Akhlak, Basis Moralitas Politik

[www.uinsgd.ac.id] Kita bisa lihat secara telanjang bagaimana perilaku elit kita, tidak ada sopan santun, respek dan politik kesopansantunan dalam berpolitik. Jika mereka memiliki akhlak saya yakin mereka akan tahu bagaimana mereka berperilaku.

 Landasan moralitas akan ketahuan dampaknya 10 tahun mendatang. Insya Allah akan lahir politikus yang berakhlakul karimah.

 Hal tersebut disampaikan oleh Edi Siswadi, Sekda Pemerintah Kota Bandung saat menyampaikan orasi Ilmiah dalam acara bertajuk ‘Milad Siyasah Kesepuluh” di Aula Utama UIN Bandung pada Rabu (25/04/2012).

Kehadiran Edi merupakan atas undangan dari Himpunan Mahasiswa Jurusan Siyasah yang genap berusia sepuluh tahun. Turut hadir para pejabat dari lingkungan Siyasah serta puluhan mahasiswa jurusan siyasah.

 Edi Siswadi menyampaikan Orasi Ilmiah sesuai dengan tema milad yaitu “Membangun Moralitas Politik sebagai Langkah Awal Mewujudkan Mahasiswa Progresif menuju Kesadaran Sosial”.

 Dalam pandangan Edi, “Seseorang yang memiliki landasan kuta agamanya tentu tidak akan melegalkan kebijakan-kebijakan yang bertentangan  dengan agama seperti melegalkan minuman keras, dan para pengambil kebijakan di Indonesia tidak akan berkiblat ke Barat dalam mengambil keputusannya jika mereka memiliki landasan moral yang kuat,”paparnya.

 Ia juga mengatakan bahwa jika seluruh legalitas hukum yang ada tidak berlandaskan moralitas tentu ke depan akan menjadi persoalan besar.

 Menyinggung masalah tidak dimilikinya etika politik para politikus dan perilakunya sangat berkaitan erat dengan perilaku sosial, ekonomi, budaya, hukum serta lainnya. “Mereka berpolitik pada tingkat rendah bukan high politic. Saat para politikus tersandung masalah politik, maka yang dijadikan sebagai senjata untuk menjatuhkan adalah permasalahan-permasalahan pribadinya yang tidak ada kaitannya sama sekali dalam konteks politik,”jelasnya.

 Ia mengatakan bahwa tata aturan di Indonesia khususnya umat muslim pada dasarnya sudah ada, yakni Al-Qur’an dan Sunah.” Tapi kalo saya saksikan, kenapa di Barat lebih Islami dibandingkan dengan Indonesia, moralitas di Barat jauh lebih hebat. Di Barat, jika para pengusaha kelas atas sudah menguasai, maka mereka tidak akan terjun ke tingkat usaha yang lebih rendah, berbeda dengan di Indonesia, sudah menguasai hulunya juga ingin menguasai hilirnya,”ujarnya.

 “Etika politik kita hanya sampai Jojodog dan Babadog,”tegasnya.

 Untuk membangun jalan tengah politik yang bermoral, Edi menyatakan bahwa pada era demokrasi saat ini sebenarnya sudah ada calon independen dengan tujuan melawan transaksional politik, namun sayang, dalam pandangan Edi, calon Independen, seperti di Garut, tidak cukup kuat untuk menjalankan program-programnya karena tidak memiliki dukungan politik. Ini mengindikasikan bahwa tidak ada moralitas politik, termasuk bagi siapapun pemimpin yang mengundurkan diri juga sama tidak bermoral secara politik. “Ia sudah menghabiskan uang rakyat, tetapi justeru mengundurkan diri,”tegasnya kembali.

 “Padahal adanya pertarungan calon independen sebetulnya merupakan jawaban atas kersahan masyarakat,”keluhnya.

 Agar moralitas politik terbangun, ia mengajak bahwa landasannya adalah aklhak. Karena dengan aklhak landasan moral akan terbangun yang akan mengantarkan terhadap kekuasaan yang beradab dan mensejahterakan bukan yang rakus dan serakah. “Seperti kata Gandhi, Bumi ini cukup untuk memenuhi kebutuhan  manusia, tapi tidak cukup untuk memenuhi kerakusan manusia. Ke depan mudah-mudahan moralitas politik bisa kita berpabiki, kuncinya adalah tidak meninggalkan sholat wajib, rawatib dan tahajud seperti kata Muhamad Al-Fatih,”jelasnya.

 “Saya berharap dari jurusan Siyasah UIN ini akan lahir politikus-politikus yang memiliki akhlak karena memiliki akhlak yang baik serta tidak pernah meninggalkan sholat, saya percaya!”, harapnya.*** [dudi]

 

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *