Asesor dari Badan Akreditasi Naional Perguruan Tinggi (BAN-PT), Turnomo Rahardjo dan Prahastiwi Utari melakukan penilaian akreditasi ke program studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Bandung. Penilaian dilakukan dengan asesmen lapangan atau visitasi.
Aspek penilaian akreditasi tak hanya pada tingkatan program studi, tetapi juga fakultas. Untuk program studi sendiri, ada 100 poin elemen penilaian, ditambah evaluasi diri kurang lebih 12 poin. Sedangkan di tingkat fakultas terdapat 44 komponen. Selain itu mesti memenuhi tujuh standar akreditasi, yakni visi misi program studi, mahasiswa dan kelulusan, prestasi mahasiswa, indeks prestasi kumulatif, jumlah dosen (kesesuaian dosen dengan bidang ilmu), hingga kerjasama dan penelitian.
Proses penilaian cukup panjang. Sebelum dilakukan penilaian komprehensif yang melibatkan anggota tim di lapangan, penilaian juga mengacu pada kecukupan berupa pemeriksaan ulang borang fakultas maupun borang program studi secara online.
Jadwal visitasi bisa ditetapkan karena penilaian asesmen kecukupan telah selesai. Setelahnya, asesmen asesor akan divalidasi. “Setelah hasil asesmen kecukupan, saya bersama rekan asesor akan divalidasi oleh BAN-PT. Kemudian, BAN-PT bisa menyetujui hasil asesmen kecukupan asesor,” ungkap Asesor BAN-PT dari Universitas Diponegoro, Turnomo Rahardjo, Senin, (10/12/2018).
Lebih lanjut, setelah asesmen kecukupan selesai maka dilakukan visitasi. Hasilnya juga akan divalidasi BAN-PT dan menentukan nilai dari dua asesmen tersebut. “Tugas asesor itu sebatas memperkirakan nilai, keputusan tentang hasil akreditasi ada di BAN-PT. Tetapi, asesor tidak seperti pihak yang mencari kesalahan atau kekurangan program studi. Jadi, mengonfirmasi benar tidaknya data, ” jelasnya.
Seluruh penilaian memiliki patokan angka dari 0 sampai 4. Jika jumlah penelitiannya banyak, maka nilai yang didapat bisa maksimal. Jika prestasi mahasiswa berada di tingkat internasional, maka nilanya pun bisa bertambah.
Saat pengecekan berlangsung, kemungkinan akreditasi berubah tidak bisa diungkapkan begitu saja. “Secara etika, kami tidak boleh menyampaikan kepada pihak lain selain BAN-PT. Hasil penilaian dan perkiraan tersebut, bahkan program studi pun tidak diperkenankan mengetahui nilainya. Itulah yang harus kami jaga,” tambahnya.
Pihak fakultas menyiapkan keperluan akreditasi kurang lebih selama 3 bulan. Diakui Ketua Prodi Jurnalistik, Encep Dulwahab, prosesnya cukup melelahkan. Diantaranya kegiatan mahasiswa, kegiatan dan penelitian dosen, pengajaran, karya dan prestasi mahasiswa, kerjasama dengan lembaga-lembaga luar, surat tugas, evaluasi dosen terkait kehadiran di kelas, soal Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS), surat keterangan rektor dan lain-lain.
Beberapa kendala sempat dihadapi jelang akreditasi. “Data menjadi salah satu yang susah, karena data yang dibutuhkan belum tentu ada. Sebetulnya ada, mungkin lupa simpan, itu menjadi kelemahan,” ungkapnya.
Anggota Korps Protokol Mahasiswa Jurusan, Ibrahim Lakoni, yang turut membantu proses pemilahan data akreditasi berharap hasil maksimal. “Secara pribadi dari penilaian akreditasi, menginginkan hasil yang maksimal. Melihat pengalaman sebelumnya, Ilmu Komunikasi mendapat predikat B karena belum punya laboratorium yang memadai. Karena tahun ini secara fisik laboratorium sudah ada dan secara program sudah berjalan, mungkin lebih percaya diri mendekati nilai A. Namun, asesor yang lebih tahu,” pungkasnya. (Nazmi Syahida, Reta Amaliyah Shafitri/kepada Jurnalposmedia)