Allah itu Hebat, Maka Pujilah Dia!

UINSGD.AC.ID (Humas) — Saat awal kerja di IAIN, saya menghadap beliau Prof Dr. H. Ahmad Tafsir yang saat itu menjabat Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN SGD Bandung dengan maksud meminta jam mengajar. Karena formasi saya kerja di IAIN adalah dosen bukan tenaga administrasi, maka saya menghadap beliau dengan maksud memprotesnya.

“Prof, sudah satu semester saya nggak dikasih ngajar. Padahal saya ngisi formasi calon dosen bukan staf!”

Beliau jawab dengan pertanyaan: “Anda sudah PNS?” Saya jawab: “Sudah Prof!” Beliau menimpali. “Yang penting Anda sudah punya NIP. Santai saja!”. Saya hanya menganggukkan kepala seraya berkata. “Baik Prof.”

Di semester berikutnya saya dikasih jam ngajar dan menjadi asisten dosen Mata Kuliah Filsafat bersama beliau dan sahabat beliau, Bapak Drs. Arif Ichwani AS.

Saya menghadap Prof. Tafsir lagi dengan maksud mengucapkan terima kasih karena saya sudah dapat jam mengajar dan menjadi asisten beliau pada Mata Kuliah Filsafat.

Beliau ngasih respons. “Bagus!” ditambah dengan perintah: “Kamu tekuni terus Filsafat karena dosen muda sekarang pada “takut” mendalami Filsafat.

Kalau begitu kamu daftar S2 di sini! (mungkin maksudnya agar saya jadi muridnya). Sayangnya, saya tidak berhasil memenuhi keinginannya.

Dalam beberapa kesempatan pidatonya, saat itu beliau kerap menghimbau kepada dosen muda untuk tidak cepat-cepat studi lanjut karena tenaganya dibutuhkan untuk pengembangan fakultas. Karena saya takut tidak diizinkan studi lanjut maka saya diam-diam kuliah S2 Filsafat di UI.

Setelah lulus saya lapor beliau dikira akan dimaharin tapi malah berkomentar. “Bagus! Kamu terusin saja belajar Filsafat dan bantu saya ngajar Filsafat. Sejak saat itu saya agak serius mempelajari Filsafat, mempelajari pemikiran-pemikirannya tentang Pendidikan Islam, termasuk pemikiran filosofisnya tentang wahyu memandu ilmu.

Pendangan beliau tentang wahyu memandu ilmu sangat simpel. Bahkan terkesan simplistik. Wahyu itu firman Tuhan. Sains ciptaan manusia. Firman Tuhan harus mengatur semua urusan manusia termasuk sains.

Saya pikir kalau begitu dalam WMI tidak ada ruang berselancar, berputar-putar, mengolah pikiran dan mendalami secara kreatif WMI. Pendeknya kalau seperti itu WMI gak asyik! Agar asyik saya buat tulisan tentang metafora, filosofi, paradigma dan pendekatan penelitian-penelitian berbasis WMI.

Dalam satu kesempatan saya sodorkan tulisan tersebut sambil berharap dapat pujian dari beliau. Bagaimanapun juga dalam pikiran saya WMI akan lebih menarik kalau dibuat rumit.

Setelah melihat-lihat sebentar tulisan saya. Beliau berkomentar.

“Kok jadi rumit begini? Saya buat WMI itu sederhana agar mudah dipahami orang. Intinya dengan WMI, manusia itu harus mengakui kalau Allah itu hebat!” Saya diam sambil garuk-garuk kepala tak gatal.

Beberapa tahun kemudian, setelah beberapa tahun beliau pensiun, tiba-tiba ada utusan salah satu penerbit di Kota Bandung cari-cari saya.

Utusan tersebut nanya; “Pak Irawan punya naskah buku enggak?” Untuk diterbitkan? Tanya saya. “Iya.” jawabnya. “Ada tapi masih draft, harus diperbaiki dulu!”. “Nggak usah!” Jawab utusan penerbit. “Langsung di terbitkan saja. Kata Pak Tafsir, tulisan Pak Irawan Insyaallah sudah bagus!” Tiba-tiba hidung saya kembung serasa dipuji langsung oleh Prof. Tafsir.

Begitulah Prof. Tafsir. Sulit ditebak! Saat ingin dipuji, beliau tidak memuji. Saat tidak ingin dipuji beliau memuji. Beliau pernah berkata, kelemahan manusia itu selalu ingin dipuji.

Padahal kita tahu, yang pantas dipuji hanya Allah. Allah itu hebat. Maka Pujilah Dia! Selamat jalan guruku, semoga di alam sana engkau mendapat pujian dari Sang Maha Terpuji!

Irawan, Wakil Dekan I Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *