah mereka’. Dan sungguh Nabi SAW telah melarang memukul wajah dengan larangan umum, yaitu dalam hadits lain atau keumuman yang dapat dipahami dari hadits ini ketika beliau bersabda “wajah” dan tidak mengatakan “wajahnya”. [Nuruddin Ali bin Suthan Muhammad Qari, Mirqatul Mafatih Syarah Misykatul Mashabih, Jilid II, [Beirut: Darul Fikr,2002], halaman 2126].
3. Hadits riwayat Ibnu Majah
Hadits ini mengatakan bahwa suami terbaik adalah ia yang tidak akan melakukan KDRT pada istrinya. Nabi bersabda:
لا تضربُنَّ إماءَ اللَّه فجاءَ عمرُ إلى النَّبيِّ صلَّى اللَّهُ عليْهِ وسلَّمَ فقالَ يا رسولَ اللَّهِ قد ذَئرَ النِّساءُ على أزواجِهنَّ فأمر بضربِهنَّ فَضُرِبنَ فطافَ بآلِ محمَّدٍ صلَّى اللَّهُ عليْهِ وسلَّمَ طائفُ نساءٍ كثيرٍ فلمَّا أصبحَ قالَ لقد طافَ اللَّيلةَ بآلِ محمَّدٍ سبعونَ امرأةً كلُّ امرأةٍ تشتَكي زوجَها فلا تجدونَ أولئِكَ خيارَكم
Artinya: “Janganlah kalian memukul hamba-hamba perempuan Allah [istri kalian].” Maka datanglah Umar kepada Nabi SAW, lalu beliau berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya para istri telah berani kepada suami-suami mereka.” Maka Nabi memerintahkan untuk memukul mereka, lalu mereka dipukul. Kemudian para istri datang berkelilinglah di sekitar rumah Muhammad untuk mengadu dan mengeluhkan suami mereka. Ketika pagi hari, beliau bersabda, “Sesungguhnya telah berkeliling di sekitar Muhammad semalam tujuh puluh wanita, setiap wanita mengeluhkan suaminya. Maka sesungguhnya kalian [suami yang memukul istri] bukanlah orang-orang yang terbaik di antara kalian.”
Sejatinya, Hadits ini dengan tegas menolak tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Nabi Muhammad SAW dengan jelas menyatakan bahwa memukul istri bukanlah perilaku yang terpuji. Nabi sendiri bahkan menyoroti keluhan para istri yang menjadi korban kekerasan, sebagai bukti nyata bahwa tindakan tersebut bertentangan dengan ajaran agama.
Lebih jauh lagi, pesan utama hadits ini adalah pentingnya membangun rumah tangga yang harmonis berdasarkan prinsip keadilan dan kelembutan. Nabi Muhammad SAW tidak hanya melarang kekerasan, tetapi juga mendorong para suami untuk memperlakukan istri mereka dengan penuh hormat dan kasih sayang. Seyogianya, bagi setiap pasangan bahwa kekerasan tidak memiliki tempat dalam kehidupan berumah tangga yang ideal.