UINSGD.AC.ID (Humas) — Haji merupakan ibadah yang membutuhkan kekuatan fisik prima karena sangat menguras stamina. Di antara rukun haji yang harus dilakukan dan menguras tenaga adalah tawaf dan sai. Ibadah tawaf harus dilakukan dengan berjalan mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 putaran melawan arah jarum jam.
Sementara sai adalah berlari kecil antara bukit Safa dan Marwah yang juga merupakan salah satu rukun dalam rangkaian ibadah haji atau umrah.
Ibadah ini memiliki dasar yang kuat di antaranya berdasarkan sabda Nabi Muhammad:
اسْعَوْا فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى كَتَبَ عَلَيْكُمُ السَّعْيَ
Artinya: “Laksanakanlah sai, karena sesungguhnya Allah mewajibkan sai atas kalian.” (HR. Dar al-Quthni).
Dilansir dari Arina, untuk menfasilitasi jemaah haji saat tawaf dan sai, pemerintah Saudi telah menyiapkan kendaraan untuk membantu kebutuhan haji agar tidak terkuras energinya. Di antaranya adalah kendaraan skuter untuk jamaah haji yang kelelahan ketika tawaf dan sai. Muncul pertanyaan bagaimana hukum tawaf dan sai memakai skuter bagi yang kurang sehat dan kelelahan?
Dalam salah satu hadits yang diriwayatkan dari Ummu salamah:
عن أم سلمة قالت : حججت مع رسول الله صلى الله عليه و سلم فاشتكيت قبل أن أطوف بالبيت فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ( اركبي فطوفي راكبة وراء الناس ) وهو يصلي حينئذ إلى حاشية البيت
Artinya: “Dari Ummi Salamah, ia berkata, aku haji bersama Rasulullah, lalu aku mengeluh kepada beliau ketika akan tawaf. Kemudian Rasulullah bersabda: Naiklah, tawaflah berkendara di belakang rombongan. Rasulullah pada saat itu akan melaksanakan sholat di sisi ka’bah.” (Mu’jam Tabrani Kabir, 24473)
Dalam kitab Tuhfatul Muhtaj, 4/101-102, disebutkan:
ويستحب أن يكون ماشيا وحافيا إن أمن تنجس رجليه وسهل عليه و متطهرا ومسطورا – إلى أن قال – ولا يكره الركوب إتفاقا على ما فى المجموع لكن روى الترمذى عن الشافعى كراهته إلا لعذر ويؤيده أن جمعا مجتهدين قائلون بامتناعه لغير عذر إلا أن يجاب بأنهم خالفوا ما صح أنه صلى الله عليه وسلم ركب فيه إه
Artinya: “Disunnahkan berjalan tanpa alas kaki, apabila aman dari terkena najis dan memudahkan untuk bersuci…dan tidak makruh menaiki tunggangan secara mufakat ulama seperti keterangan dalam kitab Majmu’, akan tetapi Al-Tirmidzi menukil dari Imam Syafi’i naik tunggangan/kendaraan itu makruh, kecuali ada udzur. Dari sini para ulama mencegah jika memang tidak ada udzur….”
(فرع) ذكرنا أن مذهبنا أنه لو سعى راكباً جاز، ولا يقال مكروه، لكنه خلاف الأولى ولا دم عليه، وبه قال أنس بن مالك وعطاء ومجاهد قال ابن المنذر وكره الركوب عائشة وعروة وأحمد وإسحاق، وقال أبو ثور لا يجزئه ويلزمه الإعادة وقال مجاهد لا يركب إلا لضرورة وقال أبو حنيفة إن كان بمكة أعاده ولا دم، وإن رجع إلى وطنه بلا إعادة لزمه دم. دليلنا الحديث الصحيح السابق أن النبى صلى الله عليه وسلم ” سعى راكباً ” إهـ
Artinya: “Cabang permasalahan, sesungguhnya kami uraikan dalam madzhab kami (Syafiiyah) bahwa apabila sai menggunakan kendaraan, maka boleh, tidak makruh, tetapi khilaful aula dan tidak terkena denda (dam). Pendapat ini dari Anas bin Malik, Atha’, Mujahid. Ibnul Mundzir berkata bahwa Aisyah, Urwah, Ahmad dan Ishaq tidak suka sai dengan berkendara. Sedangkan Abu Tsaur berpendapat sai seperti itu tidak cukup dan harus mengulangi. Mujahid mengatakan, sai dengan berkendara hanya ketika darurat saja. Abu Hanifah berkata, apabila masih di Makkah, maka wajib mengulangi sai tanpa dam, namun apabila sudah pulang ke negaranya tanpa mengulangi sai, maka wajib dam. Dalil kami terkait diperbolehkan sai dengan berkendara itu merujuk hadits sahih tentang Nabi sai naik kendaraan.”
Dengan demikian, dikarenakan mayoritas jamaah Indonesia menganut madzhab Syafii, maka hukum tawaf dan sai dengan berkendara (yang bila dianalogikan dengan skuter, eskalator, sepatu roda, sepatu listrik) adalah boleh.
Namun sebaiknya bagi jamaah haji yang masih sehat dan kondisi masih prima, tetap memprioritaskan tawaf dan sai dengan berjalan kaki secara manual tanpa bantuan perangkat teknologi, agar tidak terkesan tasahul atau menggampangkan ibadah suci tersebut.